Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
JAKARTA, DDTCNews – Setoran penerimaan pajak yang masih tertekan menjadi alasan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerbitkan beleid baru terkait perkiraan defisit dan tambahan pembiayaan defisit APBN 2019.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.144/2019 akan digunakan oleh otoritas untuk menjaga stabilitas hingga akhir tahun. Pasalnya, penerimaan pajak yang tertekan merupakan imbas langsung dari pelemahan ekonomi global.
“Kalau lihat kegiatan dunia usaha itu, terutama pada Kanwil-Kanwil Ditjen Pajak (DJP) yang kita pantau, sebagian besar cukup signifikan mengalami tekanan,” katanya di Kantor Kemenkeu, Rabu (23/10/2019).
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menyatakan penerimaan pajak yang tertekan berimbas pada berkurangnya jumlah pembayaran pajak yang dilakukan setiap bulan. Hal tersebut menjadi kewaspadaan yang harus direspons otoritas fiskal.
Oleh karena itu, PMK 144/2019 dirilis untuk menambal kinerja penerimaan yang tidak optimal tahun ini. Dalam beleid tersebut, tambahan pembiayaan berasal dari tiga pos. Pertama, Saldo Anggaran Lebih (SAL) yang merupakan akumulasi neto dari Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) dan Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran (SiKPA) tahun-tahun anggaran yang lalu.
Kedua, penarikan pinjaman tunai. Ketiga, penerbitan surat berharga negara (SBN). Untuk kedua sumber pembiayaan ini, Kemenkeu akan menyerahkan tanggung jawab pada Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR).
“Ini saya sampaikan bahwa desain APBN 2019 defisit awal 1,84% dari PDB. Dengan adanya lingkungan makroekonomi yang mengalami tekanan maka defisit bisa lebih lebar, tanpa menimbulkan masalah kepercayaan terhadap APBN,” ungkapnya.
Sebagai informasi, realisasi penerimaan pajak selama Januari—Agustus 2019 tercatat senilai Rp801,16 triliun atau 50,78% dari target APBN 2019 senilai Rp1.577,5 triliun. Realisasi itu sekaligus mencatat pertumbuhan 0,21% (year on year/yoy).
Pertumbuhan tercatat melambat signifikan dibandingkan dengan realisasi periode yang sama tahun lalu sebesar 16,52%. Selain itu, pertumbuhan itu juga tercatat makin lambat dibandingkan realisasi periode Januari—Juli 2019 sebesar 2,68%. (kaw)