Ilustrasi.
KAIRO, DDTCNews – Kementerian Keuangan Mesir bergerak maju dengan rencana mengenakan berbagai jenis pajak terhadap iklan media sosial, iklan pencarian, dan platform e-commerce.
Berbagai jenis pajak seperti pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penghasilan (PPh), pajak meterai, dan pajak pembangunan (development tax) akan diberlakukan. Otoritas akan merancang amendemen undang-undang agar bisa mengakomodir pajak tersebut.
“Kementerian butuh waktu sekitar 3 bulan untuk merancang amandeman kebijakan tersebut. Ini mengingat kementerian membutuhkan persetujuan dari kabinet terlebih dulu sebelum membawa beleid tersebut ke parlemen untuk ditinjau dan disepakati,” demikian informasi yang dikutip dalam sebuah laporan, Kamis (4/4/2019).
Melalui berbagai rencana pemajakan tersebut, perusahaan yang menggunakan iklan di platform media sosial termasuk Facebook, Twitter, Instagram, dan iklan pencarian di Google juga diwajibkan untuk membayar bea materai senilai 15%-20%.
Dalam implementasinya, berbagai jenis pajak itu akan dibebankan pada total biaya iklan. Merek dan perusahaan di Mesir wajib membayar bea materai dalam tarif yang sama untuk pembelian iklan cetak per perusahaan.
Namun hingga saat ini belum ada klarifikasi terkait langkah pemerintah untuk bisa mengumpulkan informasi tentang konsumen yang membelanjakan banyak uangnya untuk iklan di platform media sosial. Pasalnya, perusahaan media sosial itu tidak memiliki bentuk fisik di Mesir.
Perusahaan yang beroperasi secara online wajib membayar pajak standar senilai 22,5% atas laba. Sementara, pengusaha individu akan dikenakan pajak pada tingkat marjinal yang diperoleh dari kegiatan jual beli.
Beberapa waktu lalu, pemerintah telah meminta sejumlah platform e-commerce di Mesir untuk mulai menagih PPN sebesar 14% pada produk yang ditawarkan dan menyetorkan pajak tersebut kepada kas negara.
Skema itu telah diimplementasikan pada perusahaan transportasi Uber yang pada Februari 2019 telah sepakat dengan otoritas pajak Mesir untuk menyetor PPN atas operasional perusahaan. Hal serupa juga terjadi pada perusahaan transportasi lainnya seperti Careem yang memiliki kewajiban serupa sejak Maret 2018.