Ilustrasi.
ABUJA, DDTCNews – Pengungkapan 114 perusahaan yang terlibat penipuan lahan secara tersembunyi telah memicu Pemerintah Nigeria untuk melakukan tindakan pencegahannya. Pemerintah Nigeria mengetahui transaksi penipuan tersebut melalui lembaga yang dikenal dengan Abuja Geographical Information System (AGIS). Lembaga tersebut menyatakan bahwa lahan-lahan memang benar dialokasikan untuk 114 perusahaan.
Selanjutnya, 114 perusahaan melakukan transaksi penjualan tanah dengan memberikan harga yang tidak sebenarnya secara diam-diam dan mengalirkan penghasilan ilegal yang diterimanya ke luar Afrika. Akibatnya, Pemerintah Nigerian mengalami kerugian penerimaan pajak sebesar N1,173 miliar dari Januari 2018 hingga Oktober 2018. Pada akhirnya, 114 perusahaan akan ditindaklanjuti oleh otoritas yang berwenang.
Dilansir dari ProQuest, adanya aliran dana ilegal (Illicit Financial Flow/IFF) dalam jumlah besar dari perusahaan-perusahaan yang berlokasi di Nigeria ke luar negeri membuat Pemerintah Nigeria menerapkan tiga cara yang dapat menghambat IFF dalam konteks perpajakan.
Pertama, otoritas pajak telah membuat aturan mengenai transfer pricing. Ketentuan transfer pricing berguna untuk menghambat praktik penyalahgunaan transfer pricing yang dilakukan secara agresif. Penyalahgunaan tersebut dilakukan terhadap kewajaran (arm’s length) harga yang digunakan untuk menentukan harga transfer dalam praktik perdagangan lintas batas yang melibatkan perusahaan multinasional dan perusahaan domestik.
Kedua, Pemerintah Nigeria telah meluncurkan inisiatif Voluntary Asset and Income Declaration Scheme (VAIDS) yang berakhir pada Juni 2018. VAIDS adalah program pengampunan pajak yang bertujuan untuk meningkatkan penghasilan pajak, mengatur status pajak warga negara, dan membawa aset pajak yang disembunyikan oleh wajib pajak Nigeria ke dalam Nigeria untuk ditetapkan dasar pengenaan pajak.
Ketiga, Pemerintah Nigeria telah bekerja sama dengan negara-negara lain untuk melakukan pertukaran informasi. Terbukti dari adanya kerja sama antara Nigeria dan Inggris untuk melakukan pertukaran informasi secara otomatis. Bahkan, Nigeria memperoleh banyak keuntungan akibat pertukaran informasi yang dilakukan dalam bentuk Country-by-Country Reports (CbCR) seperti yang dilakukan negara-negara Uni Eropa.
Keuntungan yang diperoleh Pemerintah Nigeria dikarenakan perusahaan multinasional yang berlokasi di Nigeria wajib mengungkapkan data operasional dan data pajak di masing-masing negara perusahaan multinasional melakukan usaha bisnisnya. Akibatnya, Pemerintah Nigeria dapat menyiapkan sistem pemeriksaan atas strategi perencanaan pajak yang agresif yang dilakukan oleh wajib pajak Nigeria, mengadopsi sistem audit pajak yang berdasarkan target dan berbasis risiko, dan meminta perusahaan multinasional untuk mengurangi besarnya jumlah pajak yang dihindari oleh mereka.
Lebih lanjut, Pemerintah Nigeria telah menandatangani perjanjian multilateral yang menyepakati adanya pembuatan Common Reporting Standard (CRS) untuk dilakukan oleh otoritas yang memiliki kompetensi di masing-masing negara (Multilateral Competent Authority on the Common Reporting Standard). Selanjutnya, pembuatan CRS akan diberlakukan setelah Rancangan Undang-Undang (RUU) Intelijen Keuangan Nigeria menjadi Undang-Undang pada bulan Juli 2019.
Berdasarkan RUU tersebut, Pemerintah Nigeria akan membentuk lembaga otonom dan mandiri yang bertugas mengawasi, mengidentifikasi, dan menghambat arus keuangan yang mencurigakan yang dilakukan lintas batas. Selain itu, lembaga juga bertugas melawan pendanaan kegiatan kriminal, pencucian uang, dan terorisme yang didanai oleh sistem keuangan internasional dan domestik.*