Ilustrasi.
Â
JAKARTA, DDTCNews - Pengalokasian wajib pajak nonstrategis oleh kantor pelayanan pajak (KPP) kepada pegawai KPP yang menjalankan fungsi pengawasan dilaksanakan berbasis pada kewilayahan.
Kepala KPP Pratama membagi wilayah kerja KPP menjadi beberapa zona pengawasan. Setiap zona tersebut dialokasikan dan menjadi wilayah kerja seksi pengawasan yang bertugas mengawasi wajib pajak nonstrategis.
"Batas zona pengawasan minimal mengikuti batas wilayah administrasi pemerintahan, seperti wilayah kota/kabupaten, wilayah kecamatan, atau wilayah kelurahan/desa," bunyi Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-05/PJ/2022, dikutip pada Senin (13/5/2024).
Bila zona pengawasan merupakan bagian dari kelurahan atau desa, pembagian zona pengawasan minimal harus mengikuti batas alam ataupun batas buatan manusia yang bersifat permanen seperti jalan atau sungai.
Seluruh wilayah kerja KPP Pratama harus terbagi habis menjadi zona pengawasan. Zona-zona tersebut nantinya menjadi tanggung jawab masing-masing pegawai KPP yang melaksanakan fungsi pengawasan.
Dalam melaksanakan pembagian zona pengawasan, kepala KPP dapat menentukan zona pengawasan prioritas yang diawasi oleh satu seksi pengawasan.
Perlu dicatat, pembagian zona pengawasan dalam rangka pelaksanaan pengawasan berbasis kewilayahan tidak semata-mata bertujuan untuk memeratakan penerimaan antarpegawai. "Suatu wilayah terutama yang memiliki potensi ekonomi tinggi seyogyanya tidak harus dibagi-bagi dengan tujuan pemerataan penerimaan," bunyi SE-05/PJ/2022.
Setelah pengalokasian zona pengawasan selesai dilakukan, KPP melanjutkan dengan mengalokasikan wajib pajak nonstrategis yang sudah ber-NPWP kepada masing-masing pegawai KPP sesuai dengan zona pengawasannya.
"Wajib pajak yang telah memiliki NPWP harus dilakukan assignment wajib pajak kepada masing-masing pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi pengawasan/tim pengawasan perpajakan terhadap wajib pajak lainnya sesuai dengan zona pengawasannya," bunyi SE-05/PJ/2022.
Untuk wajib pajak yang terekam dalam geotagging, pengalokasian wajib pajak dilakukan berdasarkan daftar nominatif point of interest. Bila wajib pajak tidak terekam dalam data geotagging, pengalokasian dilakukan berdasarkan identifikasi alamat pada masterfile wajib pajak.
Bila wajib pajak tidak dapat dialokasikan berdasarkan daftar nominatif point of interest ataupun masterfile, pengalokasian wajib pajak tetap dilakukan berdasarkan pertimbangan kepala KPP untuk dilakukan tagging baru pemutakhiran alamat. (sap)