Kepala KKP Pratama Jakarta Mampang Prapatan Iwan Setyasmoko. (Foto: Mwi/DDTCNews)
JAKARTA, DDTCNews – Pengawasan berbasis kewilayahan menjadi fokus Ditjen Pajak (DJP) mulai awal tahun ini. Strategi ini menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan basis pajak yang pada akhirnya berpengaruh positif pada penerimaan negara.
Sayangnya, adanya pandemi Covid-19 membuat ruang pelaksanaan kegiatan tatap muka dengan wajib pajak cenderung terbatas. Namun, upaya pengenalan dan penguasaan wilayah nyatanya tetap bisa dijalankan Kepala KKP Pratama Jakarta Mampang Prapatan.
KPP ini menjalin komunikasi yang baik dengan berbagai unsur musyawarah pimpinan daerah. Untuk mengetahui lebih lanjut terkait langkah tersebut, DDTCNews berkesempatan mewawancarai Kepala KKP Pratama Jakarta Mampang Prapatan, Iwan Setyasmoko. Petikannya.
Bagaimana kinerja KPP Mampang Prapatan tahun lalu?
Tahun lalu, kami memberi fasilitas untuk WP [wajib pajak] kawasan berikat. WP-nya terletak di Morowali. Dengan demikian, [potensi penerimaan] Rp2,5 triliun tidak dipungut. Jadi, kami harus ada effort lebih. Ini bukan nominal yang mudah [didapat] untuk KPP Pratama. Pada 2016, pencapaian kita 99% [dari target], 2017 itu 106%, lalu 2018 mencapai 110%. Karena ada fasilitas, pada 2019 terjadi pengurangan.
Di situlah ujian kami. Kami dorong anak-anak berikhtiar. Alhamdulillah, Tuhan memberikan jalan. Tahun lalu, bisa mencapai 76% dari target senilai Rp6 triliun. Kami tetap berusaha terus dan menciptakan kondisi yang happy. Kami kelola WP lapisan dua dan tiga. Awalnya, kami simulasikan pada 2019 hanya bisa mencapai 54% dari target, tapi Alhamdulillah bisa 76%.
Sektor apa yang menjadi penyokong penerimaan?
Kurang lebih sama seperti nasional, yakni manufaktur dan perdagangan. Manufaktur itu yang tadi, kebanyakan di Morowali. Namun, kita sadar cakupan utama kami adalah wilayah Kemang dan Mampang. Jadi, tetap WP yang berlokasi di sinilah yang kami kelola. Di sini paling banyak adalah perdagangan.
Alhamdulillah, pada masa Covid-19, perdagangan masih tumbuh. Di beberapa tempat agak melandai, tetapi di kami masih ada sedikit pertumbuhan. Ya kita tahu Kemang itu secara kesejahteraan memang lebih bagus. Kalau usaha mereka terkendala, masih mampu shifting dari konvensional ke online dengan cepat. Dari situ, alhamdulillah, [sektor usaha perdagangan] juga hidup.
Jadi, KLU [klasifikasi lapangan usaha] perdagangan ini bisa menciptakan geliat yang baik. Di Kemang ini banyak pemukiman dan rumah mewah sehingga membuat sektor perdagangan juga terbantu. Teman-teman, pegawai KPP Pratama Mampang Prapatan, sangat mengenal wilayahnya.
Bagaimana Anda mengenal wilayah dengan baik?
Kami berkomunikasi dengan unsur musyawarah pimpinan daerah (Muspida) di kecamatan dan kelurahan. Kita ada grup WA [Whatsapp] sehingga kalau ada ekonomi baru, mereka feeding ke kami. Misalnya ada kos baru, mereka feeding ke kami. Dengan ini, kami bisa mudah menyiasati WP yang berubah usaha dari offline ke online. Kami bisa tahu. Itu bisa kami dapat dengan cepat.
Untuk lebih mengenal profil WP dan potensi ekonomi, kami juga punya tim kecil pencari data. Dengan demikian, kami bisa tahu ada apa lagi yang berubah di Kemang ini, misalnya. Ini dari tim kecil dulu. Teman-teman pegawai KPP Pratama Mampang Prapatan saya wajibkan setiap pekan untuk melakukan bedah profil wajib pajak. Saya juga membawakan bedah profil. Jadi, tidak hanya staf.
Semua pegawai saya wajibkan terlibat, termasuk kepala seksi. Mereka membawakan apa yang ada di wilayahnya. Misalnya, setiap AR [account representative] punya WP 100, itu dibagi layer-nya dan harus habis dibahas setahun. Kalau dari informasi ternyata berhasil mengimbau WP dengan karakteristik tertentu untuk tertib administrasi perpajakan, nanti waskon tinggal mirroring saja. Jadi, inisiatif ini sangat mempermudah pekerjaan kami.
Bagaimana tingkat kepatuhan WP di wilayah KPP Mampang Prapatan?
Tahun lalu, kita mampu mencapai target kepatuhan formal sebesar 100%. Targetnya sendiri adalah 95%, khususnya untuk SPT [surat pemberitahuan] tahunan PPh OP nonkaryawan dan badan. Jadi yang ditargetkan adalah WP yang aktif melaporkan SPT. WP yang nonefektif tidak wajib lapor dan tidak masuk target kepatuhan.
Walaupun nonefektif, mereka punya kewajiban perpajakan karena sebenarnya masih memiliki penghasilan. Kami harap juga mereka secara sukarela melapor. Bukan berarti WP itu terabaikan. Semua WP yang terdaftar diharapkan patuh melaporkan.
Langkah apa yang telah dilakukan KPP Mampang Prapatan di tengah pandemi ini?
Kalau dari kami di level KPP, alhamudlillah, yang kami kerjakan masih berjalan lancar. Hal ini karena ada hubungan antara kami dengan Muspida. Selain itu, penguasaan wilayah kami sudah baik. Hanya memang kendalanya adalah dari sisi pelayanan. Kebetulan karakteristik WP di sini sudah cukup baik sehingga masalah-masalah di sini bisa cepat tertangani. Mudah-mudahan masalah dalam aspek pelayanan ini bisa segera diatasi.
Di tengah pandemi, kami berikan banyak kemudahan lewat aplikasi Jampang. Itu kalau mau ambil nomor antrean ya pakai Jampang saja. Semua WP bisa pakai aplikasi itu. Semua kemudahan sudah kami berikan. Apalagi, sekarang kan kita harus mengangkat UMKM dan mereka juga sibuk. Jadi, jangan sampai kami merepotkan mereka.
Apa itu Jampang?
Jampang ini adalah akronim dari KPP Pratama Jakarta Mampang Prapatan. Kami punya ikon Si Jampang sebagai personalisasi dari KPP Pratama Mampang Prapatan. Ide Jampang ini pertama kali muncul 2016 sampai 2017 ketika ngobrol bareng. Dari situlah muncul akronim Jampang. Akronim Jampang ini berlanjut lagi dengan ide untuk membuat jargon “Jampang Terus Bergerak” dan akhirnya muncul juga jargon “Never Stop Doing Better”.
Ikon Si Jampang yang memakai peci bertuliskan angka 100% bukanlah tanpa tujuan. Angka tersebut merupakan sebuah doa yang selalu kami panjatkan dan secara real icon Jampang memang selalu ada di setiap aspek kegiatan kami. Kami buat ikon Jampang bisa selalu dilihat oleh para pegawai setiap waktu sebagai penyemangat kerja kami.
Bagaimana animo pemanfaatan insentif, terutama bagi UMKM?
Untuk sementara, tercatat ada 200 WP UMKM. Kalau dilihat dari total WP UMKM, memang yang memanfaatkan ini [insentif] kecil. Kalau WP UMKM sudah melakukan usaha dan ada kewajiban PP 23/2018, mereka kita imbau untuk memakai fasilitas ini. Namun, tidak sedikit dari UMKM yang usahanya berhenti karena Covid-19.
Artinya, kalau kita lihat di PP 23/2018, apabila dalam 1 bulan WP UMKM tidak ada penghasilan maka PPh finalnya tidak ada. Kalau memang dia tidak ada penghasilan maka tidak ada PPh final. Namun, bagi mereka yang masih eksis dan berpenghasilan, kita dorong untuk memanfaatkan fasilitas PMK 44/2020 [saat ini diganti dengan PMK 86/2020]. Namun, lagi-lagi, semuanya kembali kepada WP untuk memanfaatkan.
Rata-rata yang memanfaatkan adalah mereka yang terdampak Covid-19 tetapi usahanya masih berjalan. UMKM di sini ribuan. Industri rumahan masih banyak yang eksis. Semua informasi fasilitas fiskal sudah kami sebarluaskan. Kami lakukan sosialisasi online, terutama untuk PPh final UMKM. Sejauh ini banyak yang memanfaatkan bila dibandingkan dengan masa-masa awal. Namun, kalau dibandingkan total UMKM memang masih sedikit.
Apakah sudah ada perubahan setelah pengawasan berbasis kewilayahan diluncurkan?
Dengan tim kecil yang tadi saya sebutkan, itu [pengawasan berbasis kewilayahan] sebenarnya sudah mulai tapi sekarang disempurnakan dengan SE-07/PJ/2020. Kami buat tim kecil, setiap pekan kumpul dan bahas untuk update pengetahuan. Memang di era Covid-19 ini, kami belum bisa tatap muka dengan WP. Namun, dari data itu tadi, kami bisa tahu karena dekat dengan Muspida.
Dengan adanya Covid-19, pendataan kami mulai lagi. Kami lihat KLU [klasifikasi lapangan usaha]-nya. Kami temukan ternyata ada perdagangan dan klinik yang masih terus hidup. Kami jaga komunikasinya agar potensi pajaknya tidak hilang. Agar DJP lebih baik, pendataan terus menerus harus dilakukan. Kami harus mengenali penuh wajib pajak agar trust-nya lebih kuat. Kalau kepercayaan terjalin, pengawasan kewilayahan juga enak.
Kalau merujuk SE, pekerjaan KPP Pratama tampak semakin banyak. Bagaimana Anda mengalokasikan SDM agar hasilnya maksimal?
Pengawasan berbasis kewilayahan ini memang hal yang baru. Kami pernah mau mencoba sendiri tapi memang tidak sedetail itu. Kami sudah pernah coba membagi AR hingga per RW. Kami juga akan bekerja sama lagi dengan Muspida itu. Kalau bisa nanti akan sampai ke tingkat RT. Dengan ini, pengawasan berbasis kewilayahan bisa berjalan.
Repotnya adalah yang tadi, kami harus menggali hingga WP hingga layer dua, tiga, dan empat. Makanya, kami melakukan bedah profil WP. Memang dengan sistem kerja baru ini, nantinya AR harus bekerja makin keras. Dari sini, mungkin bisa terlihat seberapa banyak jumlah SDM yang dibutuhkan oleh masing-masing KPP Pratama.
Kalau kami hanya butuh 100 tetapi kami ada surplus SDM sedangkan KPP Pratama tetangga kekurangan, bisa saja nanti beberapa pegawainya digeser ke sana. Kalau ternyata masih kewalahan, ya bisa saja nanti KPP-nya dibagi 2. Intinya memang pola kerja kita harus berubah.
Bagaimana pembagiannya?
Untuk sementara, kami sudah merancang per AR rata-rata dua RW. Namun, ada beberapa AR yang cuma satu RW karena sentra bisnis. Kita juga sesuaikan dengan jumlah SDM kita. Dengan SDM kami yang berjumlah 30 maka untuk pengawasan berbasis kewilayahan kami harus membagi satu Kecamatan Mampang Prapatan yang memiliki 50 RW ini.
Ini harus kami gambar dulu. Kami lihat peta kepadatan dan peta potensi ekonominya lalu dibagi. Jadi, memang sekarang secara rata-rata, setiap AR bertanggung jawab atas dua RW. Kami harus siap dan nantinya pasti akan dievaluasi terus-menerus.
Bagaimana dengan implementasi compliance risk management (CRM)?
Sistem itu membuat pemilihan dan pelayanan WP di KPP menjadi semakin fokus dan semakin pas. Ini membantu teman teman semua. Dengan CRM, pelayanan dan pengawasan semakin terarah dan terkontrol melalui parameter yang jelas. Namun, tetap saja, CRM ini perlu didukung penguasaan wilayah.
Kalau dulu kami harus kemana-mana, sekarang kita lebih fokus dan mengena strateginya. Kami juga bisa membuat perencanaan target penerimaan pajak dengan strategi yang lebih baik. CRM membantu fungsi pengawasan berbasis kewilayahan sehingga kami dapat menggali dan memetakan potensi wajib pajak di setiap wilayah.
Apa rencana KPP Mampang Prapatan pada 2021, terlebih ada sejumlah tantangan seperti turunnya tarif PPh badan?
Kuncinya adalah ekstensifikasi. Kami sosialisasi dan lakukan pendekatan dengan pihak lain. Contohnya, kami coba tanya ke Badan Pusat Statistik (BPS) terkait kondisi ekonomi Mampang. Kemudian ke Muspida juga. Lalu WP yang kemarin seharusnya terdaftar, mulai kami dekati. Harus istikamah. Kami terus cari WP baru yang memang seharusnya terdaftar.
Kami harus kenali wilayah. Kami terus berkomunikasi dengan Muspida. Ini akan semakin kami giatkan. Sosialisasi dan CSR juga digencarkan agar WP semakin mengenal kami. Strategi yang berjalan pada 2020 akan dilanjutkan pada 2021. Basis kami adalah penguatan potensi pajak, bukan semata-mata menambah WP. Membangkitkan potensi kewilayahan untuk peningkatan kinerja penerimaan. Itulah kunci ke depan. (Kaw/Bsi)