Kendaraan melintas di bawah layar digital berisi pelarangan kampanye di hari bebas kendaraan bermotor (HBKB) atau car free day (CFD) di Jakarta, Sabtu (13/1/2024). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/nym.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Dalam Negeri mencatat ada 14 provinsi yang telah menaikkan tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) melalui perda tentang pajak daerah dan retribusi daerah.
Plh Dirjen Bina Keuangan Daerah Horas Maurits Panjaitan mengatakan kenaikan tarif PBBKB dilaksanakan berdasarkan UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD). Namun, kini Kemendagri mengimbau pemda yang telanjur menaikkan tarif PBBKB untuk memberikan insentif fiskal sementara waktu.
"Sebenarnya yang menjadi krusial itu sekitar 14 daerah saja. Kalau yang lain masih memberlakukan seperti yang lama, 5% atau bahkan ada yang 7,5%," katanya, dikutip pada Sabtu (23/3/2024).
Maurits mengatakan UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) mengatur tarif PBBKB ditetapkan paling tinggi sebesar 10%. Sebetulnya, ketentuan tarif PBBKB tersebut tidak berubah dari yang diatur dalam UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
Namun, sejumlah provinsi memilih menaikkan tarif PBBKB dan menuangkannya dalam perda PDRD sebagai pelaksana UU HKPD. Ketentuan pajak dalam UU HKPD, termasuk mengenai PBBKB telah resmi berlaku mulai 5 Januari 2024.
Dia menyebut ada 5 provinsi yang menaikkan tarif PBBKB dari 5% menjadi 10%, yakni Banten, DIY, DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Papua Barat.
Kemudian, 8 provinsi menaikkan tarif PBBKB dari 7,5% menjadi 10%, yakni Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Maluku, dan Maluku Utara. Selain itu, 1 provinsi yaitu Aceh menaikkan tarif PBBKB dari 5% menjadi 7,5%.
Di sisi lain, 2 provinsi justru menurunkan tarif PBBKB dari 10% menjadi 5%, yakni Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat. Adapun pada 18 provinsi lainnya, memilih mempertahankan tarif BBNKB sebesar 5%, 7,5%, dan 10%.
"Agar pemda yang sudah keburu menaikan tarif di perda, bisa dilakukan [pemberian insentif fiskal] melalui perkada, yaitu dengan berdasarkan SE yang kami berikan," ujarnya.
Maurits menyebut Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 500.2.3/12566/SJ yang mengimbau para gubernur memberikan insentif PBBKB. Alasannya, kenaikan tarif PBBKB akan berimplikasi pada peningkatan nilai atau harga BBM, khususnya untuk BBM nonsubsidi yang harus dibayar konsumen.
Melalui SE, gubernur diminta memberikan insentif fiskal berkaitan dengan pemungutan PBBKB sehingga konsumen dapat membayar PBBKB ekuivalen dengan tarif sebesar yang ditetapkan dalam perda sebelumnya atau sebelum kenaikan. Pemberian insentif ini dapat dilakukan berdasarkan Pasal 101 ayat (3) UU HKPD untuk mendukung kemudahan berinvestasi.
Pemberian insentif dapat dituangkan dalam peraturan gubernur (pergub) mengenai pemberian insentif fiskal berkaitan dengan pemungutan PBBKB yang berlaku efektif mulai April 2024 sampai dengan 2025 atau masa akhir pemberlakuannya disesuaikan dengan kondisi perekonomian nasional. (sap)