LITERASI PAJAK

Nilai-Nilai Utama Peradilan Pajak dan Perannya di Indonesia

Redaksi DDTCNews
Kamis, 21 September 2023 | 08.00 WIB
Nilai-Nilai Utama Peradilan Pajak dan Perannya di Indonesia

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Pengadilan Pajak memiliki peran utama sebagai pihak ketiga yang independen dan mampu memandang otoritas pajak dan wajib pajak secara setara dan sama di hadapan hukum.

Sebelum membahas lebih jauh, ada baiknya dijelaskan mengenai definisi pengadilan dan peradilan terlebih dahulu. Kata "peradilan" dan "pengadilan" mungkin terdengar serupa, tetapi keduanya ternyata memiliki perbedaan dalam arti dan peran mereka.

Menurut Subekti dan R. Tjitrosoedibio, peradilan (rechtspraak atau judiciary) merujuk pada semua aspek yang terkait dengan negara dalam menjalankan hukum dan keadilan, sedangkan pengadilan (rechtsbank atau court) adalah lembaga yang menjalankan proses peradilan.

Dengan kata lain, peradilan adalah proses penanganan perkara, sedangkan pengadilan adalah lembaga yang memeriksa dan memutuskan sengketa hukum.

Berdasarkan Black's Law Dictionary, peradilan adalah salah satu cabang pemerintahan yang berperan dalam menafsirkan hukum dan menegakkan keadilan. Peradilan juga mencakup sistem pengadilan dan kumpulan hakim.

Sementara itu, pengadilan adalah lembaga yang lebih terbatas, merujuk pada badan hukum, gedung, atau lokasi proses pengadilan berlangsung.

Peradilan, sebagai bagian dari cabang kekuasaan yudikatif, adalah satu dari tiga komponen kekuasaan negara. Perannya pun tidak sekadar sebagai 'pihak ketiga yang imparsial’ dalam penyelesaian suatu sengketa.

Peradilan justru memiliki dampak yang mendalam dalam memengaruhi hubungan antara negara dan penduduknya. Selain itu, peradilan berperan penting untuk melakukan penafsiran final atas ketentuan peraturan perundang-undangan.

Nilai Utama dalam Keberhasilan Fungsi Peradilan

International Framework for Court Excellence mengidentifikasi beberapa nilai inti yang menjadi kunci keberhasilan fungsi peradilan antara lain keadilan, ketidakberpihakan, kompetensi, integritas, independensi, transparansi, aksesibilitas, ketepatan waktu, dan kepastian.

Kinerja pengadilan yang ditentukan oleh prinsip-prinsip tersebbut telah diadopsi dan disepakati secara internasional. Berikut penjelasan singkat tentang setiap nilai-nilai tersebut:

  • Keadilan dan ketidakberpihakan: standar yang digunakan oleh pengadilan dalam bertindak.
  • Independensi dan kompetensi: kemampuan hakim untuk mengambil keputusan berdasarkan pemahaman mendalam tentang hukum yang berlaku dan fakta kasus
  • Integritas: transparansi dan kepatutan proses, putusan, dan pengambilan putusan.
  • Transparansi: keadilan tidak hanya harus diterapkan tetapi harus dilakukan juga secara transparan.
  • Aksesibilitas: kemudahan akses hukum mencakup biaya yang wajar, bantuan penasihat hukum, dan pemahaman yang baik tentang proses pengadilan. Informasi akurat dan komprehensif tentang peradilan dan putusan.
  • Ketepatan waktu: keseimbangan waktu dalam proses peradilan seperti pengumpulan bukti, argumen pihak yang bersengketa, dan penerapan aturan hukum. Hal ini berkaitan dengan menghindari penundaan tidak wajar akibat prosedur yang kurang efisien dan kurangnya sumber daya.
  • Kepastian hukum: putusan didasarkan pada hukum, prinsip hukum, dan interpretasi sebelumnya dalam kasus serupa. Putusan juga harus bersifat final pada titik tertentu.

Kendati demikian, sistem peradilan pajak di negara berkembang ternyata belum efektif dalam menerapkan nilai-nilai utama fungsi peradilan di atas. Pada gilirannya, hal itu menjadi hambatan bagi supremasi hukum di perpajakan.

Peradilan Pajak di Indonesia

Dalam konteks pajak, peluang penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan terbuka dengan diaturnya Pasal 27 UU No. 6.tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang secara jelas mengakui Majelis Pertimbangan Pajak sebagai instansi banding administratif.

Perubahan berikutnya terjadi dengan UU No. 9/1994, mengubah UU No. 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Pasal 27 mengarahkan upaya banding sengketa pajak ke Badan Peradilan Pajak, sementara badan tersebut belum terbentuk, Majelis Pertimbangan Pajak menjalankan fungsi sementara.

Badan Peradilan Pajak dibentuk melalui UU No. 17/1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (UU BPSP). Perubahan terakhir terkait penyelesaian sengketa pajak diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU Pengadilan Pajak).

Selain pembaruan lembaga peradilan pajak, pemerintah juga melakukan serangkaian reformasi pajak nasional yang dilakukan pada tahun 1983, 1991-2002, 2000-2001, 2002-2008, 2009-2014, 2017-2020, dan program pengampunan pajak pada tahun 2016.

Dari perkembangan tersebut, pemerintah telah melakukan reformasi perpajakan dengan perubahan aturan yang dinamis. Sayangnya, UU Pengadilan Pajak belum mengalami perubahan yang signifikan sejak 2002.

Oleh karena itu, berbagai permasalahan mendasar perlu untuk dipetakan sehingga lembaga peradilan pajak dapat menjadi lebih baik lagi.

Untuk lebih memahami konsep peradilan pajak dan perjalanannya di Indonesia dari masa ke masa, Anda dapat membaca selengkapnya melalui buku Lembaga Peradilan Pajak di Indonesia: Persoalan, Tantangan, dan Tinjauan di Beberapa Negara dari DDTC.

Baca artikel Dalami Lembaga Peradilan Pajak di Indonesia, Baca Buku Terbaru DDTC untuk tahu daftar isi dari buku tersebut. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.