JEPANG

Bank Sentral Ingatkan Risiko Resesi Jika Pajak Penjualan Tetap Naik

Redaksi DDTCNews | Kamis, 23 Mei 2019 | 10:25 WIB
Bank Sentral Ingatkan Risiko Resesi Jika Pajak Penjualan Tetap Naik

Yutaka Harada, Anggota Dewan Bank of Japan (BoJ). (foto: Reuters)

JAKARTA, DDTCNews – Bank sentral memperingatkan risiko terjadinya resesi jika rencana kenaikan tarif pajak penjualan (sales tax) tetap dieksekusi pada Oktober 2019.

Yutaka Harada, Anggota Dewan Bank of Japan (BoJ) yang mendukung stimulus mengatakan kenaikan pajak penjualan dapat menggagalkan pemulihan ekonomi Jepang. Apalagi, ekonomi Jepang sudah dirugikan dari sisi ekspor dan output manufaktur yang lesu.

“Dengan menaikkan pajak penjualan ketika ekonomi berada pada titik kritis, Jepang berisiko masuk ke dalam resesi,” katanya dalam konferensi pers setelah bertemu dengan para pemimpin bisnis di Nagasaki, Jepang selatan, seperti dikutip pada Kamis (23/5/2019).

Baca Juga:
Rawan Disalahgunakan Turis, Jepang Pakai Sistem Cashless Tax Refund

Pengeluaran modal dan konsumsi swasta yang masih turun juga akan meningkatkan risiko. Pejabat yang selalu mendukung pelonggaran moneter ini mengatakan kondisi ekonomi yang makin buruk akan membuat pencapaian target inflasi dalam jangka panjang makin sulit.

Perlambatan ekonomi yang menghambat upaya bank sentral untuk menaikkan indeks harga (inflasi), menurutnya, harus diikuti dengan stimulus dari sisi moneter. Hal ini juga mengindikasikan bank sentral sudah kehabisan instrumen yang efektif untuk menopang inflasi.

Pelonggaran kebijakan moneter dilakukan dengan memotong suku bunga acuan, mempercepat laju pencetakan uang, atau berkomitmen untuk mempertahankan kebijakan yang sangart longgar untuk jangka waktu yang lebih lama. Namun, dia menolak gagasan untuk mencetak uang tanpa batas.

Baca Juga:
Naikkan Tarif Pajak Penjualan, PM ini Yakin Dampak ke Inflasi Minim

“Jika pemerintah menerbitkan utang dengan mata uangnya sendiri, itu mungkin tidak default. Namun, melakukan hal itu akan menyebabkan inflasi yang tidak terkendali, sehingga gagasan itu tidak akan berhasil. Pemerintah bisa menaikkan pajak atau memotong pengeluaran, tapi kenyataannya akan sangat sulit dilakukan,” jelasnya, seperti dilansir Business Times.

Pencetakan uang dalam jumlah besar selama bertahun-tahun oleh BOJ telah gagal untuk meningkatkan inflasi dan menghancurkan suku bunga jangka panjang mendekati nol. Hal ini menarik kritik dari lembaga keuangan karena mempersempit margin dan merusak laba mereka.

Namun, Harada menegaskan kebijakan yang sangat longgar dari BOJ telah memberi manfaat. Profitabilitas yang tidak baik dari bank, menurutnya, disebabkan oleh masalah struktural. Ini karena mereka menambah deposito di tengah sepinya peminjam. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Jumat, 26 April 2024 | 17:30 WIB REFORMASI PAJAK

Reformasi Pajak, Menkeu Jamin Komitmen Adopsi Standar Pajak Global

Jumat, 26 April 2024 | 17:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT Jasa Parkir dan Retribusi Parkir?

Jumat, 26 April 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN KEPABEAN

Impor Barang Kiriman? Laporkan Data dengan Benar agar Tak Kena Denda

Jumat, 26 April 2024 | 16:30 WIB PENERIMAAN PAJAK

Setoran PPN-PPnBM Kontraksi 16,1 Persen, Sri Mulyani Bilang Hati-Hati

Jumat, 26 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Ada Usulan Tarif Pajak Kripto untuk Dipangkas, Begini Tanggapan DJP

Jumat, 26 April 2024 | 15:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Sudah Lapor SPT Tapi Tetap Terima STP, Bisa Ajukan Pembatalan Tagihan

Jumat, 26 April 2024 | 14:37 WIB PERATURAN PERPAJAKAN

Juknis Penghapusan Piutang Bea Cukai, Download Aturannya di Sini

Jumat, 26 April 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Indonesia Ingin Jadi Anggota OECD, DJP: Prosesnya Sudah On Track

Jumat, 26 April 2024 | 14:00 WIB KANWIL DJP DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Korporasi Lakukan Tindak Pidana Pajak, Uang Rp 12 Miliar Disita Negara