PMK 58/2022

Marketplace Pemerintah Sudah Pungut Pajak, e-Commerce Tunggu Waktu

Muhamad Wildan | Rabu, 12 Oktober 2022 | 11:30 WIB
Marketplace Pemerintah Sudah Pungut Pajak, e-Commerce Tunggu Waktu

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Penunjukan platform marketplace pengadaan barang dan jasa pemerintah sebagai pemungut pajak melalui PMK 58/2022 adalah bentuk uji coba pemerintah sebelum menunjuk penyedia platform e-commerce secara umum untuk memungut pajak.

Staf Ahli Menkeu Bidang Pengawasan Pajak Nufransa Wira Sakti mengatakan marketplace pengadaan barang dan jasa pemerintah memungut pajak secara langsung atas penghasilan yang diterima oleh rekanan pemerintah.

"Saat ini DJP akan bekerja sama dengan pihak marketplace. Kita akan menunjuk beberapa marketplace untuk menjadi pemotong pajak yang akan dilakukan oleh pelaku usaha di e-commerce. Ini diujicobakan pada beberapa marketplace pemerintah yang disebut Bela Pengadaan," ujar Nufransa, Selasa (11/10/2022).

Baca Juga:
DPR Ini Usulkan Insentif Pajak untuk Toko yang Beri Diskon ke Lansia

Sesuai dengan PMK 58/2022, pemungutan pajak yang dilakukan oleh marketplace pengadaan barang dan jasa pemerintah adalah PPh Pasal 22 sebesar 0,5% dan PPN sesuai dengan tarif yang berlaku umum yakni sebesar 11%.

PPh Pasal 22 terutang atas penghasilan yang diterima rekanan sehubungan dengan transaksi penjualan barang dan jasa, persewaan, dan penghasilan lainnya sehubungan dengan penggunaan harta.

PPh Pasal 22 yang dipungut marketplace merupakan kredit pajak dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran PPh pada tahun pajak berjalan oleh rekanan.

Baca Juga:
Sengketa Koreksi DPP PPN atas Jasa Pengangkutan Pupuk

Bila PPh Pasal 22 dipungut atas penghasilan yang dikenai PPh final, maka PPh Pasal 22 tersebut merupakan bagian dari pelunasan PPh final bagi rekanan. Penghasilan yang dikenai PPh final contohnya adalah penghasilan dari sewa tanah/bangunan, pengalihan hak atas tanah/bangunan, jasa konstruksi, atau penjualan barang dan jasa oleh wajib pajak yang memanfaatkan PPh final UMKM.

Selisih kurang antara PPh final yang terutang dan PPh Pasal 22 yang telah dipungut harus disetorkan sendiri oleh rekanan sebagai bagian dari pelunasan PPh final.

Sebagai contoh, rekanan pemerintah memperoleh penghasilan dari sewa ruangan senilai Rp52 juta. Dengan tarif PPh Pasal 22 sebesar 0,5%, pajak yang dipungut atas sewa ruangan oleh pihak marketplace adalah sebesar Rp260.000.

Baca Juga:
Surat Bebas PPh Baru Terbit Jika Objek Warisan Sudah Dilaporkan di SPT

Namun, sewa ruangan adalah penghasilan yang terutang PPh final sebesar 10% sehingga masih terdapat kekurangan pembayaran pajak sebesar 9,5%. Dalam kasus ini, rekanan pemerintah wajib menyetorkan sendiri PPh final senilai Rp4.940.000.

Sebelumnya, Dirjen Pajak Suryo Utomo sempat memberikan komentar terkait kebijakan ini, baca Penyelenggara e-Commerce Jadi Pemungut Pajak? DJP: Masih Didiskusikan. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 29 Maret 2024 | 10:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Koreksi DPP PPN atas Jasa Pengangkutan Pupuk

Rabu, 27 Maret 2024 | 15:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Dapat Hibah Tanah dari Orang Tua, Perlu Dimasukkan ke SPT Tahunan?

BERITA PILIHAN
Jumat, 29 Maret 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Beli Rumah Sangat Mewah di KEK Pariwisata Bebas PPh, Perlu SKB?

Jumat, 29 Maret 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jumlah Pemudik Melonjak Tahun ini, Jokowi Minta Warga Mudik Lebih Awal

Jumat, 29 Maret 2024 | 14:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Pengajuan Perubahan Kode KLU Wajib Pajak Bisa Online, Begini Caranya

Jumat, 29 Maret 2024 | 13:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu Pajak Air Tanah dalam UU HKPD?

Jumat, 29 Maret 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Perlakuan PPh atas Imbalan Sehubungan Pencapaian Syarat Tertentu

Jumat, 29 Maret 2024 | 10:30 WIB PERMENKOP UKM 2/2024

Disusun, Pedoman Soal Jasa Akuntan Publik dan KAP dalam Audit Koperasi