Seorang pria Palestina duduk di depan pasukan Israel saat aksi protes menentan operasi mesin Israel dekat Ramallah di wilayah pendudukn Israel, Tepi Barat, Selasa (26/5/2020). ANTARA FOTO/REUTERS/Mohamad Torokman/AWW/djo
RAMALLAH, DDTCNews—Warga Palestina menolak untuk membayar pajak yang dikelola oleh pemerintah Israel sebagai bentuk protes rencana Tel Aviv untuk melakukan aneksasi di wilayah Tepi Barat.
Juru bicara pemerintah Palestina Ibrahim Melhem mengatakan pihaknya akan menolak segala pungutan pajak pemerintah Israel yang berlaku pada Mei 2020. Hal ini terjadi karena eskalasi ketegangan Israel-Palestina di kawasan Tepi Barat.
"Sesuai dengan keputusan kepemimpinan nasional untuk menghentikan semua bentuk koordinasi dengan Israel," katanya dalam keterangan resmi dikutip Kamis (4/6/2020).
Seperti diketahui, hubungan fiskal Israel dan Palestina terbilang unik. Kementerian Keuangan Israel ternyata turut mengelola pungutan pajak di wilayah otoritas Palestina atau Palestinian National Authority.
Hasil pungutan pajak yang dikelola oleh Israel tersebut menyumbang setengah dari total anggaran pemerintah Palestina. Kini, koordinasi fiskal diputus setelah Israel memangkas dana bagi hasil pajak kepada pemerintah Palestina.
Kebijakan fiskal pemerintah Israel tersebut dilakukan sebagai aksi balasan. Pasalnya, pemerintah Palestina menggunakan anggaran tersebut untuk membantu keluarga militan yang dipenjara atau terbunuh.
Dilansir Arab News, aksi protes pemerintah Palestina ini disebut sangat berisiko dari sisi kebijakan fiskal. Pemerintah ditaksir akan kehilangan penerimaan sekitar US$190 juta dalam setoran pajak rutin setiap bulan.
Selain menghentikan koordinasi fiskal, Presiden Mahmoud Abbas juga memastikan tidak ada bantuan keamanan bagi Israel untuk membendung gelombang kekerasan di Tepi Barat.
Menurutnya kesepakatan bilateral tidak mencapai titik temu saat Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu melanjutkan aneksasi Tepi Barat untuk pemukiman Yahudi. (rig)