RESENSI JURNAL

Meninjau Kepastian Pajak melalui Program ICAP

Redaksi DDTCNews | Jumat, 06 Agustus 2021 | 09:00 WIB
Meninjau Kepastian Pajak melalui Program ICAP

PENGEMBANGAN kepatuhan koperatif (cooperative compliance) pada era transparansi makin masif dilakukan oleh negara maju sebagai bentuk reformasi administrasi perpajakan. Kepatuhan kooperatif merupakan paradigma baru antara hubungan wajib pajak dan otoritas pajak yang dilandasi oleh transparansi dan partisipasi (Darussalam et al, 2019).

Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memberi definisi tambahan dari kepatuhan koperatif. Kepatuhan koperatif adalah bentuk pendekatan kepatuhan yang mempertukarkan transparansi untuk memperoleh kepastian (OECD, 2013). Artinya, jaminan kepastian pajak ini menjadi salah satu aspek penting untuk meningkatkan kepatuhan kooperatif.

Salah satu langkah untuk mencapai kepastian pajak adalah menggeser fokus dari suatu penyelesaian sengketa ke arah pencegahan sengketa (IMF & OECD, 2019). OECD merekomendasikan suatu program yang bernama International Compliance Assurance Program (ICAP) sebagai tahap awal pencegahan sengketa sekaligus meningkatkan kepercayaan antara wajib pajak dan otoritas pajak agar dapat mencapai kepastian pajak.

Baca Juga:
Memahami Konsep Pajak dan Kaitannya dengan Konstitusi

ICAP merupakan sebuah program kerjasama sukarela untuk meningkatkan kepastian pajak melalui risk assessment dan assurance secara multilateral. Program ini didesain dengan pendekatan yang efektif, efisien, dan terkoordinasi agar dapat memberi kepastian pajak secara transparan dan terbuka dari suatu aktifitas usaha yang dilakukan oleh grup multinational enterprise (MNE) yang berpartisipasi secara sukarela.

Pada 18 Februari 2021, otoritas pajak dari berbagai yurisdiksi yang tergabung dalam OECD Forum Tax Administration (OECD-FTA) meluncurkan buku pegangan ICAP versi permanen untuk otoritas pajak dan grup MNE.

Mario H. Martini dan Ronald Russo (2021) dalam publikasinya berjudul The International Compliance Assurance Programme: Review of the Full Programme mengulas program ICAP tersebut dari mulai tahap implementasi hingga tantangannya.

Baca Juga:
Dampak Digitalisasi terhadap Urusan Pajak Perusahaan dan Otoritas

Program ICAP
MENGINGAT ICAP merupakan program sukarela, grup MNE yang tertarik berpartisipasi harus mengambil inisiatif terlebih dahulu untuk melakukan pembahasan bersama otoritas pajak di yurisdiksi tempat entitas induk utama berdomisili. Adapun proses awal ini akan membahas prosedur, ruang lingkup, dan lain sebagainya hingga menentukan apakah grup MNE merupakan kandidat yang cocok untuk program ICAP atau tidak.

Terdapat tiga tahapan dalam implementasi ICAP yaitu selection, risk assessment and issue resolution, dan outcomes. Mula-mula, otoritas pajak akan meminta dokumen kepada grup MNE di antaranya adalah gambaran umum risiko yang ditanggung, laporan Country by Country Report (CbCr), dokumen induk (masterfile), daftar advanced pricing agreement (APA), dan informasi serta ringkasan struktur grup MNE.

Tahap selanjutnya, otoritas pajak akan menilai risiko yang dimiliki oleh grup MNE tersebut berdasarkan dokumen yang telah disampaikan dan berdasarkan pembahasan antara grup MNE dan otoritas pajak.

Baca Juga:
22 Otoritas Pajak Implementasikan ICAP, OECD Beberkan Hasilnya

Setelah itu, grup MNE akan menerima surat penyelesaian (outcome letter) dari otoritas pajak yang berisi simpulan dan hasil dari penilaian risiko atau risk rating mengenai area mana saja yang dianggap berisiko rendah. Terhadap area yang berisiko rendah, otoritas pajak akan mengalokasikan sumber daya yang lebih rendah untuk menguji kepatuhan grup MNE.

Penulis menegaskan ICAP hanya menawarkan kenyamanan pajak bukan kepastian pajak. Salah satu bentuk kenyamanan tersebut adalah ketika penilaian risiko pada yurisdiksi entitas induk utama grup MNE berkategori risiko rendah maka seluruh yurisdiksi grup MNE akan mengadopsi penilaian tersebut.

Di samping itu, otoritas pajak yurisdiksi grup MNE yang lain mungkin saja tidak dapat menerima penilaian tersebut dengan pertimbangan kondisi pajak yang berbeda karena ketentuan domestik antar negara. Hal ini memungkinkan otoritas pajak akan menerima perlakuan pajak yang tidak pasti. Namun, harus tetap diterapkan oleh otoritas pajak grup MNE lainnya.

Baca Juga:
Akuntansi Pajak, Ini 2 Tahap Atasi Ketidakpastian Posisi PPh di Lapkeu

Terminologi tax certainty pada ICAP bisa saja dimaknai yang tidak tepat karena memberi kesan ICAP dapat memecahkan masalah ketidakpastian posisi pajak dengan memberi kepastian yang hampir pasti melalui jaminan dan penilaian risiko.

Sementara itu, kepastian pajak hanya dapat dicapai pada konteks yang lebih spesifik seperti ketika adanya penetapan pengadilan atau ketika adanya instrumen hukum yang mengikat antara otoritas pajak dan grup MNE.

Tax Control Framework (TCF) merupakan bagian dari sistem pengendalian internal yang dirancang untuk memastikan keakuratan dan kelengkapan SPT atau laporan pajak lainnya. TCF merupakan dasar untuk menciptakan kepercayaan yang dapat dipertanggungjawabkan. Tidak heran apabila memiliki TCF yang efektif menjadi suatu persyaratan untuk berpartisipasi dalam ICAP.

Baca Juga:
Akuntansi Pajak, 10 Langkah Sebelum Ungkap PPh di Laporan Keuangan

Sayang, ICAP tidak membuat rekomendasi mengenai ketentuan bagaimana otoritas pajak akan mengukur efektivitas TCF grup MNE dan bagaimana memastikan TCF yang telah dibuat dapat diterima untuk program ICAP. Poin inilah yang menjadi alasan kuat bahwa ICAP tidak serta-merta memberi jaminan kepastian pajak.

Pada akhirnya terdapat berbagai tantangan bagi ICAP agar tujuan dicapainya kepastian pajak dapat dipenuhi. Pertama, memastikan pendekatan yang terkoordinasi bagi otoritas pajak terutama dalam hal ruang lingkup dan penilaian risiko.

Kedua, memastikan ICAP tidak akan disalahpahami oleh opini publik sebagai instrumen yang digunakan untuk memberikan kesepakatan yang ideal kepada grup MNE.

Baca Juga:
Menyeimbangkan Prinsip Finalitas dan Falibilitas dalam Peradilan Pajak

Pemerintah Indonesia saat ini mulai mempertimbangkan program pengawasan kepatuhan pajak berbasis risiko sebagai jaminan kepastian bagi wajib pajak. Hal ini diimplementasikan melalui Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-24/PJ/2019 yang mengatur pengawasan kepatuhan wajib pajak sesuai profilnya.

Akan tetapi, aturan tersebut dinilai belum cukup dan diperlukan langkah yang konkret serta instrumen hukum yang tepat untuk mencapai kepastian pajak. Untuk itu, pemerintah diharapkan dapat mengadopsi paradigma kepatuhan koperatif melalui momentum reformasi administrasi perpajakan.

*Artikel ini merupakan artikel yang diikutsertakan dalam Lomba Resensi Jurnal untuk memeriahkan HUT ke-14 DDTC. Simak artikel lainnya di sini.


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

06 Agustus 2021 | 11:42 WIB

Terimakasih ilmunya DDTC

06 Agustus 2021 | 09:09 WIB

Terimakasih ilmunya DDTC

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 27 Februari 2024 | 11:15 WIB RESENSI BUKU

Memahami Konsep Pajak dan Kaitannya dengan Konstitusi

Selasa, 20 Februari 2024 | 19:00 WIB RESENSI BUKU

Dampak Digitalisasi terhadap Urusan Pajak Perusahaan dan Otoritas

BERITA PILIHAN
Jumat, 29 Maret 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Beli Rumah Sangat Mewah di KEK Pariwisata Bebas PPh, Perlu SKB?

Jumat, 29 Maret 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jumlah Pemudik Melonjak Tahun ini, Jokowi Minta Warga Mudik Lebih Awal

Jumat, 29 Maret 2024 | 14:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Pengajuan Perubahan Kode KLU Wajib Pajak Bisa Online, Begini Caranya

Jumat, 29 Maret 2024 | 13:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu Pajak Air Tanah dalam UU HKPD?

Jumat, 29 Maret 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Perlakuan PPh atas Imbalan Sehubungan Pencapaian Syarat Tertentu

Jumat, 29 Maret 2024 | 10:30 WIB PERMENKOP UKM 2/2024

Disusun, Pedoman Soal Jasa Akuntan Publik dan KAP dalam Audit Koperasi