ANALISIS PAJAK

Self-Directed Learning sebagai Pilar Profesi Konsultan Pajak Masa Kini

Redaksi DDTCNews
Senin, 04 Agustus 2025 | 10.43 WIB
Self-Directed Learning sebagai Pilar Profesi Konsultan Pajak Masa Kini
Fahriza Khairinisa,
Senior Human Capital Generalist DDTC

KOMPLEKSITAS ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan dinamika regulasi yang pesat menuntut konsultan pajak untuk terus belajar.

Semangat belajar mandiri atau self-directed learning (selanjutnya disebut dengan SDL) kerap digaungkan sebagai bagian dari budaya profesional. Namun, sejauh mana semangat ini benar-benar hidup dalam keseharian kita?

Sebagai tax intermediary, konsultan pajak memikul tanggung jawab ganda, yaitu memahami regulasi dengan akurat sekaligus merespons perubahan kebijakan yang dinamis (Darussalam et al., 2024).

Menariknya, meski kebutuhan akan kompetensi profesional sangat tinggi, proses pembelajaran tidak sepenuhnya bergantung pada pelatihan formal. Yeo (2008) mencatat bahwa 80% pembelajaran terjadi melalui praktik harian yang dikelola secara mandiri.

Di sinilah pentingnya SDL, yaitu kemampuan individu untuk secara aktif mengelola proses belajarnya sendiri, dari menetapkan tujuan, mengidentifikasi kebutuhan belajar, hingga mengevaluasi capaian pembelajaran (Lemmetty & Collin, 2020). Ini bukan sekadar 'belajar sendiri', tetapi tentang inisiatif, otonomi, dan tanggung jawab atas pengembangan diri.

Kemampuan ini menjadi makin relevan ketika kita menyadari bahwa keberhasilan organisasi dalam berinovasi dan bersaing di lingkungan bisnis yang berubah cepat sangat bergantung pada pembelajaran berkelanjutan dari para pegawainya (Smith et al., 2007; Davis & Daley, 2008). Dengan kata lain, belajar mandiri bukan hanya kebutuhan personal, tetapi juga fondasi bagi keberlanjutan perusahaan.

Tantangan yang Ada

Mendorong budaya SDL di dunia kerja, khususnya di bidang perpajakan, tidak lepas dari sejumlah tantangan.

Pertama, keterbatasan sarana pendidikan pajak (Darussalam et al., 2024). Materi pembelajaran perpajakan yang mendalam, terstruktur, dan mudah diakses masih tergolong terbatas sehingga menyulitkan pembelajar mandiri dalam menyusun rencana belajar yang relevan dengan praktik lapangan.

Kedua, budaya belajar yang masih mengandalkan top-down (Herbert, 2025). Pembelajaran terkadang masih bergantung pada pelatihan yang disediakan tempat kerja atau arahan dari atasan sehingga kurangnya inisiatif proaktif untuk berkembang.

Studi dari OECD bertajuk Trends in Adult Learning (2025) mencatat bahwa kurangnya fleksibilitas dalam mode pembelajaran dapat menjadi hambatan dalam proses belajar. Hal ini dinilai dapat menghambat tumbuhnya SDL di tempat kerja.

Ketiga, keterbatasan waktu dan beban kerja yang tinggi. Studi dari OECD (2025) juga menyebutkan keterbatasan waktu sebagai hambatan utama pegawai dalam proses belajar.

Profesi konsultan pajak memiliki ritme kerja yang cepat dengan tenggat waktu ketat. Dalam kondisi ini, aktivitas belajar mandiri kerap kalah prioritas dibandingkan dengan pekerjaan rutin.

Keempat, kurangnya pengakuan terhadap upaya belajar mandiri. Pembelajaran secara informal kerap belum dilihat sebagai bagian dari peningkatan kompetensi. Padahal, penguatan positif seperti apresiasi, pengakuan, atau reward dapat mendorong motivasi untuk terus belajar mandiri (Baber et al., 2023). Praktik seperti ini mencerminkan SDL sebagai elemen penting dalam pengembangan diri yang berkelanjutan.

Menilik Upaya Nyata Menumbuhkan Budaya SDL

Membangun budaya SDL di tempat kerja bukanlah hal yang mustahil. Beberapa perusahaan telah menciptakan semangat belajar sejak tahap onboarding, misalnya dengan menanamkan pembelajaran sebagai nilai inti perusahaan, memberikan pelatihan wajib yang relevan, serta menyediakan sesi coaching dari pegawai senior dan rekan sejawat.

Selama perjalanan kerja, budaya ini diperkuat melalui ekosistem pembelajaran yang terintegrasi, seperti pemberian learning credit tahunan, sesi sharing-knowledge, hingga akses ke berbagai platform digital. Hasil proses belajar mandiri pun diakui melalui sistem penilaian kinerja.

Secara teori, SDL tumbuh ketika individu merasa memiliki otonomi dalam belajar, melihat relevansi langsung antara pembelajaran dan pekerjaan, serta berada dalam lingkungan yang mendukung (Rana et al., 2016; Hutasuhut et al., 2021).

Kemudian, Lombardozzi (2021) dan Sengupta (2021) juga menekankan pentingnya peran atasan dan rekan kerja dalam menciptakan iklim psikologis yang aman dan terbuka, di mana inisiatif belajar dihargai dan difasilitasi.

Jika teori dan praktik ini dikontekstualisasikan dalam profesi konsultan pajak, ada beberapa pendekatan nyata yang dapat dilakukan. Pertama, membangun learning climate yang memantik rasa ingin tahu.

Kedua, memberi kebebasan dalam memilih jalur pengembangan diri, seperti riset, publikasi, pelatihan, atau proyek kolaboratif. Ketiga, mengakui dan menghargai inisiatif belajar mandiri secara konkret melalui sistem appraisal, pemberian sertifikasi internal, atau pelibatan dalam proyek strategis yang berdampak langsung pada pengembangan layanan perusahaan.

Menumbuhkan SDL sebagai Fondasi

Profesi konsultan pajak memegang peran strategis dalam menjembatani kepentingan wajib pajak dan otoritas. Lebih dari sekadar pemberi jasa, konsultan pajak turut membentuk sistem perpajakan yang lebih sehat dan berimbang.

Dalam konteks tersebut, profesi ini kerap disebut sebagai officium nobile, sebuah profesi mulia yang bekerja bukan hanya demi keuntungan semata, tetapi juga demi kepentingan publik yang lebih luas (Darussalam et al., 2024).

Namun, ketersediaan talenta yang benar-benar siap menghadapi dinamika tersebut masih menjadi tantangan. Sementara kebutuhan pasar terus meningkat, kesiapan individu seringkali tidak sejalan dengan laju perubahan.

Di tengah kondisi ini, SDL bukan lagi sekadar opsi, melainkan sebuah keharusan. Sebagai fondasi utama, SDL memastikan kualitas kompetensi tetap terjaga, bahkan di tengah perubahan yang berlangsung begitu cepat.

Berbagai upaya untuk menumbuhkan SDL di tempat kerja perlu dilihat bukan hanya sebagai inisiatif pengembangan individu, tetapi sebagai investasi jangka panjang bagi keberlanjutan profesi ini sendiri. Karena pada akhirnya, sistem perpajakan yang adil dan berfungsi hanya mungkin terwujud jika para profesional di baliknya terus bertumbuh dengan kesadaran dan komitmen dari diri sendiri. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.