Salah satu masjid di Jerman.
BERLIN, DDTCNews – Pemerintah dan parlemen Jerman mempertimbangkan untuk menerapkan pajak masjid (mosque tax). Kebijakan ini diklaim sebagai upaya untuk membantu masjid agar terlepas dari ketergantungan pada pendanaan asing.
Anggota Parlemen Jerman dari Partai Kristen Demokrat Thorsten Frei mengatakan skema pajak masjid itu akan serupa dengan pungutan yang dibayar umat nasrani gereja pada negara untuk melaksanakan berbagai aktivitas ibadahnya.
“Dengan tidak berlakunya pajak itu, masjid-masjid di Jerman justru bergantung pada donasi. Terlebih, donasi ini menimbulkan kekhawatiran atas potensi timbulnya promosi ideologi fundamentalis yang berpolitik melalui donasi,” paparnya seperti dilansir www.dw.com, Rabu (26/12).
Pemerintah memprediksi ada 4,4 juta hingga 4,7 juta penduduk muslim di Jerman. Meski perhitungan itu didasari jumlah penduduk muslim berdasar keturunan atau tradisi, pajak masjid diklaim bisa cukup bermanfaat bagi masjid itu sendiri dalam hal penyelenggaraan kegiatan.
Di samping itu, beberapa anggota parlemen juga turut sepakat pajak masjid bisa membantu warga muslim di Jerman menjadi lebih mandiri dibandingkan dengan bergantung pada donasi. Karena itu, kini parlemen masih menimbang untuk menerapkannya.
Seyran Ates, seorang pendiri masjid di Berlin mendukung rencana pemerintah untuk menerapkan pajak masjid bagi warga muslim di Jerman. Dengan pajak itu, segala keperluan kegiatan masjid akan mendapatkan dana dari jemaatnya dan diterima kembali oleh jemaatnya.
Skema pemajakan ini telah berlaku di Eropa seperti Austria, Swedia dan Italia dengan skema pajak gereja (church tax) untuk mendanai institusi Katolik maupun Protestan. Kendati begitu, church tax sempat dikritik karena pemerintah pun turut memungutnya. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.