Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (Foto: Kemenkeu)
JAKARTA, DDTCNews—Rumitnya mengurus restitusi atau pengembalian pendahuluan kelebihan pajak mungkin adalah masalah yang paling sering dikeluhkan wajib pajak di Indonesia. Waktu maksimal yang diperlukan untuk itu 12 bulan sejak dokumen permohonan diterima dan dinyatakan lengkap.
Masa 12 bulan adalah waktu yang panjang. Iya kalau dokumen permohonanannya sudah dinyatakan lengkap, kalau tidak, tentu bisa lebih dari 12 bulan. Dengan membandingkannya dengan beberapa negara, kita tahu bahwa itu waktu yang sungguh lama.
Sebagian negara ada yang 60 hari atau 180 hari. Biasanya, makin maju negaranya, makin baik restitusinya. Karena itu, dunia internasional juga memotret waktu yang dibutuhkan untuk mencairkan restitusi, dan memasukkannya dalam pemeringkatan Ease of Doing Business.
Sebab, pada dasarnya tidak ada alasan untuk tidak mempercepat restitusi. Ia adalah hak wajib pajak, konsekuensi logis dari sistem PPN yang dianut Indonesia. Justru, makin pendek waktu yang dibutuhkan untuk mencairkan restitusi, makin baik layanan yang diberikan Ditjen Pajak.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati lalu menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 39/PMK.03/2018 pada 12 April 2018. PMK ini merevisi PMK sebelumnya yang mengatur tata cara restitusi dan profil risiko wajib pajak yang mengajukan permohonan restitusi.
PMK ini mencabut dan menyatakan tidak berlaku PMK No.71/PMK.03/2010, Pasal 5 sampai 7 PMK No.72/PMK.03/2010, Pasal 18A PMK No.147/PMK.04/2011, PMK No.74/PMK.03/2012, dan PMK No.198/PMK.03/2013.
Lalu bagaimana PMK 39/2018 itu mengaturnya? Apakah ada ketentuan lain yang masih harus diperhatikan wajib pajak untuk mengajukan permohonan restitusi? Download aturan lengkap restitusi pajak di sini:
Undang-Undang (UU):
Peraturan Pemerintah (PP):
Peraturan Menteri Keuangan (PMK):
Peraturan Direktur Jenderal:
Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal: