PENGEMBANGAN pendidikan dan pelatihan vokasi melalui kerja sama dengan dunia usaha perlu didukung dengan kebijakan pajak. Sebagaimana telah dibahas dalam artikel kelas pajak sebelumnya, Pemerintah Indonesia telah mengatur pemberian insentif supertax deduction bagi wajib pajak yang melaksanakan kegiatan vokasi.
Insentif supertax deduction untuk kegiatan vokasi merupakan salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk membentuk tenaga kerja yang kompeten dan sesuai dengan kebutuhan industri (Kemenkeu, 2021). Insentif tersebut dapat memberikan peluang kepada industri untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, profitabilitas, dan daya saing.
Insentif tersebut juga dapat memperluas kesempatan bagi pendidikan vokasi untuk melakukan kerja sama dengan lebih banyak industri. Kerja sama itu terkait dengan pelaksanaan program-program yang mendukung peningkatan kualitas pendidikan vokasi.
Selain itu, pendidikan vokasi dapat memiliki kesempatan untuk makin banyak memperoleh mitra dalam pengembangan kurikulum, peningkatan kualitas dan kuantitas pembelajaran, serta kegiatan praktik kerja dan/atau pemagangan (Kemenkeu, 2021).
Adapun pemberian insentif supertax deduction tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 128/PMK.010/2019 tentang Pemberian Pengurangan Penghasilan Bruto atas Penyelenggaraan Kegiatan Praktik Kerja, Pemagangan, dan/atau Pembelajaran dalam Rangka Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Berbasis Kompetensi Tertentu (PMK 128/2019).
Berdasarkan pada Pasal 2 ayat (2) PMK 128/2019, wajib pajak dapat diberikan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 200% dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran.
Adapun yang dimaksud wajib pajak adalah wajib pajak badan dalam negeri yang mengeluarkan biaya untuk kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran dalam rangka pembinaan dan pengembangan SDM yang berbasis kompetensi tertentu.
Pengurangan panghasilan bruto paling tinggi 200% tersebut meliputi 2 hal berikut:
Merujuk pada Pasal 2 ayat (3) PMK 128/2019, dalam memanfaatkan tambahan pengurang penghasilan bruto tersebut, wajib pajak harus memenuhi 4 persyaratan. Pertama, telah melakukan kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran dalam rangka pembinaan dan pengembangan SDM berbasis kompetensi tertentu.
Daftar kompetensi tertentu secara lebih terperinci tercantum dalam Lampiran A PMK 128/2019. Adapun yang dimaksud kompetensi tertentu tersebut dapat meliputi 3 hal berikut:
Kedua, memiliki perjanjian kerja sama. Sesuai dengan Pasal 1 angka 4 PMK 128/2019, perjanjian kerja sama dipahami sebagai perjanjian antara wajib pajak dengan sekolah menengah kejuruan, madrasah aliyah kejuruan, perguruan tinggi program diploma pada pendidikan vokasi, balai latihan kerja, atau instansi pemerintah.
Adapun instansi pemerintah tersebut meliputi instansi di bidang ketenagakerjaan pusat, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota bagi perorangan yang tidak terikat hubungan kerja dengan pihak manapun,
Ketiga, tidak dalam keadaan rugi fiskal pada tahun pajak pemanfaatan tambahan pengurangan penghasilan bruto. Keempat, telah menyampaikan surat keterangan fiskal (SKF). Merujuk pada Pasal 1 angka 1 PMK 128/2019, SKF adalah informasi yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengenai kepatuhan wajib pajak selama periode tertentu untuk memenuhi persyaratan memperoleh pelayanan atau dalam rangka pelaksanaan kegiatan tertentu. (vallen/kaw)