Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Perubahan Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), yang dimuat dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), mengatur ketentuan hukuman pidana denda tidak akan dapat digantikan atau disubsider dengan pidana kurungan.
Melalui Pasal 44C UU KUP yang telah diubah dengan UU HPP, opsi subsider dihapus untuk memaksimalkan pemulihan kerugian pada pendapatan negara melalui pembayaran denda. Simak ‘Diatur dalam UU HPP, Pidana Denda Tidak Dapat Diganti Kurungan’.
“Dalam UU HPP, opsi subsider dengan kurungan dihapus dengan tujuan untuk memaksimalkan pemulihan kerugian pada pendapatan negara melalui pembayaran pidana denda," tulis Kementerian Keuangan pada Laporan APBN Kita Edisi Oktober 2021, dikutip pada Jumat (29/10/2021).
Nantinya, pidana denda dapat dipenuhi secara sukarela oleh terpidana melalui pembayaran atau lewat penyitaan dan pelelangan aset milik terpidana.
Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 44C ayat (2) UU KUP yang telah diubah dengan UU HPP, bila terpidana tidak membayar denda paling lama 1 bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, jaksa melakukan penyitaan dan pelalangan terhadap harta terpidana.
Bila aset terpidana yang telah disita tidak mencukupi untuk melunasi pidana denda yang dijatuhkan, terpidana akan dikenai pidana penjara dengan jangka waktu tidak lebih dari pidana penjara yang telah diputus.
Berdasarkan pada catatan Kementerian Keuangan, selama ini denda yang dapat dieksekusi atau dibayar terpidana tergolong sangat kecil dibandingkan nilai kerugian negara. Hal ini timbul akibat adanya opsi untuk menggantikan pidana denda dengan kurungan.
Ditjen Pajak (DJP) mencatat 80.6% terpidana tindak pidana pajak memilih untuk menjalani kurungan subsider ketimbang harus membayar pajak yang kurang bayar sekaligus dendanya. Akibatnya, kerugian negara yang berhasil dipulihkan dari tindak pidana pajak hanya sebesar 0,05% dari putusan pengadilan. (kaw)