Warga antre membeli elpiji subsidi tiga kilogram saat operasi pasar di Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (25/7/2024). Pemerintah akan membatasi dan memperketat penyaluran BBM subsidi untuk mengurangi beban defisit APBN dan berdasarkan data 2023 penyaluran gas elpiji mencapai 8,6 juta ton di mana 8,03 juta ton di antaranya merupakan elpiji subsidi atau elpiji tiga kg. ANTARA FOTO/Basri Marzuki/rwa.
JAKARTA, DDTCNews - Alokasi subsidi energi pada 2025 mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun ini. Total volume bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dipatok 19,41 juta kiloliter (KL) pada tahun depan, turun tipis ketimbang volume pada 2024, yakni 19,58 juta KL.
Secara umum, alokasi anggaran subsidi energi untuk 2025 masih berfokus pada BBM dan elpiji. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memerinci volume minyak tanah bersubsidi sebanyak 0,52 juta KL dan minyak solar 18,89 juta KL. Sementara itu, elpiji 3 kilogram (kg) bersubsidi mencapai 8,2 juta metrik ton.
"Penetapan alokasi subsidi ini menurun dibanding dengan target tahun sebelumnya. Hal ini didorong oleh rencana efisiensi penyaluran BBM bersubsidi pada 2025 agar lebih tepat sasaran," kata Bahlil, dikutip pada Kamis (29/8/2024).
Pemerintah telah mengusulkan untuk mempertahankan besaran subsidi solar sebesar Rp1.000 per liter pada 2025. Keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi dari kenaikan harga BBM.
Selain BBM dan elpiji, pemerintah juga mengalokasikan anggaran senilai Rp90,22 triliun untuk subsidi listrik pada 2025. Angka ini naik dari target pada 2024 sejumlah Rp73,24 T. Angka ini mencakup sisa kurang bayar pada 2023 senilai Rp2,02 triliun.
"Kenaikan tersebut didorong oleh perkiraan kenaikan jumlah penerima subsidi listrik dari 40,89 juta pelanggan pada 2024 menjadi 42,08 juta pada 2025," jelasnya.
Menanggapi alokasi subsidi listrik untuk 2025, Wakil Ketua Komisi VII DPR Maman Abdurrahman menyampaikan pentingnya penargetan subsidi listrik yang lebih tepat sasaran. Menurutnya, pemerintah harus berfokus kepada masyarakat di wilayah Indonesia Timur dan pedalaman Kalimantan yang memang sangat membutuhkan subsidi energi.
"Perlu juga perbaikan data penerima subsidi agar tidak ada lagi masyarakat mampu yang menikmati subsidi, sehingga anggaran negara dapat digunakan secara lebih efektif," kata Maman.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berpandangan pembatasan penyaluran BBM bersubsidi diperlukan untuk mengurangi beban anggaran.
Jokowi mengatakan efisiensi belanja subsidi diperlukan utamanya untuk APBN 2025. Perlu diketahui, APBN 2025 disusun oleh pemerintahan Jokowi tetapi dilaksanakan oleh pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto.
"Kita ingin ada efisiensi di APBN kita, utamanya untuk yang 2025," ujar Jokowi.
Terlepas dari urgensi tersebut, Jokowi mengatakan pemerintah belum menggelar rapat kabinet terkait dengan pembatasan penyaluran BBM bersubsidi. Menurut Jokowi, pemerintah belum membuat keputusan terkait dengan gagasan tersebut. (sap)