Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor. (DJP)
JAKARTA, DDTCNews – Draf revisi Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) banyak beredar di tengah masyarakat dalam beberapa hari terakhir.
Terkait dengan beredarnya draf revisi UU KUP tersebut, DDTCNews mencoba meminta konfirmasi kepada Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor.
“Kami belum dapat menentukan apakah dokumen yang beredar tersebut merupakan dokumen yang akan jadi basis pembahasan dengan DPR,” ujar Neilmaldrin, Rabu (9/6/2021).
Sebelumnya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan Presiden Jokowi telah mengirimkan surat kepada DPR untuk melakukan pembahasan. Hingga saat ini, pemerintah belum secara resmi mempublikasikan draf revisi UU KUP layaknya publikasi draf RUU Cipta Kerja pada tahun lalu.
Dalam materi yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada rapat kerja mengenai pembicaraan pendahuluan RAPBN 2022 dan RKP 2022 dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR, setidaknya ada 4 aspek kebijakan yang akan dijalankan pemerintah.
Pertama, perluasan basis pajak. Salah satu rencana yang masuk dalam aspek ini adalah pengenaan PPN multitarif. Termasuk di dalamnya adalah pengurangan pengecualian atau fasilitas yang mendistorsi sistem PPN, pengenaan tarif PPN lebih rendah untuk barang/jasa tertentu dan tarif lebih tinggi untuk barang mewah, serta pengenaan tarif PPN untuk barang/jasa tertentu.
Selain itu, masih untuk perluasan basis pajak, pemerintah akan menggunakan ketentuan penunjukkan pihak lain untuk memungut PPN, pajak penghasilan (PPh), dan pajak transaksi elektronik (PTE). Kemudian, ada rencana pengenaan carbon/environment tax.
Kedua, keadilan dan kesetaraan. Kebijakan ditempuh dengan penerapan alternative minimum tax yang membuat wajib pajak badan dengan PPh terutang kurang dari batasan tertentu akan dikenai PPh minimum. Selain itu, ada peruban tarif dan bracket PPh orang pribadi. Simak pula ‘Menuju Tarif PPh Orang Pribadi Lebih Progresif’.
Ketiga, program peningkatan kepatuhan wajib pajak. Pemerintah berencana memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk melaporkan atau mengungkapkan secara sukarela atas kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi. Simak ‘Kerek Kepatuhan Pajak, Direncanakan Ada Program Sukarela Ungkap Harta’.
Keempat, penguatan administrasi perpajakan. Dalam aspek ini, rencananya, dimungkinkan menghentikan penuntutan tindak pidana perpajakan dengan pembayaran sanksi administrasi. Hal ini untuk memberi kesempatan kepada wajib pajak untuk pemberhentian proses hukum perpajakan sekaligus sebagai upaya pemulihan pendapatan negara.
Selain itu, masih dalam penguatan administrasi perpajakan, pemerintah akan melakukan kerja sama penagihan pajak dengan negara mitra. Langkah ini ditempuh dengan pelaksanaan bantuan penagihan aktif kepada negara mitra atau permintaan bantuan penagihan pajak kepada mitra secara resiprokal. Simak pula ‘Bantuan Penagihan Pajak Lintas Negara’. (kaw)