KAMUS PAJAK

Wajib Pungut dalam PPN

Awwaliatul Mukarromah
Kamis, 14 Juni 2018 | 15.31 WIB
Wajib Pungut dalam PPN

DALAM sistem pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) di Indonesia, terdapat sistem Wajib Pungut (Wapu). Mekanisme tersebut merupakan suatu bentuk modifikasi atas mekanisme PPN secara umum.

Mekanisme ini diterapkan dengan maksud untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan optimalisasi penerimaan. Terutama dalam konteks lemahnya administrasi perpajakan di suatu negara maupun pada sektor-sektor dengan tingkat ketidakpatuhannya relatif tinggi.

Secara umum, Wapu pada dasarnya adalah pembeli yang seharusnya dipungut PPN, tetapi dalam praktiknya justru menjadi  pihak yang memungut PPN.

Misalnya, bendahara pemerintah dalam posisi belanja barang, dalam mekanisme normal pembeli (bendahara pemerintah) akan dipungut PPN oleh penjual. Tetapi karena ada ketentuan wajib pungut, maka walaupun posisinya sebagai pembeli, bendahara pemerintah-lah yang akan tetap memungut PPN.

Menurut ketentuan, ada 4 kelompok Wapu, yaitu:          

  • Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN),
  • Kontraktor Kontrak Kerja Sama,
  • Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan
  • Badan Usaha Tertentu.

Bendaharawan Pemerintah dan KPKN
Dasar hukum penunjukkan bendahara pemerintah dan kantor KPKN sebagai pemungut PPN adalah Keputusan Menteri Keuangan nomor 563/KMK.03/2003.

Keputusan ini mengatur, Bendahara pemerintah dan kantor KPKN yang melakukan pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP)oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) Rekanan Pemerintah atas nama PKP Rekanan Pemerintah, wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPnBM yang terutang.

Pengecualian pemungutan Bendaharawan Pemerintah dalam hal:

  • pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp1 juta dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
  • pembayaran untuk pembebasan tanah;
  • pembayaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku, mendapat fasilitas PPN tidak dipungut dan/atau dibebaskan dari pengenaan PPN;
  • Pembayaran atas penyerahan Bahan Bakar Minyak dan Bukan Bahan Bakar Minyak oleh PT (PERSERO) PERTAMINA;
  • pembayaran atas rekening telepon;
  • pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan; atau
  • pembayaran lainnya untuk penyerahan barang atau jasa yang menurut ketentuan Perundang- undangan yang berlaku tidak dikenakan PPN.

Kontraktor Kontrak Kerja Sama

Dasar penetapan Kontraktor Kontrak Kerja Sama sebagai Wapu PPN adalah Peraturan Menteri Keuangan nomor 73/PMK.03/2010.

Menurut peraturan ini, Wapu ada dua, yaitu:

  • kontraktor kontrak kerja sama pengusahaan minyak dan gas bumi; dan
  • kontraktor atau pemegang kuasa/pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi, yang meliputi kantor pusat, cabang, maupun unitnya.

PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang atas penyerahan BKP dan/atau JKP oleh Rekanan kepada Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin.

Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin.

Transaksi yang dikecualikan dari pemungutan adalah:

  • pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) termasuk jumlah PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
  • pembayaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN;
  • pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan minyak oleh PT Pertamina (Persero);
  • pembayaran atas rekening telepon;
  • pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan; dan/ atau
  • pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau jasa yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan tidak dikenai PPN atau PPN dan PPnBM.

Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

BUMN ditunjuk sebagai pemungut PPN atau PPnBM berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 85/PMK.03/2012. Dalam ketentuannya, PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang atas penyerahan BKP dan/atau JKP oleh rekanan kepada BUMN dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh BUMN.

Pengecualian pemungutan terhadap transaksi:

  • pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) termasuk jumlah PPN atau PPN dan PPnBM yang· terutang dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
  • pembayaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN;
  • pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan minyak oleh PT Pertamina (Persero);
  • pembayaran atas rekening telepon;
  • pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan; dan/ atau
  • pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau jasa yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan tidak dikenai PPN atau PPN dan PPnBM.

Badan Usaha Tertentu

Badan usaha tertentu ditunjuk sebagai pemungut PPN atau PPN dan PPnBM berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 37/PMK.03/2015. Badan usaha tertentu yang ditunjuk sebagai pemungut PPN meliputi:

  • BUMN yang dilakukan restrukturisasi oleh Pemerintah setelah berlakunya Peraturan Menteri ini (PMK 37/2015), dan restrukturisasi tersebut dilakukan melalui pengalihan saham milik negara kepada BUMN lainnya;
  • Badan usaha yang bergerak di bidang pupuk, yang telah dilakukan restrukturisasi oleh Pemerintah yaitu PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Kalimantan Timur, dan PT Pupuk Iskandar Muda;
  • Badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh BUMN yaitu PT Telekomunikasi Selular, PT Indonesia Power, PT Pembangkitan Jawa-Bali, PT Semen Padang, PT Semen Tonasa, PT Elnusa Tbk, PT Krakatau Wajatama, PT Rajawali Nusindo, PT Wijaya Karya Beton Tbk, PT Kimia Farma Apotek, PT Badak Natural Gas Liquefaction, PT Kimia Farma Trading & Distribution, PT Tambang Timah, PT Terminal Petikemas Surabaya, PT Indonesia Comnets Plus, Bank Syariah Mandiri, Bank BRI Syariah, dan Bank BNI Syariah.

Dalam ketentuannya, PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang atas penyerahan BKP dan/atau JKP oleh rekanan kepada badan usaha tertentu dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh badan usaha tertentu.

Transaksi yang dikecualikan dari pemungutan adalah:

  • pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp10 juta termasuk jumlah PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
  • pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN;
  • pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan minyak oleh PT Pertamina (Persero);
  • pembayaran atas rekening telepon;
  • pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan; dan/atau
  • pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau jasa yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan tidak dikenai PPN atau PPNdan PPnBM. (Bsi)

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.