PAJAK PENGHASILAN BADAN (10)

Angsuran PPh Pasal 25 untuk Bank & Wajib Pajak Lainnya

Redaksi DDTCNews
Senin, 19 Agustus 2019 | 16.33 WIB
Angsuran PPh Pasal 25 untuk Bank & Wajib Pajak Lainnya

SETELAH sebelumnya diulas mengenai mekanisme umum angsuran pajak penghasilan (PPh) Pasal 25 dan angsuran PPh Pasal 25 untuk wajib pajak baru, kali ini akan diulas mengenai angsuran PPh untuk wajib pajak badan tertentu. Wajib pajak badan tertentu tersebut di antaranya bank, wajib pajak lainnya (lembaga keuangan non-bank), perusahaan masuk bursa, serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/ Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Ketentuan mengenai PPh Pasal 25 untuk kategori wajib pajak di atas di atur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 215/PMK.03/2018 (PMK 215/2018). Berikut ulasannya.

Bank

Berdasarkan Pasal 3 PMK 215/2018, dasar untuk penghitungan angsuran PPh Pasal 25 bagi wajib pajak bank adalah laporan keuangan yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang terdiri dari laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi sejak awal tahun pajak sampai dengan masa pajak yang dilaporkan.

Dengan kata lain, laporan keuangan yang digunakan untuk menghitung PPh Pasal 25 akan mengikuti periode pelaporan laporan keuangan bank kepada OJK. Wajib pajak bank diwajibkan untuk melaporkan laporan keuangan setiap bulan kepada OJK.

Adapun, dalam PMK 215/2018 ini digunakan kalimat ‘sampai dengan masa pajak yang dilaporkan’, sehingga dasar perhitungan bersifat kumulatif. Misalnya, dalam menghitung PPh Pasal 25 untuk masa pajak Juli 2019, maka laporan keuangan yang digunakan adalah laporan keuangan periode Januari sampai dengan Juli 2019 dan begitu seterusnya.

Angsuran PPh Pasal 25 bagi wajib pajak bank dihitung berdasarkan penerapan tarif Pasal 17 Undang-Undang No.36 Tahun 2008 jo. Undang-Undang No. 7 Tahun 1993 (UU PPh) atas penghasilan neto berdasarkan laporan keuangan yang disampaikan ke OJK, dikurangi dengan:

  • PPh yang dipotong dan/atau dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 UU PPh sejak awal tahun pajak sampai dengan masa pajak yang dilaporkan; dan
  • PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 UU PPh yang seharusnya dibayar sejak awal tahun pajak sampai dengan masa pajak sebelum masa pajak yang dilaporkan.

Untuk menghitung penghasilan neto dalam rangka penghitungan PPh Pasal 25, bank dapat memperhitungkan kompensasi kerugian tetapi tidak boleh memperhitungkan:

  • penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak; dan
  • penghasilan dan biaya sebagai pengurang penghasilan neto yang dikenai PPh yang bersifat final dan/atau bukan objek PPh.

Contoh:

Informasi akumulasi laba/(rugi) dan kredit pajak berdasarkan laporan keuangan bulanan tahun 20X1:

Berdasarkan data laba/(rugi) wajib pajak bank di atas, penghitungan angsuran PPh Pasal 25 yang masih harus dibayar untuk suatu bulan adalah sebagai berikut:

Lembaga Keuangan Non-Bank dan Perusahaan Masuk Bursa

PMK 215/2018 menggunakan istilah wajib pajak lainnya untuk merujuk pada lembaga keuangan non bank. Wajib pajak lainnya tersebut mencakup wajib pajak yang melaksanakan kegiatan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penghitungan PPh Pasal 25 untuk lembaga keuangan non-bank dan perusahaan masuk bursa dipersamakan. Dasar penghitunganya adalah laporan keuangan yang disampaikan setiap 3bulan kepada bursa dan/atau OJK yang terdiri dari laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi sejak awal tahun pajak sampai dengan periode yang dilaporkan.

Sama seperti bank, PPh Pasal 25 untuk dua kategori wajib pajak ini juga dihitung berdasarkan penerapan tarif Pasal 17 UU PPh atas penghasilan neto berdasarkan laporan keuangan, dikurangi dengan:

  • PPh yang dipotong dan/atau dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan Pasal 23 UU PPh sejak awal tahun pajak sampai dengan masa pajak periode yang dilaporkan; dan
  • PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 UU PPh yang seharusnya dibayar sejak awal tahun pajak sampai dengan masa pajak periode yang dilaporkan.

Untuk menghitung penghasilan neto dalam rangka penghitungan PPh Pasal 25, Lembaga keuangan non-bank dan perusahaan masuk bursa dapat memperhitungkan kompensasi kerugian tetapi tidak boleh memperhitungkan:

  • penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak; dan
  • penghasilan dan biaya sebagai pengurang penghasilan neto yang dikenai PPh yang bersifat final dan/atau bukan objek PPh.

Angsuran PPh Pasal 25 yang dihitung di atas merupakan angsuran PPh Pasal 25 untuk 3 masa pajak setelah periode yang dilaporkan.

Contoh:

Informasi akumulasi laba/(rugi) dana kredit pajak berdasarkan laporan keuangan triwulan tahun 20X1:

Berdasarkan data laba/ (rugi) laporan keuangan di atas, penghitungan PPh Pasal 25 yang masih harus dibayar untuk 3 masa pajak selanjutnya adalah sebagai berikut:

BUMN & BUMD

Dalam PMK 215/2018, perhitungan PPh Pasal 25 BUMN dan BUMD selain bank, perusahaan masuk bursa, dan wajib pajak lainnya, dihitung berdasarkan penerapan tarif Pasal 17 Undang-Undang PPh atas penghasilan neto berdasarkan ‘Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan Tahun Pajak’ yang bersangkutan yang telah disahkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS),dikurangi dengan:

  • pemotongan dan/atau pemungutan PPh Pasal 22 dan Pasal 23, serta
  • PPh Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu.

Lalu, jumlah tersebut dibagi 12 bulan. Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan harus disampaikan ke KPP terdaftar pada bulan Januari, atau sebelum batas waktu pembayaran PPh Pasal 25 Masa Pajak pertama tahun pajak berjalan. Dalam hal Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan belum dilaporkan atau belum disahkan, maka besarnya PPh Pasal 25 berdasarkan PPh Pasal 25 masa pajak sebelumnya.*

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.