Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara.
PEREKONOMIAN Indonesia hingga kuartal III/2019 hanya tumbuh 5,04%. Di tengah lesunya ekonomi global, bahkan ada beberapa negara yang menuju resesi, pertumbuhan ekonomi Indonesia itu dinilai cukup baik oleh pemerintah. Dalam situasi ini, bagaimana respons kebijakan fiskal yang akan dijalankan?
InsideTax (majalah perpajakan bagian dari DDTCNews) berkesempatan mewawancarai Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara belum lama ini untuk mengetahui respons dan arah kebijakan fiskal ke depan. Pembahasan mengenai peningkatan kualitas sumber daya manusia mendominasi wawancara tersebut. Berikut kutipannya:
Seperti apa kebijakan fiskal Indonesia untuk merespons bayang-bayang resesi di berbagai negara?
Secara umum kebijakan fiskal yang efektif apabila mampu merespons dinamika secara tepat sesuai siklus perekonomian sehingga dapat menjaga keseimbangan makro. Dalam konteks terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi maka pemerintah perlu melakukan counter cyclical dengan menempuh kebijakan ekspansif untuk menstimulasi perekonomian. Pada 2020, kebijakan yang ditempuh pemerintah tetap ekspansif terarah dan terukur dengan defisit 1,76% PDB [produk domestik bruto].
Untuk mendukung kebijakan counter cyclical, instrumen fiskal yang digunakan dapat melalui sisi pendapatan, belanja, maupun pembiayaan. Dari sisi pendapatan dilakukan dengan memberi insentif fiskal–seperti tax holiday, tax allowance, dan super deduction–serta penetapan tarif layanan PNBP yang mempertimbangkan daya beli dan keberlanjutan usaha.
Sementara, pada sisi belanja, pemerintah mendorong penguatan spending better yang esensinya mendorong penguatan value for money, efisiensi nonprioritas, penggunaan skema KPBU [kerja sama pemerintah dan badan usaha], serta sinergi antar K/L [kementerian/lembaga] dan antar program untuk meningkatkan efektifitas belanja. Adapun pada sisi pembiayaan, pemerintah terus melakukan pendalaman pasar domestik dan mendorong pembiayaan inovatif dan kreatif.
Apa maksud fiskal ekspansif yang terarah dan terukur?
Makna terarah adalah bahwa kebijakan fiskal lebih fokus untuk menjawab tantangan untuk penguatan kualitas SDM [sumber daya manusia], infrastuktur pendukung transformasi ekonomi, penguatan program perlindungan sosial untuk antisipasi aging population dan penguatan investasi dan ekspor.
Sementara, makna terukur adalah bahwa dalam menstimulasi perekonomian tetap senantiasa mengendalikan risiko dalam batas aman. Hal ini dilakukan dengan mengendalikan defisit dan rasio utang serta mendorong keseimbangan primer menuju positif.
Untuk penguatan kualitas SDM, apakah hal itu yang juga menjadi pesan utama Presiden Jokowi saat menunjuk Anda sebagai Wakil Menteri Keuangan RI?
Presiden memiliki perhatian yang besar pada pembangunan sumber daya manusia sebagaimana tercantum pula pada visi Presiden dan Wakil Presiden 2019-2024. Sumber daya manusia merupakan komponen utama dalam pembangunan dan ekonomi sebuah negara. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi maka Indonesia membutuhkan sumber daya manusia yang produktif dan inovatif.
Jadi, tidak hanya dari segi jumlah penduduknya yang besar tetapi diharapkan Indonesia juga memiliki sumber daya manusia yang berkualitas, kompetitif, dan kreatif. Hal ini diperlukan untuk menciptakan aktivitas ekonomi baru dan memberikan nilai tambah yang besar dalam perekonomian. Sejalan dengan hal tersebut maka arah kebijakan fiskal 2020 yang merupakan fondasi atau titik tumpu menuju Indonesia Maju 2045 adalah mendorong APBN untuk akselerasi daya saing melalui inovasi dan penguatan kualitas SDM.
Ada momentum bonus demografi yang akan dialami Indonesia..
Benar, Indonesia memiliki potensi demografi yang besar, yaitu tenaga kerja melimpah, potensi pasar yang besar, serta struktur populasi yang akan didominasi usia produktif yang tinggal di perkotaan. Namun, kualitas sumber daya manusia masih belum optimal. Hal ini terlihat dari pertama, struktur tenaga kerja saat ini masih didominasi tenaga kerja berpendidikan rendah, yaitu sekitar 60% dengan pendidikan SMP ke bawah.
Kedua, Human Capital Index (HCI)–untuk mengukur produktivitas tenaga kerja di masa depan–Indonesia sebesar 0,53, masih di bawah rata-rata negara kawasan (0,57). Skor PISA Indonesia–tes untuk menguji kualitas SDM–masih relatif rendah di bawah Vietnam.
Apa yang akan menjadi respons pemerintah terhadap momentum bonus demografi?
Pertama, memanfaatkan momentum bonus demografi untuk melakukan reformasi fiskal baik pada perpajakan, PNBP, belanja maupun pembiayaan. Dengan harapan, pengelolaan fiskal semakin sehat dan berkelanjutan yang terefleksi pendapatan negara semakin meningkat, belanja semakin produktif dan berkualitas, serta primary balance positif, defisit, dan rasio utang terkendali dalam batas aman.
Kedua, mendorong SDM yang sehat, produktif, cerdas, inovatif, terampil dan sejahtera, sehingga kedepan dapat mewujudkan SDM unggul yang berdaya saing. Ketiga, mendorong efektivitas program perlindungan sosial dan mempersiapkan program perlindungan sosial yang andal, selaras dengan profil demografi, serta untuk antisipasi aging population.
Keempat, akselerasi pembangunan infrastruktur untuk mendukung transformasi ekonomi, sehingga dapat segera keluar dari middle income trap. Kelima, reformasi birokrasi sebagai bagian dari reformasi institusional serta antisipasi ketidakpastian.
Bagaimana dari sisi kebijakan fiskal terkait dengan penciptaan lapangan kerja?
Secara umum instrumen fiskal untuk penciptaan lapangan kerja dilakukan melalui dukungan fiskal pada sisi pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Ada pemberian fasilitas perpajakan, seperti tax holiday, tax allowance, dan super deduction. Pemberian fasilitas investment allowance bagi industri padat karya diharapkan dapat mendorong penciptaan lapangan kerja melalui investasi yang menyerap banyak tenaga kerja. Selain itu, ada pula insentif penurunan tarif pajak bagi UKM yang menjadi salah satu tulang punggung ekonomi domestik.
Adakah best practice negara lain yang diadopsi?
Dari berbagai referensi dan best practice di beberapa negara telah memberi pembelajaran bagi kita bahwa insentif fiskal akan efektif apabila memenuhi aspek tepat sasaran (targeted), tepat waktunya atau momentumnya (timely), dan bersifat sementara untuk trigger menuju kondisi normal (temporary). Secara umum Insentif pajak untuk kegiatan pendidikan dan pelatihan pada sebenarnya sudah lama diperkenalkan di Eropa.
Sebagai contoh di Austria, perusahaan start-up dan masih baru mendapatkan manfaat yang cukup signifikan karena pada awal operasi laba yang didapatkan cenderung masih kecil. Pemberian insentif pajak tersebut dapat mendorong agar mereka berinvestasi lebih besar lagi pada kegiatan pendidikan dan pengembangan.
Simak wawancara Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara selengkapnya dalam majalah InsideTax edisi ke-41. Download majalah InsideTax di sini. (kaw)