KEBIJAKAN PAJAK

Lagi, World Bank Sarankan Indonesia Turunkan Threshold PKP

Muhamad Wildan | Kamis, 17 Juni 2021 | 18:54 WIB
Lagi, World Bank Sarankan Indonesia Turunkan Threshold PKP

Indonesia Economic Prospects (IEP) edisi Juni 2021 yang diterbitkan World Bank. 

JAKARTA, DDTCNews – World Bank kembali mendorong Indonesia untuk menurunkan threshold pengusaha kena pajak (PKP) yang saat ini ditetapkan senilai Rp4,8 miliar.

Merujuk pada laporan berjudul Indonesia Economic Prospects (IEP) edisi Juni 2021, World Bank memandang rezim PPN di Indonesia memiliki eligibility threshold yang tinggi serta mengandung banyak pengecualian.

"Hal ini mengindikasikan tax multiplier di Indonesia masih rendah dan menunjukkan reformasi dari sisi penerimaan dan belanja akan berdampak positif terhadap perekonomian dibandingkan dengan sekadar memangkas belanja," tulis World Bank, dikutip pada Kamis (17/7/2021).

Baca Juga:
Siap-Siap, Coretax System Bisa Rekam Data Transaksi Wajib Pajak

Tidak hanya menurunkan threshold PKP, World Bank juga mendorong Indonesia untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam pembayaran dan pelaporan PPN. Kedua langkah ini dipandang perlu untuk memperluas basis pajak sekaligus meningkatkan efisiensi dan transparansi dari sistem pajak.

Rekomendasi mengenai penurunan threshold PKP sudah berulang kali disampaikan World Bank melalui laporan-laporan yang dirilis sebelumnya. Dalam IEP yang dirilis Juli 2020, World Bank secara spesifik mendorong Indonesia untuk menurunkan threshold PKP dari yang saat ini senilai Rp4,8 miliar menjadi Rp600 juta.

Threshold senilai Rp4,8 miliar ini dinilai menyebabkan basis PPN yang dimiliki Indonesia menjadi sempit. Akibat threshold PKP yang tinggi sekaligus banyaknya pengecualian PPN, Indonesia hanya mampu mengumpulkan PPN sebesar 60% dari potensi aslinya.

Adapun threshold PKP senilai Rp600 juta sudah pernah diterapkan Indonesia sebagaimana tertuang dalam PMK 68/2010. Threshold PKP ditingkatkan menjadi Rp4,8 miliar melalui PMK 197/2013 yang berlaku sejak 1 Januari 2014. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 18 Mei 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Pungut PPN Atas Penyerahan Hasil Tembakau? Pakai Dokumen CK-1

Sabtu, 18 Mei 2024 | 09:35 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Siap-Siap, Coretax System Bisa Rekam Data Transaksi Wajib Pajak

Jumat, 17 Mei 2024 | 19:45 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Beralih Pakai Tarif PPN Umum, PKP BHPT Harus Beri Tahu KPP Dahulu

Jumat, 17 Mei 2024 | 17:00 WIB KAMUS CUKAI

Apa Itu Dokumen CK-1 dalam Konteks Percukaian?

BERITA PILIHAN
Sabtu, 18 Mei 2024 | 15:00 WIB IBU KOTA NUSANTARA (IKN)

WP Penerima Tax Holiday IKN Juga Berhak Dapat Pembebasan PPh Potput

Sabtu, 18 Mei 2024 | 14:45 WIB LAYANAN KEPABEANAN

Barang dari Luar Negeri Sampainya Lama, Pasti Kena Red Line Bea Cukai?

Sabtu, 18 Mei 2024 | 11:30 WIB PER-6/PJ/2011

Berapa Batas Nilai Zakat yang Bisa Dijadikan Pengurang Pajak?

Sabtu, 18 Mei 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Hal-Hal yang Membuat NIK dan NPWP Tak Bisa Dipadankan

Sabtu, 18 Mei 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Pungut PPN Atas Penyerahan Hasil Tembakau? Pakai Dokumen CK-1

Sabtu, 18 Mei 2024 | 10:00 WIB BPJS KESEHATAN

Pemerintah Pastikan Belum akan Ubah Besaran Iuran BPJS Kesehatan

Sabtu, 18 Mei 2024 | 09:35 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Siap-Siap, Coretax System Bisa Rekam Data Transaksi Wajib Pajak