SETIAP negara memiliki keterbatasan sumber daya sehingga memicu timbulnya perdagangan internasional demi pemenuhan kebutuhannya. Kegiatan impor merupakan salah satu implikasi yang tak terelakkan dari adanya perdagangan internasional.
Kegiatan impor akan menimbulkan serangkaian prosedur yang wajib dilaksanakan sehingga barang tersebut dapat diterima konsumen. Setiap negara memiliki kebijakan masing-masing terkait dengan alur perdagangan internasional, termasuk perihal bea masuk atas impor barang kiriman.
Ketentuan impor barang kiriman diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No.199/PMK.010/2019 (PMK 199/2019). Melalui beleid itu, pemerintah mengatur perihal de minimis value threshold atas impor barang kiriman. Lantas, apa itu de minimis value threshold?
Menurut OECD Glossary Tax Term, de minimis merupakan frasa yang digunakan saat ketentuan perpajakan tidak diterapkan sepenuhnya akibat nilai pajak yang terutang dinilai rendah atau tidak melebihi batas ‘nilai minimal’.
Sementara itu, de minimis value threshold dalam kontes bea masuk adalah rezim yang memungkinkan barang yang tidak melebihi nilai ambang batas tertentu dibebaskan dari bea masuk dan pajak serta dari prosedur deklarasi tertentu (OECD, 2019).
Menurut Hufbauer, Lu & Jung (2018) de minimis threshold mengacu pada nilai barang impor yang di bawahnya tidak ada pengenaan pajak dan bea masuk serta pemberitahuan kepabeanannya lebih sederhana.
Hal ini berarti de minimis threshold merupakan nilai yang ditetapkan sebagai batasan yang apabila suatu barang impor nilainya dibawah batas tersebut maka tidak akan terkena pajak dan bea masuk.
Senada, Deyanputri (2020) memandang batasan pembebasan bea masuk sebagai nilai pabean tertentu yang ditetapkan sebagai batasan untuk mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Ringkasnya, de minimis value threshold atau biasa disebut ambang batas pembebasan adalah nilai pabean tertentu yang ditetapkan sebagai batasan untuk mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk dan pajak tertentu sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Di Indonesia, Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) telah menerapkan konsep de minimis value threshold pada barang kiriman dan barang bawaan (baik barang bawaan pribadi penumpang, barang pribadi awak sarana pengangkut, dan barang pribadi pelintas batas).
Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean. Terdapat beragam jenis impor, salah satunya impor barang kiriman. Barang kiriman adalah barang yang dikirim melalui penyelenggara pos sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pos. Simak Apa Itu Barang Kiriman?
Perincian ketentuan mengenai de minimis value threshold impor barang kiriman diatur dalam Pasal 13 ayat (1) PMK 199/2019.
Pasal tersebut menyatakan terhadap barang kiriman untuk dipakai dengan nilai pabean maksimal FOB US$3.00 per penerima barang per kiriman akan diberikan pembebasan bea masuk dan dikecualikan dari pengenaan pajak penghasilan.
Sementara itu, PPN dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) diberlakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal ini berarti PPN dan PPnBM atas barang kiriman diberlakukan secara normal tanpa adanya de minimis.
Selain de minimis FOB US$3.00, PMK 199/2019 juga mengatur batasan (de minimis) barang kiriman berupa barang kena cukai (BKC) yang dapat diberikan pembebasan cukai. Pembebasan cukai tersebut diberikan untuk setiap penerima barang per kiriman dengan jumlah paling banyak: