Pertanyaan:
PERKENALKAN nama saya Rifka. Saya adalah seorang pegawai swasta yang tinggal di Surabaya. Selain mendapatkan gaji sebagai karyawan, saya juga memperoleh penghasilan berupa bunga dari peer-to-peer (P2P) lending sebagai seorang lender atau pemberi pinjaman.
Baru-baru ini, saya menyadari bahwa bunga yang saya terima telah dipotong dengan pajak penghasilan (PPh) Pasal 23. Pertanyaan saya, apakah saya memiliki kewajiban perpajakan sebagai seorang lender? Jika ya, bagaimana ketentuannya?
Jawaban:
TERIMA kasih Ibu Rifka atas pertanyaannya. Mengacu pada Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan No. 69 Tahun 2022 tentang Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial (PMK 69/2022), bunga yang diterima atau diperoleh lender melalui P2P lending menjadi objek PPh.
Dalam konteks ini, lender dapat dikenakan satu dari jenis pemotongan PPh berikut. Jika lender merupakan wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT), bunga yang diterima atau diperoleh lender akan dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15%.
Sementara itu, jika lender merupakan wajib pajak luar negeri selain BUT, penghasilan berupa bunga yang diterima atau diperoleh lender akan dipotong dengan PPh Pasal 26. Adapun besaran tarif PPh Pasal 26 yang berlaku ialah sebesar 20% atau sesuai dengan ketentuan dalam persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B).
Selanjutnya, penyelenggara P2P lending akan memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 23/26 kepada setiap lender, menyetorkan PPh kepada negara, dan melaporkan surat pemberitahuan (SPT) masa PPh. Meski demikian, lender memiliki kewajiban perpajakannya sendiri terkait bunga yang diterima atau diperoleh melalui P2P lending yang perlu dituntaskan.
Berdasarkan pada Pasal 3 ayat (1) PMK 69/2022, lender wajib melaporkan penghasilan bunga dalam SPT tahunan menggunakan form 1770SS, 1770S, atau 1770. Penghasilan bunga dilaporkan dalam SPT Tahunan pada kategori ‘Penghasilan Neto Dalam Negeri Lainnya’.
Jumlah yang dilaporkan adalah total penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun pajak. Dalam penghitungan perpajakannya, penghasilan bunga akan diakumulasikan dengan jenis penghasilan umum lainnya.
Berikutnya, akumulasi penghasilan tersebut akan disesuaikan dengan biaya pengurang (personal exemption) dan dikenakan tarif PPh progresif. Tidak ketinggalan, lender juga perlu memasukkan kredit PPh Pasal 23 yang telah dibayarkan sesuai dengan bukti potong yang telah diterima dari penyelenggara P2P lending.
Apabila setelah hasil penghitungan diketahui lender mengalami kurang bayar, lender wajib menyetorkan pajak yang masih terutang. Sebaliknya, jika mengalami lebih bayar maka lender dapat mengajukan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
Tidak hanya itu, lender juga diimbau untuk melaporkan harta berupa investasi P2P lending dalam SPT tahunan. Lender dapat melaporkan aset tersebut dalam SPT tahunan bagian ‘Daftar Harta Pada Akhir Tahun’. Demikian jawaban yang dapat kami sampaikan. Semoga bermanfaat.
Sebagai informasi, artikel Konsultasi UU HPP akan hadir setiap Selasa guna menjawab pertanyaan terkait UU HPP beserta peraturan turunannya yang diajukan ke email [email protected]. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan langsung mengirimkannya ke alamat email tersebut.