Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara (kiri). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/foc.
JAKARTA, DDTCNews - Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengatakan penggunaan energi terbarukan bukan merupakan suatu pilihan, tetapi hal yang harus dilakukan pada masa depan.
Suahasil menilai pemakaian energi harus mulai bergeser dari energi yang berbasis fosil menuju energi baru terbarukan dan menjadi langkah pembangunan yang ramah lingkungan. Selain itu, hal ini juga untuk mendukung terwujudnya net zero emission.
“Saya kira hal pertama yang harus dilakukan pemerintah adalah menunjukkan komitmennya pada anggaran negara, yaitu melalui pengurangan subsidi terhadap energi yang berbasis fosil,” katanya, dikutip pada Minggu (3/4/2022).
Suahasil menyampaikan pemerintah terus mendorong pembangunan energi baru terbarukan melalui berbagai instrumen, salah satunya APBN. Untuk itu, pemerintah menuangkan komitmen tersebut melalui anggaran negara baik pada sisi belanja dan pembiayaan.
Wamenkeu menjelaskan Indonesia telah mengurangi alokasi anggaran subsidi energi berbasis fosil selama lima tahun terakhir ini. Meski terdapat volatilitas harga minyak dunia, Indonesia berkomitmen untuk tetap mengurangi alokasi subsidi energi.
“Hal lainnya yang dilakukan pemerintah untuk menunjukkan komitmennya terhadap pembangunan energi terbarukan adalah climate budget tagging yang ada pada APBN,” tuturnya.
Menurut Suahasil, sistem penandaan anggaran perubahan iklim merupakan upaya untuk mendukung pengelolaan anggaran perubahan iklim sehingga lebih terukur.
Dia menambahkan sistem tersebut juga mampu melacak alokasi anggaran mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, serta menyajikan data kegiatan, output, dan besaran anggaran yang dialokasikan pemerintah.
“Dalam lima tahun terakhir, kami menemukan hanya 34% dari kebutuhan pendanaan Indonesia yang dapat dialokasikan oleh anggaran negara (melalui climate budget tagging). Jadi, kami mendorong juga partisipasi swasta,” ujarnya.
Selain itu, lanjut wamenkeu, pemerintah menunjukkan komitmen terhadap penanganan perubahan iklim melalui green financing.
Menurutnya, Indonesia adalah negara pertama yang menerbitkan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Hijau atau green sukuk. Green sukuk ini telah diterbitkan sejak tahun 2018, dan dinilai sangat sesuai dengan konsep pembiayaan hijau.
Green sukuk juga terkait erat dengan taksonomi hijau yang diluncurkan Presiden pada awal tahun ini. Taksonomi hijau mengklasifikasikan aktivitas ekonomi untuk mendukung upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.
Tujuan strategis dari taksonomi hijau adalah untuk mendorong inovasi penciptaan produk, proyek, inisiatif hijau sesuai dengan standar pemerintah.
“Peran pemerintah selanjutnya menyediakan platform. Sangat penting menyediakan platform yang tidak hanya menyediakan ruang bagi anggaran negara menjadi katalis, tetapi juga supaya anggaran negara itu dapat mengkatalisasi dan mengundang partisipasi swasta,” tutur Suahasil. (rig)