BERITA PAJAK HARI INI

Sri Mulyani Sebut Rencana Kenaikan Tarif PPN Akan Dibahas

Redaksi DDTCNews | Rabu, 05 Mei 2021 | 08:16 WIB
Sri Mulyani Sebut Rencana Kenaikan Tarif PPN Akan Dibahas

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) akan dibahas pemerintah bersama DPR. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (5/5/2021).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan rencana kenaikan tarif PPN dari saat ini sebesar 10% merupakan salah satu opsi untuk meningkatkan penerimaan negara. Namun, hingga saat ini, Sri Mulyani belum menjelaskan secara detail terkait dengan rencana tersebut.

“[Kenaikan] tarif PPN akan dibahas dalam undang-undang ke depan," katanya dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional 2021, Selasa (4/5/2021).

Baca Juga:
WP Lunasi Pajak dan Dendanya, Penyidikan Tindak Pidana Dihentikan

Dalam UU PPN yang berlaku saat ini, tarif PPN dapat diturunkan melalui peraturan pemerintah (PP) menjadi 5% atau dinaikkan paling tinggi menjadi 15%. Kenaikan atau penurunan tarif harus disampaikan pemerintah kepada DPR dalam pembahasan RAPBN.

Selain mengenai rencana kenaikan tarif PPN, ada pula bahasan tentang penambahan jumlah perusahaan yang ditunjuk dirjen pajak sebagai pemungut PPN produk digital. Kemudian, masih ada pula bahasan tentang pelaporan SPT Tahunan PPh.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Baca Juga:
DPR Ini Usulkan Insentif Pajak untuk Toko yang Beri Diskon ke Lansia
  • Strategi Amankan Penerimaan

Menteri Keuangan Sri Mulyani memaparkan sejumlah strategi untuk mengejar target penerimaan perpajakan sekitar Rp1.499,3 triliun hingga Rp1.528,7 triliun pada 2022. Salah satunya dengan melanjutkan langkah-langkah transformasi perpajakan agar makin sehat, adil, dan kompetitif.

Terdapat beberapa langkah dalam mereformasi perpajakan, antara lain melalui inovasi penggalian potensi pajak untuk meningkatkan tax ratio, memperluas basis perpajakan, serta memperbarui sistem perpajakan yang sejalan dengan struktur perekonomian.

Khusus pada poin perluasan basis perpajakan, opsi-opsi yang dipertimbangkan di antaranya seperti optimalisasi penerimaan pajak dari sektor e-commerce, menaikkan tarif PPN, dan pengenaan cukai pada kantong plastik. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

Baca Juga:
Sengketa Koreksi DPP PPN atas Jasa Pengangkutan Pupuk
  • Pertimbangan Aspek Lain

Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun mengatakan hingga saat ini belum ada pembicaraan yang dilakukan antara DPR dan pemerintah terkait dengan salah satu rencana kebijakan pada bidang pajak tersebut.

Namun demikian, menanggapi rencana tersebut, Misbakhun mengatakan kenaikan tarif PPN bukanlah satu-satunya opsi yang bisa diambil pemerintah untuk meningkatkan penerimaan dan mengembalikan defisit anggaran ke level di bawah 3% terhadap produk domestik bruto (PDB).

Bila pemerintah tetap ingin menaikkan tarif PPN, ada beberapa aspek lain yang perlu dipertimbangkan. Beberapa di antaranya terkait dengan dampak terhadap makroekonomi secara umum, daya beli masyarakat, sektor ritel, dan pertumbuhan ekonomi. (DDTCNews)

Baca Juga:
Cetak Kartu NPWP Tak Perlu ke Kantor Pajak, Begini Caranya
  • Pemungut PPN Produk Digital

Dirjen pajak kembali menunjuk 8 perusahaan yang memenuhi kriteria sebagai pemungut PPN produk digital. Dengan penunjukan ini maka sejak 1 Mei 2021 para pelaku usaha tersebut mulai memungut PPN atas produk dan layanan digital yang mereka jual kepada konsumen di Indonesia.

Adapun 8 perusahaan yang dimaksud adalah Epic Games International S.à r.l., Bertrange, Root Branch; Expedia Lodging Partner Services Sàrl; Hotels.com, L.P.; BEX Travel Asia Pte Ltd; Travelscape, LLC; TeamViewer Germany GmbH; Scribd, Inc.; dan Nexway Sasu.

DJP menegaskan kembali tarif PPN yang harus dibayar pelanggan adalah 10% dari harga sebelum pajak. Dengan penambahan 8 perusahaan maka jumlah total pemungut PPN PMSE yang telah ditunjuk dirjen pajak menjadi 65 badan usaha. (DDTCNews)

Baca Juga:
Jelang Lebaran, DJP Tegaskan Pegawainya Tidak Boleh Terima Gratifikasi
  • 95,3% SPT Disampaikan Secara Elektronik

Ditjen Pajak (DJP) mencatat hingga 30 April 2021, sebanyak 12,48 juta wajib pajak telah melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Pelaporan terdiri atas 872.995 SPT badan dan 11,61 juta SPT orang pribadi. Adapun jumlah pelaporan SPT tersebut mengalami kenaikan 13,3% jika dibandingkan dengan kinerja pada periode yang sama tahun lalu.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 11,89 juta SPT atau sekitar 95,3% dilaporkan secara elektronik melalui e-filing, e-form, e-SPT. Pelaporan SPT secara elektronik itu tumbuh 11,7% dibandingkan dengan performa pada periode yang sama tahun lalu 10,65 juta SPT. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

  • Pemeriksaaan Ulang

Inspektur Jenderal (Irjen) Kemenkeu Sumiyati menyampaikan kasus dugaan penerimaan hadiah atau suap dalam proses pemeriksaan pajak merupakan perilaku yang tidak dapat ditoleransi. Menurutnya, kasus tersebut sangat disesali karena masih terjadi saat Kemenkeu melakukan perbaikan tata kelola organisasi dan pelayanan.

Baca Juga:
Mau Pembetulan SPT Menyangkut Harta 5 Tahun Terakhir, Apakah Bisa?

Terhadap wajib pajak yang terlibat dalam kasus dugaan pemberian hadiah atau janji terkait dengan pemeriksaan pajak pada 2016 dan 2017, sambungnya, akan dilakukan pemeriksaan ulang. Proses pemeriksaan ulang dilakukan sebagai upaya melihat potensi penerimaan pajak yang belum disetor ke kas negara. Simak ‘Soal Kasus Dugaan Suap Pajak, Ini Pesan Irjen Kemenkeu’. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

  • Tarif Bunga

Tarif bunga per bulan yang menjadi dasar penghitungan sanksi administrasi berupa bunga dan pemberian imbalan bunga periode 1 Mei–31 Mei 2021 dipatok lebih rendah dari tarif bunga bulan lalu.

Penetapan tarif bunga per bulan oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal Febrio Nathan Kacaribu atas nama Menteri Keuangan tersebut diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 25/KM.10/2021. Beleid ini diteken pada 26 April 2021. Baca ‘Simak, Perincian Tarif Bunga Sanksi Administrasi Pajak Mei 2021’. (DDTCNews) (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

06 Mei 2021 | 12:21 WIB

Rencana ini memerlukan pertimbangan yang matang dan komprehensif. Pasalnya, dikhawatirkan kenaikan tarif PPN ini justru akan membuat blunder di tengah masa pemulihan ekonomi saat ini, mengingat daya beli masyarakat juga masih rendah, yang malah akan memberikan dampak negatif kepada konsumsi rumah tangga atau memicu inflasi. Alangkah lebih baik, jika pemerintah terus mengoptimalkan penerimaan pajak e-commerce atau mengevaluasi insentif pajak yang telah diberikan.

05 Mei 2021 | 22:12 WIB

Rencana kenaikan tarif PPN ini perlu memperhatikan pula saran dan masukan dari masyarakat karena seluruh sektor dapat dikatakan terdampak dan mengalami kesulitan di masa pandemi ini, sehingga perlu dipertimbangkan dampak dari adanya penambahan tax burden ini ke masyarakat.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 29 Maret 2024 | 13:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

WP Lunasi Pajak dan Dendanya, Penyidikan Tindak Pidana Dihentikan

Jumat, 29 Maret 2024 | 10:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Koreksi DPP PPN atas Jasa Pengangkutan Pupuk

Jumat, 29 Maret 2024 | 08:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Cetak Kartu NPWP Tak Perlu ke Kantor Pajak, Begini Caranya

BERITA PILIHAN
Jumat, 29 Maret 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Beli Rumah Sangat Mewah di KEK Pariwisata Bebas PPh, Perlu SKB?

Jumat, 29 Maret 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jumlah Pemudik Melonjak Tahun ini, Jokowi Minta Warga Mudik Lebih Awal

Jumat, 29 Maret 2024 | 14:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Pengajuan Perubahan Kode KLU Wajib Pajak Bisa Online, Begini Caranya

Jumat, 29 Maret 2024 | 13:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu Pajak Air Tanah dalam UU HKPD?

Jumat, 29 Maret 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Perlakuan PPh atas Imbalan Sehubungan Pencapaian Syarat Tertentu

Jumat, 29 Maret 2024 | 10:30 WIB PERMENKOP UKM 2/2024

Disusun, Pedoman Soal Jasa Akuntan Publik dan KAP dalam Audit Koperasi