KONSULTASI

Kriteria Dokter Tetap yang Berhak atas Insentif PPh Pasal 21 DTP

Redaksi DDTCNews | Kamis, 21 Mei 2020 | 09:00 WIB
Kriteria Dokter Tetap yang Berhak atas Insentif PPh Pasal 21 DTP

Herman Juwono,
Kadin Indonesia

Pertanyaan:
PERKENALKAN saya Padli. Saya bekerja di divisi pajak salah satu rumah sakit (RS) swasta rujukan Covid-19. Ada beberapa poin yang ingin saya tanyakan, yakni:

  1. Apakah dokter (tetap/pegawai) yang memiliki penghasilan berbeda setiap bulannya tergantung kunjungan pasien tetap berhak atas PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP)? Adapun informasi terkait Dokter Nonpegawai sudah saya peroleh melalui artikel sebelumnya yang berjudul “Apakah Dokter NonPegawai Bisa Dapat Insentif PPh Pasal 21 DTP?”.
  2. Jika ya, apakah terdapat kriteria lebih lanjut yang perlu dipenuhi dokter tersebut? Kemudian, apakah semua dokter yang bekerja di RS rujukan Covid-19 berhak mendapatkan insentif PPh Pasal 21 DTP?
  3. Selanjutnya, saya ingin memastikan interpretasi Pasal 2 ayat (3) PMK 44/2020 yang menyebutkan bahwa salah satu kriteria penerima insentif adalah penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur yang diperoleh jika disetahunkan tidak lebih dari Rp200 juta. Dengan asumsi jawaban poin pertanyaan 1 dan 2 adalah ‘ya’, apakah jika penghasilan untuk periode Mei 2020 sebesar Rp36 juta tidak berhak atas insentif tersebut karena jika disetahunkan menjadi lebih dari Rp200 juta?

Mohon bantuannya untuk menjawab pertanyaan saya tersebut. Atas bantuannya, saya ucapkan terima kasih.

Jawaban:
TERIMA kasih Bapak Padli atas pertanyaannya.

Kami juga turut berterima kasih karena Bapak telah membaca jawaban artikel kami yang berjudul ‘Apakah Dokter Nonpegawai Bisa Dapat Insentif PPh Pasal 21 DTP ?’, di mana informasi terkait dokter nonpegawai sudah dijawab. Lantas, untuk dokter yang berstatus pegawai tetap dengan penghasilan berbeda setiap bulannya tergantung kunjungan pasien, apakah berhak atas insentif PPh Pasal 21 DTP?

Pertama-tama, dapat kami sampaikan bahwa rumah sakit (dengan KLU 86101 / 86103 / 86109) merupakan lapangan usaha yang disebutkan dalam Lampiran A PMK 44/2020 sehingga termasuk dalam ruang lingkup yang mendapatkan insentif PPh Pasal 21 DTP.

Kemudian, kami asumsikan bahwa status pegawai atau dokter tetap dengan kriteria tertentu di rumah sakit tempat Pak Padli bertugas telah sejalan dengan definisi pegawai yang disebutkan pada Pasal 1 angka (4) PMK 44/2020.

Untuk lebih memperjelas, mari kita lihat Pedoman dan Tata cara penghitungan PPh Pasal 21 yang diatur di dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-16/PJ/2016, yang dimaksud dengan Pasal 1 angka 10 dan 15:

10. Pegawai tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur.

15. Penghasilan pegawai tetap yang bersifat teratur adalah penghasilan bagi pegawai tetap berupa gaji atau upah, segala macam tunjangan, dan imbalan dengan nama apapun yang diberikan secara periodik berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh pemberi kerja, termasuk uang lembur.

Dengan demikian, meskipun setiap besarannya berbeda setiap bulan, penghasilan tersebut tetap memenuhi definisi penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur sehingga memperoleh insentif PPh Pasal 21 DTP.

Untuk contoh perhitungan dalam memastikan interpretasi Pasal 2 ayat (3) PMK 44/2020, mari kita gunakan contoh kasus yang Bapak berikan. Penghasilan bruto teratur yang diperoleh Dokter A pada April 2020 sebesar Rp36 juta. Jika disetahunkan menjadi sebesar Rp432 juta (Rp36 juta x 12 bulan) sehingga sudah melebihi Rp200 juta. Dengan demikian, Dokter A tidak berhak atas insentif PPh Pasal 21 DTP atas penghasilan bulan April.

Perlakuan berbeda diberikan jika Dokter A pada Mei mendapat penghasilan bruto teratur sebesar Rp15 juta. Jika angka tersebut disetahunkan, besaran yang diperoleh sebesar Rp180 juta (Rp15 juta x 12 bulan). Dengan demikian, untuk bulan Mei, Dokter A berhak atas insentif PPh Pasal 21 DTP.

Sekarang mari kita coba lihat untuk kasus dengan urutan sebaliknya. Sebagai contoh, misalnya Dokter B memiliki penghasilan bruto teratur untuk April 2020 sebesar Rp16 juta. Dengan demikian, jika disetahunkan menjadi sebesar Rp192 juta (Rp16 juta x 12 bulan) sehingga tidak melebihi Rp200 juta. Dengan demikian, Dokter B berhak atas insentif PPh Pasal 21 DTP untuk bulan April.

Kemudian, Dokter B pada Mei mendapat penghasilan bruto teratur sebesar Rp20 juta. Jika angka tersebut disetahunkan menjadi sebesar Rp240 juta (Rp20 juta x 12 bulan) sehingga lebih dari Rp200 juta. Dengan demikian, untuk bulan Mei, Dokter B tidak berhak atas insentif PPh Pasal 21 DTP.

Dapat disimpulkan, penentuan pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 DTP ditentukan per bulan dalam hal penghasilan bruto teratur tersebut mengalami perubahan. Untuk contoh perhitungan lainnya, Bapak juga dapat melihat dalam lampiran PMK 44/2020.

Demikian yang dapat kami sampaikan. Semoga jawaban kami dapat bermanfaat.

Sebagai informasi, Kanal Kolaborasi antara Kadin Indonesia dan DDTC Fiscal Research menayangkan artikel konsultasi setiap Selasa dan Kamis guna menjawab pertanyaan terkait Covid-19 yang diajukan ke email [email protected]. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan langsung mengirimkannya ke alamat email tersebut.

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

BERITA PILIHAN