Ilustrasi.
CANBERRA, DDTCNews – Australia Institute mengusulkan Pemerintah Australia untuk segera memberlakukan kebijakan windfall tax untuk memecahkan tantangan pasokan gas domestik dan harga yang terlalu tinggi.
Direktur Eksekutif Dr. Richard Dennis mengatakan eksportir LNG tengah meraup keuntungan besar dari perang Rusia-Ukraina. Namun, pada saat bersamaan, masyarakat Australia justru membayar harga yang tinggi untuk membeli gas.
“Masyarakat membayar terlalu banyak untuk gas sendiri di dalam negeri dan tidak mendapatkan bagian yang adil dari pengembalian gas yang diekspor ke luar negeri,” katanya seperti dikutip dar gasworld.com, Selasa (25/10/2022).
Australia Institute merupakan lembaga riset kebijakan publik independen yang berbasis di ibu kota Australia, yaitu Canberra. Lembaga ini dibentuk sejak 1994. Sejauh ini, Australia Institute telah melakukan penelitian terkait dengan masalah ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Berdasarkan studi yang dilakukan Australia Institute, keuntungan tambahan yang dikumpulkan perusahaan LNG selama 2021-2022 diperkirakan mencapai AU$26 miliar—AU$40 miliar atau sekitar Rp257 triliun—Rp395 triliun.
Salah satu faktor pendukung dari keberhasilan ini adalah lonjakan harga gas global akibat perang Rusia-Ukraina. Saat ini, harga ekspor LNG di Australia naik dua kali lipat dari rata-rata AU$7,5 per gigajoule (GJ) pada 2020-21 menjadi AU$16,2 per GJ pada 2021-22.
Oleh sebab itu, Australia Institute mengusulkan pemberlakuan windfall tax terhadap perusahaan LNG. Selain itu, Australia Institute juga menyarankan pemerintah untuk menghapus insentif pajak atas ekspor LNG.
Dennis memandang windfall tax merupakan kebijakan yang adil dan bertanggung jawab secara ekonomi. Pemajakan tersebut juga akan meningkatkan pendapatan negara dari penjualan sumber daya alam berupa gas di Australia. (rig)