Menteri Keuangan Sri Mulyani mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi XI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (26/8/2020). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/aww.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah dan Komisi XI DPR akhirnya menyepakati perubahan dalam 6 klaster revisi Undang-Undang (UU) Bea Meterai. RUU telah disepakati dalam pembahasan tingkat I dan akan dibawa pada pembahasan tingkat II dalam sidang paripurna DPR.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan perubahan 6 klaster dalam RUU Bea Meterai tersebut akan lebih memberikan kepastian hukum bagi masyarakat. Menurutnya, revisi itu telah disusun berdasarkan perubahan zaman dan sesuai kebutuhan masyarakat saat ini.
“Ada hal-hal yang sangat penting di dalam perubahan undang-undang tersebut, yang sebetulnya sudah 34 tahun belum pernah direvisi, yaitu adanya penyetaraan pemajakan atas dokumen," katanya dalam rapat bersama Komisi XI DPR RI, Kamis (3/9/2020).
Sri Mulyani mengatakan klaster pertama yang disepakati memuat perluasan definisi dokumen objek bea meterai yang meliputi dokumen dalam bentuk kertas dan elektronik. Selain itu, ada penambahan objek berupa dokumen lelang dan dokumen transaksi surat berharga.
Sri Mulyani menyebut penambahan objek bea meterai tersebut sesuai kemajuan zaman. Dengan demikian, negara bisa memberikan persamaan perlakuan untuk dokumen kertas dan nonkertas.
Klaster kedua memuat perubahan tarif bea meterai menjadi tunggal senilai Rp10.000, dari yang sebelumnya Rp3.000 dan Rp6.000.
Dia memastikan RUU Bea Meterai ini tetap memihak usaha kecil dan menengah karena tidak perlu membayar bea meterai untuk dokumen bernilai di bawah atau sama dengan Rp5 juta. Pada ketentuan yang lama, dokumen di atas Rp1 juta wajib membayar bea meterai.
Klaster ketiga memuat pengaturan saat terutang yang diperinci per jenis dokumen. Sementara klaster keempat berisi subjek bea meterai terbaru yang mengatur perincian pihak terutang berdasarkan jenis dokumen.
"Ini diharapkan bisa memberikan kepastian hukum," katanya.
Klaster kelima memuat ketentuan pembayaran bea meterai dengan menggunakan bea meterai elektronik yang sesuai perkembangan teknologi. Menurut Sri Mulyani, pengaturan tersebut juga akan memberikan kepastian hukum bagi dokumen-dokumen elektronik.
Klaster keenam berisi sanksi atas ketidakpatuhan membayar bea meterai. Sri Mulyani menyebut Panja menyepakati ada sanksi berupa administratif maupun pidana terhadap ketidakpatuhan dan keterlambatan pemenuhan kewajiban pembayaran bea meterai.
Menurutnya, sanksi juga dijatuhkan terhadap pelaku pengedaran atau penggunaan meterai palsu dan meterai bekas pakai. "Sanksi pidana ini untuk meminimalkan dan mencegah tindakan pidana di bidang perpajakan," ujarnya. (kaw)