Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah mengenakan bea masuk antidumping (BMAD) atas impor produk nylon film dari China, Thailand, dan Taiwan. Pengenaan BMAD atas impor produk nylon film tersebut diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 21/2025.
BMAD tersebut dikenakan karena ada praktik dumping atas impor produk nylon film dari negara-negara tersebut. Praktik dumping itu merugikan industri dalam negeri. Hal ini sebagaimana hasil penyelidikan dari Komite Anti Dumping Indonesia (KADI).
“Telah ditemukan bukti terjadinya dumping atas impor produk nylon film yang berasal dari Republik Rakyat Tiongkok, Thailand, dan Taiwan, sehingga menyebabkan kerugian bagi industri dalam negeri serta ditemukan hubungan kausal antara dumping dan kerugian yang dialami industri dalam negeri,” bunyi pertimbangan PMK 21/2025, dikutip pada Senin (31/3/2025).
Secara lebih spesifik, BMAD dikenakan terhadap impor produk nylon (poliamida) dalam bentuk film atau foil dengan ketebalan tidak melebihi 0,25 mm yang termasuk dalam pos tarif ex3920.92.10 dan ex3920.92.99.
PMK 21/2025 juga telah memerinci negara asal dan nama perusahaan yang dikenakan BMAD beserta tarif BMAD yang dikenakan. Perincian tersebut tercantum dalam lampiran PMK 21/2025. Adanya BMAD tentu membuat harga impor produk tersebut lebih mahal.
Sebab, BMAD merupakan pungutan tambahan dari bea masuk umum atau bea masuk preferensi (apabila terdapat perjanjian atau kesepakatan internasional). Berdasarkan PMK 21/2025. BMAD atas produk nylon film dari ketiga negara tersebut dikenakan selama 4 tahun.
PMK 21/2025 diundangkan pada 11 Maret 2025 dan berlaku 10 hari kerja setelahnya. Artinya, PMK 21/2025 berlaku efektif mulai 25 Maret 2025. Alhasil, BMAD atas impor produk nylon film asal China, Thailand, dan Taiwan akan berlaku mulai 25 Maret 2025 - 24 Maret 2029.
Secara lebih terperinci, PMK 21/2025 terdiri atas 7 pasal. Berikut perinciannya.
Untuk membaca PMK 21/2025 secara lengkap, Anda dapat mengunduh (download) melalui situs web Perpajakan DDTC. (rig)