Tampilan depan Working Paper.Â
JAKARTA, DDTCNews – Indonesia menduduki posisi paling bawah se-Asean dalam pengenaan cukai. Tidak mengherankan jika Indonesia masih tergolong negara yang extremely narrow coverage dalam pengenaan cukai.
Hingga saat ini, Indonesia hanya mempunyai tiga jenis barang kena cukai, yakni etil alkohol (EA), minuman mengandung etil alkohol (MMEA), dan hasil tembakau (HT). Jumlah ini berada di bawah rata-rata negara Asean sebanyak 11 barang kena cukai.
Meskipun sebagai instrumen untuk mengendalikan eksternalitas negatif dari konsumsi barang tertentu, kenyataannya cukai juga menjadi salah satu tumpuan penerimaan negara. Kontribusi cukai periode 2007—2017 mencapai 7,41% dari total penerimaan negara atau sekitar 70%—80% dari total penerimaan yang menjadi tanggung jawab Ditjen Bea dan Cukai (DJBC).
Melihat kondisi ini, apakah upaya ekstensifikasi mendesak untuk dilakukan? Mengkaji fenomena ini, DDTC meluncurkan Working Paper bertajuk ‘Komparasi Objek Cukai secara Global dan Pelajaran bagi Indonesia’ yang disusun oleh B. Bawono Kristiaji dan Dea Yustisia.
Dimulai dengan pembahasan konsep cukai, Working Paper ini menyuguhkan definisi dan desain cukai secara umum. Selanjutnya, ada pembahasan pola dan tren kebijakan cukai di berbagai negara, baik dalam konsep definisi, proporsi penerimaan, hingga kategorisasi objek kena cukai.
Working Paper ini menyuguhkan setidaknya 6 kategori objek kena cukai secara global. Keenam kategori ini meliputi cukai terkait kesehatan, lingkungan, barang mewah, barang berbahaya, hiburan, serta produk barang dan jasa spesifik.
Selanjutnya, tren secara global itu akan dibandingkan dengan kondisi yang terjadi di domestik. Pada akhirnya, melihat terbatasnya objek kena cukai di Tanah Air, Working Paper ini menyuguhkan analisis mengenai ekstensifikasi cukai bagi Indonesia.
Secara spesifik, Working Paper ini menyuguhkan komparasi dengan negara-negara di Asean. Setidaknya ada beberapa komoditas yang sudah mulai banyak diterapkan di Asean, tapi belum ada di Indonesia. Komoditas itu meliputi kendaraan mobil dan motor, bahan bakar, minuman berpemanis, dan plastik.
Pemerintah sendiri sebenarnya sudah berencana mengenakan cukai pada plastik. Bahkan, dalam APBN 2019, pemerintah sudah memasukkan estimasi cukai plastik senilai Rp500 miliar. Namun, hingga saat ini, eksekusi atas rencana itu masih belum menemui titik terang.
Kajian lebih rinci terkait komparasi cukai dan usulan ekstensifikasi untuk pemerintah Indonesia bisa dilihat langsung dengan mengunduh Working Paper di sini. (kaw)