SETIAP orang yang memiliki kepentingan untuk melakukan perbuatan hukum wajib untuk melunasi tarif bea meterai yang dikenakan terhadap dokumen yang digunakannya. Dokumen tersebut termasuk yang akan digunakan, baik untuk menerangkan kejadian perdata maupun sebagai alat bukti di pengadilan.
Dokumen yang dimaksud tersebut, meliputi segala sesuatu yang ditulis atau tulisan, termasuk yang dalam bentuk tulisan tangan, cetakan, atau elektronik. Simak “Ruang Lingkup dan Objek Pengenaan Bea Meterai”.
Sementara itu, untuk pelunasan tarif bea meterai ini dibebankan kepada penanggung utang bea meterai yang harus menyetorkannya kepada pejabat pemungut bea meterai. Simak “Siapa Pihak Terutang serta Pejabat Pemungut Bea Meterai? Simak di Sini”.
Berdasarkan ketetapan dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a Undang-Undang No. 10 Tahun 2020 tentang Bea Materai (UU Bea Meterai), pengenaan tarif bea meterai atas dokumen-dokumen tersebut dimaksudkan untuk mengoptimalkan penerimaan negara.
Hal tersebut bertujuan untuk membantu membiayai pembangunan nasional yang mandiri demi mewujudkan kesejateraan masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi pihak-pihak yang merupakan pihak terutang atas bea meterai untuk melunasi utang bea meterai mereka.
Namun, apakah berarti setiap dokumen yang digunakan untuk melakukan perbuatan hukum wajib dikenakan tarif bea meterai? Apakah dalam beberapa kasus, dokumen-dokumen tertentu dapat dibebaskan dari pengenaan tarif bea meterai?
Terkait hal tersebut, Pasal 22 UU Bea Meterai menetapkan bahwa terdapat beberapa dokumen yang dapat diberikan fasilitas pembebasan dari pengenaan bea meterai. Namun, ketentuan tersebut hanya berlaku untuk dokumen-dokumen yang digunakan untuk tujuan tertentu saja.
Masih mengacu pada pasal yang sama, terdapat beberapa jenis dokumen terutang yang bisa mendapatkan fasilitas pembebasan dari pengenaan bea meterai. Pemberian fasilitas ini dapat diberikan baik untuk sementara maupun selamanya.
Adapun jenis dokumen yang bisa mendapatkan fasilitas tersebut di antaranya adalah dokumen yang menyatakan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam rangka percepatan proses penanganan dan pemulihan kondisi sosial ekonomi suatu daerah akibat bencana alam yang ditetapkan sebagai bencana alam.
Selain itu, fasilitas tersebut juga dapat diberikan pada dokumen yang menyatakan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan yang semata-mata bersifat keagamaan dan/atau sosial yang tidak bersifat komersial.
Sementara itu, yang dimaksud dengan bersifat keagamaan dan sosial yang tidak bersifat komersial, yakni seluruh atau sebagian dari tanah dan/atau bangunan hanya digunakan untuk melaksanakan kegiatan ibadah (peribadatan) keagamaan atau kegiatan sosial seperti panti asuhan atau panti jompo. Artinya, tidak boleh untuk segala kegiatan yang bertujuan mencari keuntungan.
Selanjutnya, dokumen lain yang juga bisa mendapatkan fasilitas tersebut adalah dokumen yang digunakan dalam rangka mendorong atau melaksanakan program pemerintah. Termasuk pula dokumen-dokumen yang digunakan untuk menjalankan kebijakan lembaga yang berwenang di bidang moneter atau jasa keuangan.
Dokumen yang dimaksud di atas adalah beberapa jenis dokumen yang digunakan untuk lembaga jasa keuangan. Di antara jenis dokumen-dokumen tersebut adalah yang digunakan untuk melaksanakan pendalaman atau pengembangan sektor jasa keuangan, penyehatan dan menjaga keberlangsungan lembaga jasa keuangan, dan mendorong fungsi intermediasi lembaga jasa keuangan.
Terakhir, jenis dokumen yang bisa mendapatkan fasilitas tersebut adalah dokumen-dokumen yang penggunaannya terkait dengan pelaksanaan perjanjian internasional. Perjanjian yang dimaksud adalah segala perjanjian yang dibuat antara Indonesia dengan satu atau lebih negara lainnya, atau dengan lembaga/organisasi internasional, yang semuanya itu tunduk pada hukum internasional.
Perjanjian internasional yang dimaksud adalah perjanjian internasional yang telah bersifat ‘mengikat’ berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perjanjian internasional atau berdasarkan asas timbal balik. Artinya, perjanjian internasional yang dibuat sudah harus memiliki kekuatan hukum yang mengikat setiap pihak yang membuatnya.
Sementara itu, untuk ketentuan lebih lanjut yang mengatur perihal pemberian fasilitas pembebasan dari pengenaan bea meterai, secara lebih detail akan diatur dalam peraturan pemerintah.