LITERATUR PAJAK

Publikasi Internasional, Profesional DDTC Bahas Soal Sengketa Pajak

Redaksi DDTCNews
Rabu, 26 Juni 2024 | 15.23 WIB
Publikasi Internasional, Profesional DDTC Bahas Soal Sengketa Pajak

Publikasi Lexology In-Depth: Tax Disputes and Litigation edisi ke-12 diterbitkan pada Juni 2024.

LAW Business Research, yang berbasis di London Britania Raya, kembali menerbitkan publikasi terkait dengan sengketa perpajakan dan litigasi di berbagai negara. Publikasi Lexology In-Depth: Tax Disputes and Litigation edisi ke-12 diterbitkan pada Juni 2024.

Adapun publikasi ini sebelumnya berjudul The Tax Disputes and Litigation Review. Law Business Research mengintegrasikan The Law Review ke dalam Lexology. Adapun Lexology merupakan platform intelijen hukum global.

Dengan fokus pada perkembangan terkini, publikasi ini memberikan wawasan mengenai proses, skala waktu, serta biaya untuk menyelesaikan kesulitan-kesulitan kompleks yang muncul di berbagai yurisdiksi.

“Tujuan dari publikasi ini adalah untuk memberikan wawasan mengenai isu-isu yang menimbulkan sengketa perpajakan di berbagai yurisdiksi, prosedur penyelesaian sengketa, serta kewenangan dan pendekatan otoritas perpajakan setempat,” ujar editor publikasi, Reinout de Boer dan Michael Molenaars.

Lexology In-Depth: Tax Disputes and Litigation edisi ke-12 mengupas berbagai isu terkait penyelesaian sengketa perpajakan dari 19 negara atau yurisdiksi, salah satunya Indonesia. Ulasan terkait dengan Indonesia ditulis oleh 2 profesional DDTC.

Kedua profesional DDTC yang dimaksud adalah Associate Partner of DDTC Consulting Ganda Christian Tobing serta Senior Manager of DDTC Consulting Khisi Armaya Dhora. Mereka bergabung dengan kontributor dari 18 negara lainnya.

Adapun 18 negara lain yang dimaksud antara lain Australia, Austria, Belgia, Cyprus, Finlandia, Yunani, India, Irlandia, Italia, Jepang, Malaysia, Meksiko, Belanda, Selandia Baru, Nigeria, Korea Selatan, Swiss, serta Trinidad dan Tobago.

Reinout de Boer dan Michael Molenaars menjabarkan adanya beberapa perkembangan di Uni Eropa (UE) yang berpotensi meningkatkan sengketa perpajakan lintas negara (cross-border) pada saat ini dan masa mendatang.

Pertama, tekanan pada anggaran nasional – misal karena kebijakan terkait dengan iklim dan peningkatan layanan kesehatan – yang ‘memaksa’ otoritas perpajakan untuk mengajukan sengketa lebih jauh dibandingkan segera menyelesaikannya.

Kedua, pengumpulan dan pertukaran data wajib pajak yang akan meningkat. Ketiga, peraturan perpajakan yang baru dan belum teruji, tetap memberi dampak luas. Contohnya adalah penerapan peraturan perpajakan terkait dengan Pilar 2.

Dengan potensi peningkatan sengketa perpajakan, perlu ada perlindungan yang tepat terhadap hak-hak wajib pajak. Hal ini penting dilakukan melalui prosedur yang efektif dan efisien untuk mencegah dan menyelesaikan sengketa (dispute prevention and resolution). Penerapan prinsip-prinsip hukum yang kuat oleh lembaga peradilan juga sangat penting.

Mereka memberi contoh mengenai Pilar 2. Potensi sengketa dinilai ada karena wajib pajak kemungkinan tidak setuju dengan otoritas pajak. Selain itu, otoritas pajak dari berbagai yurisdiksi mungkin juga berbeda pendapat mengenai interpretasi ruang lingkup dan waktu multi-jurisdictional top-up taxes.

“Potensi pelanggaran hak-hak wajib pajak juga terlihat jelas karena sengketa tersebut mungkin sangat sulit untuk diselesaikan,” imbuh Reinout de Boer dan Michael Molenaars.

Perkembangan di Indonesia

Dalam publikasi ini, Ganda Christian Tobing dan Khisi Armaya Dhora menjabarkan prosedur penyelesaian sengketa perpajakan di Indonesia. Mereka fokus pada perpajakan yang dikelola pemerintah pusat, yakni Ditjen Pajak (DJP) serta Ditjen Bea dan Cukai (DJBC).

Keduanya memulai ulasan dengan gambaran umum mengenai sengketa perpajakan di Indonesia yang sebagian besar bermula dari surat ketetapan yang diterbitkan otoritas berdasarkan pada hasil pemeriksaan pajak atau kepabeanan.

Sengketa perpajakan lainnya bermula dari pengenaan sanksi administratif yang menurut wajib pajak tidak tepat. Dalam beberapa kasus, sengketa juga disebabkan masalah prosedur dalam pemungutan pajak serta keputusan terkait hak dan kewajiban perpajakan wajib pajak.

Di sisi pengadilan pajak, mereka mengatakan keakuratan dan kualitas putusan dapat dipengaruhi oleh upaya untuk mempercepat penyelesaian sejumlah besar kasus yang dihadapinya. Data menunjukkan berkas sengketa yang diperiksa oleh 1 hakim di Pengadilan Pajak dapat mencapai 371 kasus per tahun.

Mereka juga menguraikan putusan-putusan kunci dari Mahkamah Agung. Misalnya, dalam penerapan asas perlakuan yang sama dan asas iktikad baik terkait hukum prosedur pajak. Tidak hanya itu, menurut mereka, tantangan terbesar dari penyelesaian sengketa pajak di Mahkamah Agung saat ini adalah ketiadaan hakim agung yang memiliki keahlian khusus di bidang perpajakan.

Menurut mereka, agenda reformasi perpajakan melalui Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) di satu sisi memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam mematuhi administrasi perpajakan.

Di sisi lain ada penguatan kewenangan otoritas. Dalam perkembangan terbaru, menteri keuangan juga akan menerbitkan regulasi baru terkait dengan batasan kewenangan dan tata cara implementasi ketentuan antipenghindaran pajak.

“Sehubungan dengan itu, penting untuk memastikan bahwa keputusan otoritas telah sesuai dengan prinsip tata kelola yang baik dan melindungi hak wajib pajak untuk menggunakan proses penyelesaian sengketa,” tulis mereka.

Mereka mengatakan kebijakan pengumpulan penerimaan pajak dikonsentrasikan pada penguatan penegakan hukum dan kesinambungan pelaksanaan pertukaran informasi. Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan jumlah sengketa perpajakan pada tahun-tahun mendatang.

Otoritas juga aktif melakukan perbaikan pada setiap tahapan proses terkait sengketa pajak, mulai dari validasi dan pengawasan data serta integrasi sistem untuk meningkatkan kualitas pemeriksaan. Hal ini berkorelasi pada pembangunan manajemen pengetahuan dalam penyelesaian sengketa.

Mereka menjabarkan beberapa usulan untuk meningkatkan kualitas sistem penyelesaian sengketa pajak di Indonesia. Usulan itu seperti perubahan struktur kelembagaan prosedur keberatan, penerapan alternative dispute resolution, serta penambahan lapisan baru dalam sistem peradilan untuk penyelesaian sengketa perpajakan.

Publikasi ini sangat berguna bagi praktisi, pelaku usaha, akademisi, serta bagi pembuat kebijakan di Indonesia. Informasi dan outlook di setiap negara ini akan memberikan panduan bagi para pembuat kebijakan sekaligus bagi wajib pajak dalam merespons segala perubahan.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.