RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa terkait dengan reimbursement atau biaya penggantian tagihan listrik yang dianggap otoritas pajak sebagai penyerahan jasa kena pajak (JKP) sehingga dapat dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN).
Otoritas pajak mendapati adanya perbedaan besaran biaya listrik yang ditagihkan wajib pajak kepada penyewa dengan surat tagihan listrik dari PT X. Adapun nilai tagihan listrik yang diberikan wajib pajak kepada penyewa tersebut lebih besar daripada yang tercantum dalam tagihannya.
Dengan kata lain, terdapat kelebihan jumlah pembayaran tagihan listrik. Otoritas pajak menganggap penyewa telah membayar service charge atas penggunaan listrik kepada wajib pajak. Menurut otoritas pajak, pembayaran service charge atas tagihan listrik tersebut seharusnya dipungut PPN.
Sebaliknya, wajib pajak berdalil dalam kegiatan sewa-menyewa, pihaknya membayarkan terlebih dahulu tagihan listrik pihak penyewa kepada PT X. Selanjutnya, pihak penyewa akan melakukan penggantian atau reimbursement kepada wajib pajak.
Adapun besaran biaya listrik yang ditagihkan kepada penyewa disesuaikan dengan invoice yang diberikan PT X. Dengan begitu, terhadap penggantian biaya listrik tersebut seharusnya tidak terutang PPN.
Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan otoritas pajak.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.
Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Dalam hal ini, Majelis Hakim Pengadilan Pajak meyakini wajib pajak telah membayarkan terlebih dahulu tagihan listrik pihak penyewa. Adapun tagihan listrik yang dibayarkan wajib pajak ialah listrik yang digunakan penyewa secara pribadi, bukan tagihan listrik untuk area publik.
Kemudian, penyewa melakukan penggantian atas tagihan listrik yang telah dibayarkan terlebih dahulu oleh wajib pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan kegiatan reimbursement tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai penyerahan jasa yang dikenakan PPN. Koreksi yang dilakukan otoritas pajak dinilai tidak berdasar sehingga tidak dapat dipertahankan.
Atas permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 37946/PP/M.XIII/16/2012 tertanggal 3 Mei 2012, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 16 Agustus 2012.
Pokok sengketa dalam perkara a quo adalah koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) PPN senilai Rp752.566.259 yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Pokok sengketa dalam perkara ini ialah koreksi DPP PPN atas tagihan listrik yang menurut Pemohon PK merupakan bagian dari service charge dan seharusnya dikenakan PPN. Dalam hal ini, Termohon PK belum memperhitungkan PPN atas penyerahan service charge berupa tagihan listrik.
Sebagai informasi, pada dasarnya service charge merupakan balas jasa atas kegiatan pelayanan yang membuat ruangan yang disewa oleh penyewa dapat dihuni sesuai dengan tujuan yang diinginkan penyewa. Service charge dapat meliputi biaya listrik, air, dan lain-lain.
Indikasi kegiatan penyerahan jasa tersebut dibuktikan dengan adanya perbedaan besaran biaya listrik yang ditagihkan Termohon PK kepada penyewa dengan surat tagihan listrik dari PT X. Adapun nilai tagihan listrik yang diberikan Termohon PK kepada penyewa lebih besar daripada yang yang seharusnya.
Dengan kata lain, Termohon PK terbukti telah menerima nilai penggantian biaya listrik lebih besar dari jumlah yang seharusnya ditagihkan atas pemakaian listrik penyewa. Mengingat terdapat kelebihan jumlah pembayaran tagihan listrik tersebut, Pemohon PK menganggap penyewa telah membayar service charge atas penggunaan listrik kepada Termohon PK. Menurutnya, pembayaran service charge tersebut seharusnya dipungut PPN. Oleh karena itu, koreksi yang dilakukan Pemohon PK sudah benar dan dapat dipertahankan.
Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan Pemohon PK. Sebagai informasi, Termohon PK memiliki usaha real estate, developer, dan sewa-menyewa. Dalam kegiatan sewa-menyewa, Termohon PK membayarkan terlebih dahulu tagihan listrik pihak penyewa kepada PT X. Selanjutnya, pihak penyewa akan melakukan penggantian atau reimbursement kepada Termohon PK.
Adapun besaran biaya listrik yang ditagihkan kepada penyewa disesuaikan dengan invoice yang diberikan PT X. Menurut Termohon PK, terhadap penggantian biaya listrik tersebut seharusnya tidak terutang PPN. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Pemohon PK dinilai tidak sesuai fakta dan peraturan yang berlaku sehingga harus ditolak.
Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil, sudah tepat dan benar. Terdapat dua pertimbangan Hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.
Pertama, koreksi DPP PPN senilai Rp752.566.259 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Kedua, dalam perkara ini, penggantian atau reimbursement atas jumlah tagihan listrik dari PT X yang dibayarkan terlebih dahulu oleh Termohon PK seharusnya tidak terutang PPN. Mahkamah Agung menilai koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak sesuai dengan fakta dan peraturan yang berlaku.
Berdasarkan pada pertimbangan di atas, dalil-dalil yang disampaikan Pemohon PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (kaw)