KAMUS PAJAK

Apa Itu Forensik Digital untuk Kepentingan Perpajakan?

Nora Galuh Candra Asmarani | Rabu, 09 Februari 2022 | 17:30 WIB
Apa Itu Forensik Digital untuk Kepentingan Perpajakan?

PERKEMBANGAN teknologi informasi dan komunikasi membawa perubahan pesat dalam berbagai hal, termasuk proses bisnis wajib pajak. Tercatat makin banyak wajib pajak yang memanfaatkan teknologi sehingga membuat segala aktivitas bisnisnya dapat terdokumentasi secara digital.

Transformasi tersebut membuat upaya pengawasan dan penegakan hukum di bidang perpajakan tidak dapat lagi mengandalkan cara konvensional. Pasalnya, data yang dikelola secara elektronik pada umumnya bersifat rapuh, dapat diubah, mudah rusak, dan mudah hancur akibat penanganan yang tidak tepat.

Untuk itu, Ditjen pajak (DJP) menimbang perlunya forensik digital dalam proses perolehan, pengolahan dan analisis, pelaporan, serta penyimpanan data elektronik. Dalam perkembangannya, sepanjang 2021, DJP mencatat telah menyelesaikan 700 pelaksanaan kegiatan forensik digital.

Baca Juga:
Jika Ini Terjadi, DJP Bisa Minta WP Naikkan Angsuran PPh Pasal 25

Lantas apa itu forensik digital?

Definisi Forensik Digital
FORENSIK menjadi salah satu istilah yang kerap disebutkan dalam berbagai pemberitaan. Maraknya pemberitaan seputar forensik menjadikan istilah tersebut tak lagi asing di telinga masyarakat. Namun, masyarakat umum kerap mengasosiasikan forensik dengan pembedahan mayat dan segala macamnya.

Padahal, lebih luas dari itu, definisi forensik adalah penerapan metode sains untuk membantu proses penyelidikan dalam pencarian barang bukti yang bisa dipresentasikan dalam proses persidangan. Ilmu forensik tersebut terbagi menjadi beberapa kategori salah satunya forensik digital (Sudyana, 2015).

Baca Juga:
Apa Itu Dokumen CK-1 dalam Konteks Percukaian?

Menurut Sudyana forensik digital adalah cabang ilmu forensik dengan penggunaan ilmu dan metode ilmiah dalam mencari dan menemukan barang bukti digital untuk merekonstruksi peristiwa kejahatan yang terjadi dengan tahapan yang terstruktur sehingga dapat diterima dalam pengadilan untuk penegakan hukum.

Secara lebih ringkas, O’Shaughnessy (2001) mendefinisikan forensik digital sebagai ilmu forensik untuk menganalisis barang bukti digital seperti data pada harddisk, dan barang bukti digital lainnya.

Sementara itu, Pande dan Prasad (2016) mengartikan forensik digital sebagai seni memulihkan dan menganalisis konten yang ditemukan pada perangkat digital seperti desktop, notebook/netbook, tablet, smartphone, dan lain lain.

Baca Juga:
DJP Tunjuk 6 PMSE Jadi Pemungut PPN, Mulai dari Amazon Hingga Evernote

Definisi lain diungkapkan Wolfe. Menurutnya, forensik digital adalah rangkaian teknik dan prosedur untuk mengumpulkan bukti dari peralatan komputasi dan berbagai perangkat penyimpanan serta media digital, yang dapat disajikan di pengadilan dalam format yang koheren dan bermakna (Wolfe, 2003).

Forensik digital bertujuan untuk memproses dan menganalisis bukti digital dalam rangka rekonstruksi suatu kejadian/perbuatan pelanggaran hukum dengan cara menghubungkan antara tersangka, korban, lokasi, serta perbuatan melanggar hukum.

Forensik Digital Untuk Kepentingan Perpajakan
Forensik digital untuk kepentingan perpajakan salah satunya diatur dalam Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak No. SE-36/PJ/2017 tentang Pedoman Forensik Digital Untuk Kepentingan Perpajakan.

Baca Juga:
Pembaruan Coretax DJP Masih Tahap Pengujian

Berdasarkan SE tersebut, forensik digital adalah teknik atau cara menangani data elektronik mulai dari kegiatan perolehan, pengolahan, analisis, dan pelaporan serta penyimpanan data elektronik sehingga informasi yang dihasilkan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

Unit yang bertanggung jawab melaksanakan kegiatan forensik digital berada di bawah naungan Direktorat Penegakan Hukum DJP dan Kantor Wilayah DJP. Prosedur kegiatan forensik digital, masih mengacu pada SE Dirjen Pajak No.SE-36/PJ/2017, terdiri atas 4 prosedur.

Pertama, prosedur perolehan data elektronik. Prosedur ini dilakukan untuk mendapatkan data elektronik dengan cara mengakses, mengunduh, menggandakan, dan/atau cara lain agar data elektronik menjadi bukti yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

Baca Juga:
Menggagas Komunikasi Pajak yang Didasari Kesetaraan dan Kemitraan

Kedua, prosedur pengolahan dan analisis data elektronik. Prosedur ini dilakukan dengan mengekstraksi dan memulihkan data elektronik hasil proses imaging (image file) ke dalam bentuk file asli yang terstruktur agar memudahkan proses selanjutnya.

Sementara itu, analisis data elektronik adalah kegiatan melakukan interpretasi data elektronik yang telah dipulihkan ke dalam bentuk yang informatif.

Ketiga, prosedur pelaporan kegiatan forensik digital. Prosedur ini melaporkan seluruh rangkaian kegiatan forensik digital dalam setiap penugasan. Terdapat 2 jenis laporan, yaitu laporan pelaksanaan tugas dan laporan pelaksanaan tugas forensik digital.

Baca Juga:
Coretax DJP, Data Transaksi dan Interaksi Wajib Pajak Terekam

Keempat, prosedur penyimpanan data elektronik. Prosedur penyimpanan data elektronik adalah kegiatan menyimpan data elektronik yang telah didapatkan dalam proses kegiatan forensik digital sebelumnya.

Adapun setiap prosedur forensik digital tersebut terdiri atas berbagai kegiatan yang harus dilakukan. Misalnya, dalam prosedur perolehan data elektronik tenaga forensik digital harus memperlihatkan dokumen penugasan kepada wajib pajak atau pihak yang akan dilakukan kegiatan forensik digital.

Simpulan
INTINYA forensik digital untuk kepentingan perpajakan adalah teknik atau cara menangani data elektronik mulai dari kegiatan perolehan, pengolahan, analisis, dan pelaporan serta penyimpanan data elektronik sehingga informasi yang dihasilkan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

Forensik digital diperlukan untuk mendukung upaya penegakan hukum di bidang perpajakan agar perolehan data elektronik termasuk pengolahan dan analisisnya dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Minggu, 19 Mei 2024 | 12:00 WIB PERATURAN PAJAK

Jika Ini Terjadi, DJP Bisa Minta WP Naikkan Angsuran PPh Pasal 25

Jumat, 17 Mei 2024 | 17:00 WIB KAMUS CUKAI

Apa Itu Dokumen CK-1 dalam Konteks Percukaian?

Jumat, 17 Mei 2024 | 09:52 WIB ADMINISTRASI PAJAK

DJP Tunjuk 6 PMSE Jadi Pemungut PPN, Mulai dari Amazon Hingga Evernote

Kamis, 16 Mei 2024 | 16:23 WIB DITJEN PAJAK

Pembaruan Coretax DJP Masih Tahap Pengujian

BERITA PILIHAN
Minggu, 19 Mei 2024 | 20:20 WIB UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Silaturahmi Alumni FEB (KAFEB) UNS, Darussalam Berbagi Pengalaman

Minggu, 19 Mei 2024 | 18:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Baru Daftar NPWP Orang Pribadi, WP Tak Perlu Lakukan Pemadanan NIK

Minggu, 19 Mei 2024 | 17:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Ajukan Pemanfaatan PPh Final 0 Persen di IKN, Begini Ketentuannya

Minggu, 19 Mei 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

BP2MI Minta Barang Kiriman PMI yang Tertahan Segera Diproses

Minggu, 19 Mei 2024 | 12:00 WIB PERATURAN PAJAK

Jika Ini Terjadi, DJP Bisa Minta WP Naikkan Angsuran PPh Pasal 25

Minggu, 19 Mei 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Penghitungan PPh 21 atas Penarikan Uang Manfaat Pensiun bagi Pegawai