TAX CORNER IAI

Soal Pengenaan Pajak Digital, Ada 3 Opsi yang Jadi Sorotan Dunia

Nora Galuh Candra Asmarani | Jumat, 30 Oktober 2020 | 19:07 WIB
Soal Pengenaan Pajak Digital, Ada 3 Opsi yang Jadi Sorotan Dunia

Kepala Seksi Pertukaran Informasi I Direktorat Perpajakan Internasional DJP Arnaldo Purba saat memaparkan materi dalam Tax Corner bertajuk Perkembangan Terkini Pemajakan Internasional atas Ekonomi Digital. (tangkapan layar Youtube)

JAKARTA, DDTCNews – Digitalisasi memicu perubahan mendasar dalam semua aspek bisnis secara pesat. Digitalisasi pada gilirannya mendorong transformasi dalam strategi pajak perusahaan. Namun, perubahan tersebut masih sulit diimbangi dengan perubahan regulasi pajak internasional.

Kepala Seksi Pertukaran Informasi I Direktorat Perpajakan Internasional DJP Arnaldo Purba mengatakan hal tersebut dalam Tax Corner bertajuk Perkembangan Terkini Pemajakan Internasional atas Ekonomi Digital. Menurutnya, digitalisasi menimbulkan tantangan dari sisi regulasi pemajakan.

“Misalnya, secara umum P3B mencerminkan konsep tradisional pemajakan yang mensyaratkan kehadiran fisik. Hal tersebut membuat pajak atas keuntungan usaha baru bisa diterapkan jika suatu perusahaan memiliki bentuk usaha tetap (BUT) pada suatu negara,” ungkap Arnaldo, Jumat (30/10/2020)

Baca Juga:
Cashback Jadi Objek Pajak Penghasilan? Begini Ketentuannya

Berdasarkan P3B yang ada saat ini, sambungnya, kehadiran pasar (market) dan pengguna (user) tidak cukup untuk mengatakan suatu bisnis memiliki usaha di suatu negara tempatnya beroperasi. Kelemahan tersebut pada akhirnya memicu peluang praktik base erosion and profit shifting (BEPS).

Praktik BEPS sangat merugikan negara berkembang, termasuk Indonesia. Pasalnya, mayoritas negara berkembang bergantung pada penerimaan pajak penghasilan (PPh) badan. Arnaldo memaparkan terdapat 3 opsi yang tengah menjadi bahasan dan sorotan dunia untuk menjawab tantangan pajak akibat digitalisasi ekonomi.

Pertama, unified approach. Setelah mendapatkan mandat dari G20, sambungnya, OECD pada 2013 berupaya mengidentifikasi tantangan pengenaan pajak pada ekonomi digital. Hasil identifikasi tersebut dituangkan dalam BEPS Action 1- Addressing the Tax Challenges of the Digital Economy.

Baca Juga:
Jelang Lebaran, DJP Tegaskan Pegawainya Tidak Boleh Terima Gratifikasi

Pembahasan tersebut terus berlanjut melalui OECD/G20 Inclusive Framework on BEPS yang pada akhirnya mengusulkan unified approach. Dalam kesempatan itu, Arnaldo menjelaskan mengenai Amount A yang diusulkan dalam unified approach yang mencakup prinsip pajak baru.

Arnaldo menjabarkan terdapat 2 cakupan aktivitas bisnis dalam Amount A, yaitu automated digital services (ADS) dan consumer facing business (CFB). Kemudian, ambang batas pendapatan yang digunakan adalah pendapatan secara global dan lokal, tetapi angkanya belum diputuskan.

Selanjutnya, instrumen yang digunakan dalam unified approach adalah multilateral convention. Sementara itu, basis pajak yang digunakan berdasarkan pada laporan keuangan konsolidasi grup dari perusahaan multinasional.

Baca Juga:
Mau Pembetulan SPT Menyangkut Harta 5 Tahun Terakhir, Apakah Bisa?

Kedua, unilateral measure. Opsi ini merupakan tindakan sepihak yang ditempuh suatu negara untuk mengatasi tantangan ekonomi digital dengan undang-undang domestiknya sendiri. Cakupan unilateral measure umumnya hanya menyasar ADS.

Kemudian, ambang batas pendapatan yang digunakan adalah pendapatan secara global dan lokal. Selanjutnya, instrumen yang digunakan berupa unilateral. Basis pajak yang digunakan adalah local revenue atau penghasilan yang diterima hanya dari negara bersangkutan.

Ketiga, treaty modification. Dasar pemikiran dari opsi ketiga ini adalah mengubah pasal terkait dalam P3B sehingga kehadiran ekonomi digital bisa dipajaki oleh negara sumber. Opsi ketiga ini mulai dirintis oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) atau United Nation (UN)

Baca Juga:
Jika Batalkan 2 Pilar OECD, UN Tax Convention Tak Akan Disahkan Eropa

UN melalui The United Nations Department of Economic and Social Affairs (UN DESA) membentuk UN Committee Approach on Tax Consequences of Digitalize Economic Issue. Komite ini bekerja secara independen untuk menambahkan satu pasal baru yaitu pasal 12B dalam UN Model Tax Convention.

Adapun acara ini diselenggarakan secara daring melalui platform Zoom Meeting. Selain Arnaldo, acara ini juga menghadirkan Partner Tax Research and Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji. Simak artikel ‘Ternyata Penerapan PPN Ekonomi Digital Masih Menyisakan Tantangan’. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 28 Maret 2024 | 16:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Cashback Jadi Objek Pajak Penghasilan? Begini Ketentuannya

Kamis, 28 Maret 2024 | 14:42 WIB PELAPORAN SPT TAHUNAN

Mau Pembetulan SPT Menyangkut Harta 5 Tahun Terakhir, Apakah Bisa?

BERITA PILIHAN