ISTILAH whistleblowing kerap ditemui pada pamflet atau papan pengumuman di sekitar kantor-kantor pemerintahan. Istilah itu juga sering muncul dalam pemberitaan-pemberitaan yang berkaitan dengan tindakan pelanggaran. Namun, apa itu whistleblowing?
Whistleblowing adalah ketika seseorang, sering kali karyawan, mengungkap informasi terkait dengan aktivitas dalam suatu organisasi, baik swasta ataupun publik, yang dianggap ilegal, tidak bermoral, terlarang, tidak aman, atau curang (Chalouat et al., 2019).
Whistleblowing juga dapat berarti tindakan pengungkapan mengenai pelanggaran hukum yang tidak sepele atau kesalahan lain baik yang aktual, diduga, atau diantisipasi, dapat berimplikasi pada organisasi tersebut. Pelaporan itu ditujukan kepada pihak yang berpotensi dapat meralat kesalahan tersebut (Jubb, 1999).
Secara ringkas, whistleblowing merupakan pengungkapan informasi secara sah yang diyakini oleh pelapor sebagai bukti kesalahan kepada pihak yang berwenang (The Director of National Intelligence United State).
Kemudian, Komisi Nasional Kebijakan Governance (KNKG) mengartikan whistleblowing sebagai:
“Tindakan pengungkapan pelanggaran atau perbuatan yang melawan hukum, perbuatan yang tidak etis atau perbuatan lain yang dapat merugikan sebuah organisasi maupun pemangku kepentingan dilakukan oleh karyawan atau pimpinan organisasi kepada pimpinan organisasi atau lembaga lain yang dapat bertindak atas pelanggaran tersebut”
Seseorang yang memberitahu pihak yang berwenang tentang aktivitas ilegal atau pelanggaran yang tengah terjadi tersebut dinamakan sebagai pelapor pelanggaran atau whistleblower (Cambridge Advanced Learner's Dictionary, 2013).
Whistleblower dapat berasal dari karyawan atau non-karyawan dari organisasi tempat pelanggaran terjadi. Istilah whistleblower dikaitkan dengan penggunaan peluit yang biasanya digunakan untuk menandakan adanya pelanggaran, seperti yang digunakan wasit pada pertandingan olahraga.
Whistleblower bisa disampaikan melalui berbagai saluran internal atau eksternal. Whistleblower juga dapat mengungkapkan dugaannya dengan berkomunikasi melalui pihak eksternal, seperti media, pemerintah, atau penegak hukum (Chalouat et al., 2019).
Whistleblowing dinilai sebagai salah satu cara efektif untuk mencegah kecurangan. Pengaduan pun terbukti lebih efektif dalam mengungkap kecurangan ketimbang metode lainnya seperti audit internal, audit eksternal, maupun pengendalian internal (Sweeney, 2008).
Praktik whistleblowing dapat terjadi, baik di sektor swasta maupun publik. Tak sedikit perusahaan atau kementerian/lembaga yang telah mengatur ketentuan terkait dengan whistleblowing system, termasuk di antaranya Kementerian Keuangan di Indonesia.
Kementerian Keuangan mengatur ketentuan seputar whistleblowing dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 205/PMK.09/2022 (PMK 205/2022). Namun, beleid tersebut tidak menggunakan istilah whistleblowing, tetapi pelaporan pelanggaran.
Merujuk Pasal 1 angka 5 PMK 205/2022, pelaporan pelanggaran adalah informasi yang disampaikan oleh pelapor sehubungan dengan adanya pegawai yang diduga akan, sedang, atau telah melakukan pelanggaran.
Pelanggaran yang dimaksud adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan Pegawai yang tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja.
Secara ringkas, PMK 205/2022 mengatur pegawai dan/atau masyarakat yang mendapati adanya pelanggaran oleh pegawai Kementerian Keuangan dapat melaporkan pelanggaran tersebut. Pelaporan itu dapat dilakukan melalui beragam saluran yang disediakan, salah satunya aplikasi Wise.
Sehubungan dengan adanya PMK mengenai whistleblowing, Ditjen Pajak (DJP) pun merilis Peraturan Dirjen Pajak No.PER-22/PJ/2011 tentang Kewajiban Melaporkan Pelanggaran dan Penanganan Pelaporan Pelanggaran (whistleblowing) di Lingkungan DJP (PER-22/PJ/2011).
Melalui PER-22/PJ/2011, DJP mewajibkan pegawainya yang mendengar, melihat, dan/atau mengalami terjadinya pelanggaran atau dugaan pelanggaran untuk melaporkannya ke DJP. Simak Ada Whistleblowing System di DJP, Apa Saja yang Bisa Diadukan?.
Pelanggaran, dalam PER-22/PJ/2011, ialah perbuatan pegawai yang melanggar peraturan perundang-undangan tentang tindak pidana umum dan tindak pidana khusus, termasuk namun tidak terbatas pada peraturan perpajakan, peraturan tindak pidana korupsi, serta peraturan kepegawaian, yang terjadi di lingkungan DJP.
Selain pegawai, masyarakat yang mendengar, melihat, dan/atau mengalami terjadinya pelanggaran atau dugaan terjadinya pelanggaran dapat melaporkannya ke DJP. Masyarakat yang merasa tidak puas terhadap pelayanan perpajakan pun juga dapat melapor ke DJP.
Laporan dapat disampaikan secara langsung atau tidak langsung. DJP juga menyediakan beragam saluran untuk menyampaikan pelaporan. Pelaporan secara langsung dapat disampaikan melalui helpdesk Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur (KITSDA).
Sementara itu, pelaporan secara tidak langsung di antaranya dapat dilakukan melalui kring pajak 1500200), saluran telepon (021 52970777), surat elektronik ([email protected] atau [email protected]), atau SIKKA masing-masing pegawai.
Selain itu, pelaporan dapat dilakukan melalui surat yang ditujukan kepada DJP, Direktur KITSDA, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Direktur Penegakan Hukum, atau pimpinan unit vertikal DJP. Simak Kirim Email Blast ke WP, DJP Sosialisasikan Whistleblowing System (rig)