Tampilan awal laporan OECD.
JAKARTA, DDTCNews – Terhitung sejak Desember 2018, telah terjadi kemajuan signifikan pada seluruh agenda pajak internasional yang dicanangkan G20.
Hal ini diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) Jose Angel Guírra saat memberikan laporan kepada para pemimpin negara-negara G20 di Osaka, Jepang pada pekan lalu.
“Agenda tersebut meliputi transparansi pajak, impelementasi Base Erosion and Profit Shifting (BEPS), upaya mengatasi tantangan pajak ekonomi digital, kepastian pajak, dan pembenahan sistem pajak,” ujarnya dalam laporan tersebut, seperti dikutip pada Selasa (2/7/2019).
Terkait dengan transparansi pajak, pada 10 tahun yang lalu, kerahasiaan bank telah disalahgunakan banyak pembayar pajak di seluruh dunia untuk menyembunyikan aset dan pendapatan mereka dari sistem pajak.
Namun, berkat upaya negara-negara OECD, kerahasiaan bank untuk tujuan pajak tidak ada lagi. Saat ini, semua pusat keuangan terlibat dalam pertukaran informasi keuangan secara otomatis melalui Common Reporting Standard (CRS) OECD.
Pada 2008, hanya ada 40 perjanjian pertukaran informasi antaryurisdiksi. Saat ini, sudah ada lebih dari 4.500 perjanjian pertukaran informasi yang berlaku di 90 yurisdiksi yang menerapkan CRS pada 2018. Sudah ada 47 juta offshore accounts – dengan nilai 4,9 triliun euro - telah ditukar untuk pertama kalinya.
Di balik angka yang mengesankan ini, terdapat dampak nyata yang mana banyak negara di dunia berhasil mendapatkan pajak yang telah lama disembunyikan. Pengungkapan aset dilakukan melalui mekanisme kepatuhan sukarela dan investigasi offshore lainnya.
Setidaknya, ada tambahan penerimaan senilai 95 miliar euro dalam bentuk pajak, bunga, dan denda selama 2009 hingga saat ini. Angka tersebut mengalami kenaikan sekitar 2 miliar euro sejak pelaporan akhir OECD pada November 2008. Baca perkembangan automatic exchange of information (AEoI) di sini.
Terkait dengan implementasi BEPS, saat ini telah ada pertukaran 21.000 putusan terkait pajak (tax rulings) yang sebelumnya bersifat rahasia. Dengan demikian, perusahaan tidak dapat lagi menegosiasikan kesepakatan rahasia dengan negara yang mau menyembunyikan pendapatan mereka.
Selain itu, 80 yurisdiksi telah terlibat dalam pertukaran Country-by-Country reports (CbCR) terkait kegiatan, pendapatan, dan aset perusahaan multinasional. Jumlah tersebut naik dari 62 pada tahun lalu. CbCR telah memberikan akses untuk administrasi pajak yang lebih luas dan konsisten.
Selanjutnya, sejak 2015 lebih dari 250 rezim pajak telah ditinjau. Hampir semua rezim yang teridentifikasi berbahaya telah diubah atau dihapuskan. Di seluruh dunia, rezim berbahaya tidak lagi dapat digunakan oleh negara untuk menarik basis pajak dari negara lain dengan hanya menargetkan nonresident dan pendapatan asing
Kemudian, ada instrumen multilateral untuk mengimplementasikan OECD/G20 BEPS Action. Instrumen ini mencakup 88 yurisdiksi dan telah diratifikasi 25 yurisdiksi. Dengan demikian, treaty shopping juga akan segera berakhir.
Terkait dengan upaya mengatasi tantangan pajak yang muncul dari digitalisasi ekonomi, pada Maret 2019, OECD merilis dokumen yang berisi tentang policy notes yang berisi dua pilar yang saling melengkapi. Baca bahasan mengenai dua pilar ini di Indonesia Taxation Quarterly Report (Q1-2019).
Selanjutnya, terkait kepastian pajak dan pembenahan sistem pajak, OECD melalui Inclusive Framework dan Global Forum on Transparency and Exchange of Information terus bekerja sama dengan organisasi internasional lainnya. OECD/UNDP Tax Inspectors Without Borders menjadi kisah sukses karena membantu mengumpulkan US$470 juta tambahan penerimaan pajak negara berkembang hingga saat ini.
“Platform untuk kolaborasi tentang Pajak menyatukan IMF, OECD, PBB dan Bank Dunia untuk memastikan bahwa upaya peningkatan kapasitas terkoordinasi dan koheren,” imbuh Guírra. (MG-nor/kaw)