RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pemberian Penghargaan yang Belum Dipotong PPh Pasal 23

Hamida Amri Safarina
Jumat, 05 Februari 2021 | 18.43 WIB
Sengketa Pemberian Penghargaan yang Belum Dipotong PPh Pasal 23

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum tentang pemberian penghargaan yang belum dipotong pajak penghasilan (PPh) Pasal 23. Sebagai informasi, wajib pajak merupakan distributor tunggal barang-barang elektronik dan baterai atas merek X.

Dalam menjalankan usahanya, wajib pajak telah membuat perjanjian jual-beli dengan pihak penjual eceran. Dalam perjanjian tersebut dinyatakan pihak penjual eceran berhak memperoleh potongan harga berupa payment incentive, cash discount, rabate, dan stock compensation jika dapat melunasi pembayaran dalam waktu tertentu.

Otoritas pajak menganggap biaya yang dikeluarkan wajib pajak kepada pihak penjual eceran sebagai bentuk penghargaan. Adapun penghargaan yang diberikan termasuk objek PPh Pasal 23. Sementara itu, wajib pajak belum melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas penghargaan yang diterima pihak pihak penjual eceran.

Di pihak lain, wajib pajak berpendapat biaya payment incentive, cash discount, rabate, dan stock compensation bukan merupakan objek PPh Pasal 23. Biaya tersebut dikeluarkan sebagai konsekuensi dari perjanjian jual beli yang disepakati wajib pajak dengan pihak penjual eceran.

Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat pemberian payment incentive, cash discount, rabate, dan stock compensation oleh wajib pajak kepada distributornya dilakukan dalam rangka jual beli atau dagang.

Tidak ada bukti yang menunjukkan transaksi yang dilakukan wajib pajak tersebut berhubungan dengan pemberian penghargaan. Dengan kata lain, payment incentive, cash discount, rabate, dan stock compensation bukan merupakan objek PPh Pasal 23. Koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dipertahankan.

Atas permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 52241/PP/M.XIB/ 12/2014 tertanggal 30 April 2014, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 21 Agustus 2014.

Pokok sengketa dalam perkara a quo adalah koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) PPh Pasal 23 sebesar Rp45.908.840.027 yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa
Pemohon PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Pemohon PK melakukan koreksi atas DPP PPh Pasal 23 masa pajak April sampai dengan Desember 2008 karena terdapat pemberian payment incentive, cash discount, rabate, dan stock compensation oleh Termohon PK kepada pihak penjual eceran yang tidak dipotong PPh Pasal 23.

Menurut Pemohon PK, payment incentive, cash discount, rabate, dan stock compensation yang diberikan Termohon PK kepada pihak penjual eceran merupakan suatu bentuk penghargaan. Sebab, pihak penjual eceran dianggap telah melakukan prestasi dengan membeli barang-barang dari Termohon PK dan menjualnya kepada konsumen.

Berdasarkan pada Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 s.t.d.d. Undang-Undang No. 36 Tahun 2008, penghasilan berupa penghargaan dengan nama serta bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, dan lainnya dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 15%.

Dalam kasus ini, Termohon PK telah terbukti memberikan payment incentive, cash discount, rabate, dan stock compensation kepada pihak penjual eceran. Dengan demikian, terhadap pemberian payment incentive, cash discount, rabate, dan stock compensation tersebut termasuk objek PPh Pasal 23 yang seharusnya dilakukan pemotongan oleh Termohon PK dengan tarif 15%.

Termohon PK tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan Pemohon PK. Sebagai informasi, Termohon PK merupakan distributor tunggal barang-barang elektronik dan baterai atas merek X. Dalam menjalankan usahanya, Termohon PK telah membuat perjanjian jual beli dengan pihak penjual eceran.

Perjanjian tersebut menyatakan pihak penjual eceran berhak memperoleh potongan harga berupa payment incentive, cash discount, rabate, dan stock compensation jika dapat melunasi pembayaran atas pembelian produk Termohon dalam jangka waktu tertentu.

Dalil Termohon PK tersebut dapat dibuktikan dengan dokumen-dokumen pendukung yang telah diserahkan kepada Pemohon PK selama proses keberatan. Adapun dokumen tersebut membuktikan dasar pemberian potongan harga.

Berdasarkan bukti dan fakta yang terungkap, pemberian potongan harga tersebut tidak tergolong penghargaan yang merupakan objek PPh Pasal 23. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sudah tepat dan benar. Terdapat dua pertimbangan Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, koreksi DPP PPh Pasal 23 senilai Rp45.908.840.027 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan dalil-dalil dan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, dalam perkara ini, potongan harga berupa payment incentive, cash discount, rabate dan stock compensation bukan merupakan objek PPh Pasal 23. Pemeriksaan dan putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak sudah benar. Dengan kata lain, koreksi yang dilakukan Pemohon PK dinilai tidak sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.

Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK dinilai tidak berasalan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.*

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.