Ilustrasi. Kantor Pusat DJP.
JAKARTA, DDTCNews – Realisasi pengembalian pembayaran atau restitusi pajak sepanjang semester I/2021 tercatat tumbuh 15,87% secara tahunan. Kinerja tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (27/7/2021).
Realisasi restitusi dipercepat mengalami pertumbuhan hingga 29%. Restitusi yang bersumber dari upaya hukum tercatat tumbuh 28,78%. Sementara itu, restitusi normal tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 5,65%.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor mengatakan pertumbuhan restitusi yang cukup signifikan pada paruh pertama ini tidak terlepas dari meningkatnya aktivitas impor.
"Restitusi dipercepat, terutama PPN (pajak pertambahan nilai), meningkat dikarenakan aktivitas impor yg meningkat tumbuh 2 digit sejak Februari 2021. PPN impor merupakan kredit pajak di bulan berikutnya sehingga restitusi juga naik," katanya.
Menurut Neilmaldrin, pertumbuhan realisasi nilai restitusi normal relatif tinggi. Hal ini dikarenakan adanya Surat Pemberitahuan (SPT) lebih bayar tahun pajak 2019 yang disampaikan pada April 2020 dan baru diperiksa pada April 2021. Pengembalian kelebihan pembayaran baru terjadi pada Mei 2021.
Selain mengenai realisasi restitusi pajak, ada pula bahasan terkait dengan tanggapan pelaku usaha tentang upaya penguatan pengawasan yang dilakukan DJP melalui penggunaan aplikasi berbasis data analisis.
Berdasarkan pada jenis pajak, realisasi restitusi PPN dalam negeri (DN) hingga semester I/2021 tercatat Rp74,1 triliun atau naik 9% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu, realisasi restitusi PPh badan mencapai Rp31,3 triliun atau naik 31%.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengatakan lonjakan restitusi PPh badan terjadi karena wajib pajak banyak yang lebih bayar pada tahun lalu. Neilmaldrin mengatakan hal itu juga mengindikasikan banyak wajib pajak rugi.
“Pertumbuhan restitusi PPh badan didominasi oleh pertumbuhan restitusi normal tahun pajak 2019 yang jatuh tempo pada bulan Mei 2021,” ujarnya. (Kontan/DDTCNews)
Ketua Komite Perpajakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Siddhi Widyaprathama mendukung upaya yang dilakukan DJP dalam memperkuat proses bisnis, termasuk dalam urusan pengawasan pajak. Namun, otoritas wajib menggunakan alat pengawasan baru berdasarkan pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Oleh karena itu, DJP perlu mengantisipasi potensi terjadinya penyalahgunaan kewenangan. Menurutnya, kapasitas yang makin meningkat juga akan diikuti munculnya tantangan penjagaan integritas.
"[Upaya meningkatkan kapasitas] sepanjang dilakukan sesuai dengan UU yang berlaku dan tidak abuse of authority," imbuhnya. Simak ‘DJP Perkuat Pengawasan Pajak Pakai Aplikasi, Ini Respons Pelaku Usaha’. (DDTCNews)
Direktur Teknologi Informasi dan Komunikasi DJP Iwan Djuniardi menyatakan dalam roadmap-nya, aplikasi M-Pajak akan menyuguhkan berbagai informasi dan layanan sesuai dengan kebutuhan wajib pajak. Apalagi, M-Pajak akan menjadi authenticator.
“Nanti bisa di-push notification untuk mengingatkan misalkan Anda punya SKP (Surat Ketetapan Pajak) tuh, bayar. Itu lebih personal,” ujar Iwan. Simak ‘Aplikasi M-Pajak, DJP Sebut Informasi dan Layanan Bakal Lebih Personal’. (DDTCNews)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan masih ada ruang pemberian insentif di bawah tarif pajak minimum global yang telah disepakati 15%. Namun, pemberian insentif tidak akan mungkin berupa tarif pajak 0%.
Sri Mulyani mengatakan adanya aturan carve-out 5% memberi ruang bagi negara-negara yang masih membutuhkan insentif pajak sebagai sarana menarik investasi. Pemberian insentif bisa berupa tarif pajak hingga 5% di atas tarif pajak minimum.
“Ini untuk negara-negara yang masih mau memberikan insentif perpajakan, tapi yang jelas tidak mungkin memberikan fasilitas perpajakan 0%,” ujar Sri Mulyani. (Kontan/DDTCNews)
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan Konfirmasi Status Wajib Pajak (KSWP) perlu diperkuat untuk mengoptimalkan penerimaan negara. KSWP memiliki peran dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak, meningkatkan validitas database perpajakan, dan meningkatkan sinergi antar K/L dan pemda.
Jumlah pemda yang wajib mengimplementasikan KSWP atas layanan publik tertentu mencapai 542 pemda. Dari total tersebut, terdapat 478 pemda yang memiliki akses Portal Ex-1 ataupun web service yang digunakan untuk pelaksanaan KSWP.
Meski begitu, berdasarkan pada hasil pengawasan, terdapat 413 pemda yang telah benar-benar menerapkan KSWP. Melalui KSWP, DJP berharap angka kepatuhan wajib pajak Indonesia dapat terus meningkat ke depannya. (DDTCNews) (kaw)