AMERIKA SERIKAT

Sektor Riil AS Tolak Rencana Retaliasi AS akibat Pajak Digital

Muhamad Wildan
Jumat, 31 Juli 2020 | 07.01 WIB
Sektor Riil AS Tolak Rencana Retaliasi AS akibat Pajak Digital

Sejumlah kapal bersandar di dermaga bongkar muat peti kemas Pelabuhan Indonesia IV (Persero) Kendari, Sulawesi Tenggara, Selasa (7/7/2020). Pemerintah Indonesia yakin Amerika Serikat tidak akan mengenakan retaliasi kepada Indonesia atas pengenaan PPN layanan digital kepada perusahaan AS di Indonesia. (ANTARA/Jojon/hp)
 

WASHINGTON D.C., DDTCNews - Pelaku usaha sektor riil di Amerika Serikat (AS) belum sepenuhnya mendukung rencana retaliasi AS melalui pengenaan tarif bea masuk atas produk dari negara-negara yang mengenakan digital service tax (DST) atau sejenisnya.

National Association of Manufacturers (NAM) dalam komentar publiknya atas investigasi yang dilakukan oleh United State Trade Representative (USTR) menuliskan bila AS hendak menerapkan retaliasi, NAM berharap retaliasi itu tidak berbentuk peningkatan tarif bea masuk atas barang jadi.

"Pengenaan bea masuk atas barang jadi berpotensi mengurangi ketersediaan tenaga kerja di AS dan mengurangi kemampuan sektor manufaktur AS memproduksi barang jadi dan menjualnya di AS dan pasar-pasar lain di luar negeri," tulis NAM dalam komentar publiknya, dikutip Senin (27/7/2020).

NAM juga mendorong Pemerintah AS untuk mengeluarkan kebijakan yang bisa mencegah retaliasi balasan dari negara mitra dagang yang menjadi pasar barang-barang yang diproduksi oleh sektor manufaktur AS.

Di lain pihak, National Retail Federation (NRF) dalam komentar publiknya menuliskan bahwa AS sebaiknya lebih mengutamakan upaya-upaya untuk mencapai konsensus global ketimbang harus menerapkan langkah retaliasi kepada negara-negara yang mengenakan DST atas perusahaan digital.

Menurut NRF, tidak tercapainya konsensus global atas pemajakan ekonomi digital akan membuat praktek-praktek pengenaan pajak secara unilateral seperti DST ataupun yang sejenis akan semakin berkembang di negara-negara lain. Hal ini malah berpotensi semakin merugikan perusahaan AS.

"USTR harus mempertimbangkan peningkatan bea masuk akan menimbulkan aksi balasan dari negara terkait. Dinamika ini berpotensi memberikan dampak kepada usaha ritel berskala kecil dan menengah di AS," tulis NRF dalam komentar publiknya.

Seperti diketahui, USTR telah melancarkan investigasi atas 10 yurisdiksi yang dinilai mengenakan DST atau pajak sejenis secara diskriminatif pada perusahaan digital AS. Ke-10 yurisdiksi itu adalah Austria, Brasil, Republik Ceko, Uni Eropa, Indonesia, India, Italia, Turki, Spanyol, dan Inggris.

Khusus untuk Prancis, AS telah mengumumkan bakal mengeluarkan aksi balasan berupa peningkatan tarif bea masuk sebesar 25% atas barang impor asal Prancis. Tarif bea masuk tambahan ini baru akan berlaku pada 6 Januari 2021. (Bsi)

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.