BERITA PAJAK HARI INI

Naik, Penerimaan PPN 2022 Ditarget Lebih dari Capaian Sebelum Pandemi

Redaksi DDTCNews
Rabu, 18 Agustus 2021 | 08.00 WIB
Naik, Penerimaan PPN 2022 Ditarget Lebih dari Capaian Sebelum Pandemi

Perkembangan realisasi, outlook (2021), dan target (RAPBN 2022) penerimaan PPN/PPnBM. (Kemenkeu)

JAKARTA, DDTCNews – Penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) pada tahun depan ditargetkan sudah melebihi capaian periode sebelum pandemi Covid-19. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (18/8/2021).

Dalam RAPBN 2022, penerimaan PPN dan PPnBM ditargetkan senilai Rp552,3 triliun atau meningkat 10,1% dibandingkan dengan outlook tahun ini Rp501,8 triliun. Rencana target tahun depan tersebut sudah lebih tinggi dibandingkan capaian pada 2019 senilai Rp531,6 triliun.

“Ini sejalan dengan growth [pertumbuhan ekonomi] plus inflasi plus extra effort,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Tahun depan, pertumbuhan ekonomi diasumsikan mencapai 5,0%-5,5%, lebih tinggi dibandingkan dengan outlook tahun ini 3,7%-4,5%. Kemudian, tingkat inflasi diproyeksikan mencapai 3%, lebih tinggi dibandingkan dengan outlook tahun ini sebesar 1,8%-2,5%.

Selain mengenai target penerimaan PPN dan PPnBM, ada pula bahasan terkait dengan rencana penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) final atas bunga obligasi yang diterima wajib pajak dalam negeri. Sesuai dengan rencana, tarif akan diturunkan dari 15% menjadi 10%.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Faktor yang Memengaruhi Kenaikan Target Penerimaan PPN

Sesuai dengan penjelasan pemerintah dalam Buku II Nota Keuangan Beserta RAPBN 2022, peningkatan target penerimaan PPN dan PPnBM dipengaruhi beberapa faktor. Pertama, peningkatan aktivitas ekonomi. Kondisi ini didukung upaya pemulihan ekonomi nasional yang telah dilaksanakan pemerintah sejak 2020.

Kedua, dampak positif dari dukungan perbaikan administrasi perpajakan berupa pengembangan fasilitas perpajakan online (e-service) seperti e-faktur dan e-bupot. Ketiga, perluasan pemungutan PPN produk digital PMSE dengan memperhitungkan normalisasi pertumbuhan yang terjadi pada 2021. (DDTCNews)

Pajak yang Masih Sulit Rebound

Pemerintah memproyeksi ada beberapa pos pajak yang masih sulit rebound sehingga belum dapat mendorong pertumbuhan penerimaan pajak kembali ke level sebelum pandemi. Pos pajak yang dimaksud khususnya terkait dengan korporasi seperti PPh Pasal 23/23.

“Kontribusi PPh Pasal 22/23 yang cukup besar dalam struktur pendapatan negara menjadi salah satu tantangan besar yang akan dikelola di tahun 2022,” tulis pemerintah dalam Buku II Nota Keuangan Beserta RAPBN 2022.

Namun, menurut pemerintah, terdapat peluang dari sisi perbaikan indeks keyakinan konsumen (IKK) secara gradual yang memberikan optimisme terhadap perbaikan penerimaan PPN. Tren peningkatan harga komoditas akan mendorong pendapatan PPh nonmigas. (DDTCNews)

Defisit Anggaran RAPBN 2022

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan defisit anggaran dalam RAPBN 2022 senilai Rp868,0 triliun.Defisit itu setara dengan 4,85% terhadap produk domestik bruto (PDB). Defisit ini lebih rendah dibandingkan dengan outlook pada tahun ini senilai Rp939,6 triliun atau 5,7% PDB.

"Rencana defisit tahun 2022 memiliki arti penting sebagai langkah untuk mencapai konsolidasi fiskal mengingat tahun 2023, defisit anggaran diharapkan dapat kembali ke level paling tinggi 3% terhadap PDB," ujar Jokowi. (DDTCNews/Bisnis Indonesia/Kontan)

PPh Final Bunga Obligasi

Direktur Surat Utang Negara (SUN) Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Deni Ridwan mengatakan penyusunan rancangan peraturan pemerintah (RPP) mengenai tarif PPh bunga obligasi saat ini dalam tahap finalisasi.

"Kami harapkan dapat diundangkan dalam waktu yang tidak terlalu lama," ujar Deni.

Tarif PPh terbaru atas bunga obligasi ini diharapkan mampu menciptakan level playing field antara wajib pajak luar negeri dan wajib pajak dalam negeri penerima bunga obligasi. Simak pula ‘RPP Segera Diundangkan, Tarif PPh Bunga Obligasi WP Dalam Negeri Turun’. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)

Belanja Perpajakan

Kendati memberi banyak insentif pada 2020, nilai belanja perpajakan pada 2020 justru diestimasi lebih rendah dari kinerja tahun sebelumnya. Belanja perpajakan pada 2020 diperkirakan hanya senilai Rp234,9 triliun atau turun 14 % dibandingkan dengan capaian pada 2019 senilai Rp272,1 triliun.

"Estimasi belanja perpajakan mencapai Rp234,88 triliun atau 1,5% PDB. Jumlah tersebut turun 14% dari 2019 senilai Rp272,11 triliun atau 1,7% PDB," tulis pemerintah dalam Buku II Nota Keuangan Beserta RAPBN 2022. (DDTCNews)

Diskon Pajak di DKI Jakarta

Melalui Pergub 60/2021, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memberikan keringanan atau diskon pokok piutang pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2).

Beleid tersebut mulai berlaku sejak tanggal diundangkan, yakni 16 Agustus 2021. Terhadap PBB-P2 tahun pajak 2021 yang telah dilakukan pembayaran sebelum 16 Agustus 2021, dapat diberikan kompensasi untuk objek yang sama berdasarkan permohonan wajib pajak.

“Kompensasi … diberikan untuk tahun pajak 2022 sebesar 20%,” bunyi penggalan Pasal 18 ayat (2) Pergub 60/2021. Simak ‘Warga DKI Sudah Bayar PBB Sebelum Diskon Berlaku? Ada Kompensasi’. (DDTCNews)

Faktur Pajak

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor mengatakan tujuan besar dari adanya dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak – dalam PER-16/PJ/2021 – adalah untuk meningkatkan kemudahan pelayanan otoritas.

Neilmaldrin menjabarkan selain tujuan peningkatan pelayanan perpajakan, penambahan dokumen dengan kedudukan sama sebagai faktur pajak dari 16 menjadi 25 juga untuk memperkuat proses bisnis internal Kementerian Keuangan. Simak ‘Ini Tujuan DJP Tambah Dokumen yang Dipersamakan dengan Faktur Pajak’. (DDTCNews) (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.