AKTIVITAS ekonomi berbasis transaksi tunai (cash-based economy) merupakan salah satu sumber kegiatan ekonomi yang alirannya sulit dideteksi. Banyak kegiatan pencucian uang dan penyembunyian harta disalurkan secara tunai agar sulit disingkap otoritas berwenang.
Baik pelaku ekonomi besar maupun kecil sama-sama banyak yang gemar menggunakan bentuk transaksi ini. Salah satu alasannya adalah untuk menghindari kewajiban pajak. Cara ini paling subur digunakan di negara berkembang yang masih cukup lazim menggunakan uang tunai.
Bahayanya, semakin besar ukuran cash-based economy suatu negara, semakin sulit otoritas pajak melacak ketidakpatuhan. Padahal, setiap saluran transaksi yang digunakan untuk menghindari kewajiban pajak membutuhkan rangkaian teknik audit yang tidak mudah.
Sheikh Sajjad Hassan mengurai beberapa teknik tersebut dalam bukunya yang berjudul “Tax Audit Techniques in Cash Based Economies”. Pada bagian awal bukunya, Hassan menjelaskan terlebih dahulu natur dan ‘taksonomi’ dari cash-based economy sebelum mengungkapkan cakupan yang dibahas.
Buku yang diterbitkan Commonwealth Association of Tax Administrators (CATA) ini mengungkap bahwa perolehan uang yang ‘lolos’ dari mata otoritas pajak digunakan lebih lanjut melalui tiga cara.
Pertama, digunakan untuk konsumsi barang mewah, seperti penghidupan yang mewah, hiburan, dan perjalanan luar negeri. Kedua, digunakan untuk membeli aset nonbisnis, seperti real estate, mobil mewah, kapal pesiar, perhiasan, uang asing, dan lain-lain. Ketiga, digunakan untuk menambah aset bisnis.
Dalam bentuk yang ketiga inilah yang ditekankan dalam ulasan Hassan. Salah satu cara yang digunakan pemilik bisnis atau perusahaan atas aset bisnis dari uang yang tidak dipajaki adalah dengan tidak mencatat penghasilan dalam pembukuan (unrecorded revenues). Setiap penghasilan lanjutan dan transaksi yang berkaitan dengan aset bisnis tersebut juga tidak dicatat dalam keuangan perusahaan.
Cara lain yang dapat digunakan biasanya dalam bentuk pelaporan dalam nilai yang lebih rendah (understatement of revenues) atau manipulasi akuntansi, misalnya mencatat penghasilan sebagai komponen yang bukan merupakan objek pajak (exempt income).
Meskipun terdapat berbagai cara, materi buku yang disampaikan hanya berfokus pada teknik audit pajak pada kategori unrecorded revenues dan understatement of revenues. Adapun pelaku yang tercakup dalam kategori pertama disebut sebagai ‘non-filers’.
Meskipun berisiko terdeteksi, mereka memilih untuk tidak mengungkapkan penghasilan atau harta mereka dengan kesiapan untuk menggunakan cara suap seandainya ketahuan. Mereka beranggapan harta yang mereka peroleh akan menciptakan penghasilan baru lainnya yang nilainya akan terus meningkat. Karena alasan ‘rasional’ inilah mereka merasa lebih menguntungkan jika tidak mengakuinya sejak awal.
Dalam mengatasi ini, survei lapangan yang efektif menjadi kunci. Hassan berujar para ‘non-filers’ tersebut perlu dicegah sedari awal mula diperolehnya harta. Kemudian, yang terpenting adalah menggunakan data survei tersebut untuk dikembangkan dan dicocokkan dengan database otoritas pajak.
Setiap data survei berpotensi menjadi penghubung yang menjembatani berbagai sumber data lainnya, seperti data SPT, kepemilikan properti, data perbankan, dan bahkan data otoritas bea dan cukai. Dari sinilah keputusan audit pajak sebagai langkah lebih lanjut dapat dilakukan secara tepat sasaran.
Setiap langkah yang diuraikan oleh Hassan di sini rasanya banyak juga ditemukan pada literatur lainnya. Meski demikian, karya ini tetap dapat digunakan sebagai rangkuman yang melengkapi berbagai informasi yang tersebar.
Selanjutnya, untuk kategori penghindar pajak yang menggunakan cara understatement of revenues, penulis menggunakan berbagai variasi yang terjadi di beberapa sektor, seperti sektor pengolahan, perdagangan, transportasi, beberapa profesi jasa, dan lain-lain.
Sering kali, penghasilan yang diperoleh langsung digunakan untuk perolehan aset lainnya yang tidak tercatat sehingga tidak semua dilaporkan dalam pembukuan. Kemudian, aset yang dibeli sering kali dilaporkan sebagai suatu peralatan atau perlengkapan yang spesifikasinya lebih rendah dari sebenarnya. Tujuannya agar mereka memiliki alasan yang dinilai wajar untuk mencatat nilai tidak sesungguhnya.
Pada bagian ini, yang juga sekaligus menjadi bagian akhir buku, penulis mengungkapkan berbagai praktik yang cukup ‘kreatif’ terkait penyembunyian nilai penghasilan sesungguhnya. Sayangnya, tidak diungkapkan bagaimana teknik audit yang cocok untuk masing-masing bentuk tersebut.
Meski demikian, materi yang diungkapkan dapat memberi para pembaca dicerahkan tentang bagaimana praktik kotor tersebut digunakan dan perkiraan perkembangannya ke depan. Menarik jika kita menggunakan buku tersebut sebagai titik awal untuk menelusuri berbagai literatur lainnya dengan topik serupa. Anda bisa membaca buku ini secara langsung di DDTC Library. Selamat membaca!*