Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah telah menerbitkan PP 49/2022 terkait dengan PPN dibebaskan dan PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut. PP ini menjadi salah satu peraturan pelaksana dari UU PPN s.t.d.t.d UU HPP.
Berdasarkan pada Pasal 30 ayat (1) PP 49/2022, pembebasan dari pengenaan PPN atau PPN tidak dipungut yang diatur dalam peraturan ini bersifat sementara atau selamanya. Fasilitas itu dievaluasi dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian dan dampaknya terhadap penerimaan negara.
“Evaluasi … dilakukan oleh menteri [keuangan],” bunyi penggalan Pasal 30 ayat (3) PP 49/2022, dikutip pada Rabu (14/12/2022).
Berdasarkan hasil evaluasi, impor dan/atau penyerahan barang kena pajak (BKP) atau jasa kena pajak (JKP) dan/atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean dapat dikenai PPN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pengaturan tersebut sejalan dengan amanat Pasal 16B UU PPN s.t.d.t.d UU HPP. Sesuai dengan Pasal 16B ayat (1a) UU PPN s.t.d.t.d UU HPP, pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak baik untuk sementara waktu maupun selamanya diberikan terbatas untuk beberapa tujuan.
Pertama, mendorong ekspor dan hilirisasi industri yang merupakan prioritas nasional. Kedua, menampung kemungkinan perjanjian dengan negara lain dalam bidang perdagangan dan investasi, konvensi internasional yang telah diratifikasi, serta kelaziman internasional lainnya.
Ketiga, mendorong peningkatan kesehatan masyarakat melalui pengadaan vaksin dalam rangka program vaksinasi nasional. Keempat, meningkatkan pendidikan dan kecerdasan bangsa dengan membantu tersedianya buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku pelajaran agama dengan harga yang relatif terjangkau masyarakat.
Kelima, mendorong pembangunan tempat ibadah. Keenam, menjamin terlaksananya proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah dan/atau dana pinjaman luar negeri. Ketujuh, mengakomodasi kelaziman internasional dalam importasi BKP tertentu yang dibebaskan dari pungutan bea masuk.
Kedelapan, membantu tersedianya BKP dan/atau JKP yang diperlukan dalam rangka penanganan bencana alam dan bencana nonalam yang ditetapkan sebagai bencana alam nasional dan bencana nonalam nasional.
Kesembilan, menjamin tersedianya angkutan umum di udara untuk mendorong kelancaran perpindahan arus barang dan orang di daerah tertentu yang tidak tersedia sarana transportasi lainnya yang memadai, dengan perbandingan antara volume barang dan orang yang harus dipindahkan dengan sarana transportasi yang tersedia sangat tinggi.
Kesepuluh, mendukung tersedianya barang dan jasa tertentu yang bersifat strategis dalam rangka pembangunan nasional, antara lain:
Adapun detail dari ketentuan tersebut juga masuk dalam PP 49/2022. Lingkup pengaturan dalam PP ini meliputi 5 hal. Pertama, impor dan/atau penyerahan BKP tertentu dan/atau penyerahan JKP tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN.
Kedua, impor dan/atau penyerahan BKP tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN.
Ketiga, penyerahan JKP tertentu yang bersifat strategis di dalam Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan JKP tertentu yang bersifat strategis dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean yang dibebaskan dari pengenaan PPN.
Keempat, impor dan/atau penyerahan BKP tertentu yang bersifat strategis, penyerahan jasa kena pajak tertentu yang bersifat strategis, dan/atau pemanfaatan jasa kena pajak tertentu yang bersifat strategis dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean yang tidak dipungut PPN.
Kelima, impor BKP yang dibebaskan dari pungutan bea masuk yang tidak dipungut PPN dan PPnBM. (kaw)