Ilustrasi.
WASHINGTON, DDTCNews – US-Asean Business Council (US-ABC), asosiasi perusahaan Amerika Serikat (AS) yang beroperasi di negara-negara Asia Tenggara, menyatakan pajak transaksi elektronik (PTE) Indonesia pada UU No. 2/2020 berpotensi menimbulkan pajak berganda.
Hal ini disampaikan oleh US-ABC dalam komentar publik atas investigasi US Trade Representative (USTR) terhadap berbagai macam bentuk pajak digital di 10 yurisdiksi, termasuk Indonesia, yang ditengarai oleh AS bersifat diskriminatif.
“Pengenaan PTE berpotensi menimbulkan pengenaan pajak berganda. Hal ini akan menggerogoti kemudahan berusaha (ease of doing business/EoDB) Indonesia akibat timbulnya beban kepatuhan yang tidak proporsional kepada perusahaan digital nonresiden atas pemberian layanan dan produk kepada konsumen Indonesia," tulis US-ABC dalam komentar publik, dikutip pada Senin (20/7/2020).
US-ABC juga menuding klausul PTE dalam Undang-Undang (UU) No.2 Tahun 2020 melanggar perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B). Menurut US-ABC, pengenaan PTE merupakan bentuk pemungutan atas pajak yang seharusnya menjadi hak dari negara lain, bukan Indonesia.
Pengenaan PTE merupakan langkah unilateral yang berpotensi menghambat tercapainya konsensus global atas pemajakan ekonomi digital. Di sini, US-ABC menekankan pentingnya berpegang pada prinsip multilateralisme agar perusahaan multinasional bisa mendapatkan perlakukan yang adil untuk saat ini dan di masa yang akan datang.
Dalam komentar publik tersebut, US-ABC juga mempermasalahkan adanya klausul significant economic presence. Menurut US-ABC, norma significant economic presence bertentangan dengan best practice internasional.
"Klausul ini secara tidak seimbang didesain untuk memajaki perusahaan digital," tulis US-ABC.
Mengingat besarnya pengaruh Indonesia atas negara-negara lain di Asia Tenggara, US-ABC khawatir langkah pengenaan PTE ataupun pajak-pajak digital jenis lainnya bakal diikuti oleh negara-negara tetangga.
Meski mempermasalahkan munculnya klausul PTE dalam UU 2/2020, US-ABC mengapresiasi langkah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang aktif menjalin komunikasi dengan usaha digital AS dalam perumusan pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).
US-ABC berharap DJP melakukan langkah yang sama sebelum resmi mengenakan PTE ataupun pajak penghasilan (PPh) atas PMSE sebagaimana diatur pada UU 2/2020. Seperti diketahui, PTE atas perusahaan digital luar negeri masih belum resmi dikenakan oleh Indonesia.
Dalam komentar tertulis Pemerintah Indonesia kepada USTR, Indonesia berkomitmen untuk mendukung tercapainya konsensus global. Pengenaan PTE sendiri akan dibuat sejalan dengan konsensus global disepakati nantinya. Simak artikel ‘Investigasi Pajak Digital, Indonesia Kirim Komentar Tertulis ke AS’. (kaw)