KONSULTASI

Apakah Dokter Nonpegawai Bisa Dapat Insentif PPh Pasal 21 DTP?

Redaksi DDTCNews | Selasa, 12 Mei 2020 | 09:36 WIB
Apakah Dokter Nonpegawai Bisa Dapat Insentif PPh Pasal 21 DTP?

Dwie Kuncoro,
Kadin Indonesia

Pertanyaan:
PERKENALKAN nama saya Lily. Saya dokter spesialis di salah satu Rumah Sakit di Jember. Saya bekerja hanya di satu rumah sakit dengan kontrak kerja sebagai mitra atau tenaga ahli dan bukan sebagai pegawai. Saya mendapatkan bagi hasil dari jasa dokter yang dibayar pasien ke rumah sakit tempat saya bekerja dan saya dipotong PPh pasal 21. Sebagai informasi tambahan, pendapatan saya tahun 2019 sebesar Rp180 juta.

Pertanyaan saya, apakah saya dapat memperoleh insentif PPh pasal 21 DTP? Terima kasih

Jawaban:
TERIMA KASIH Ibu Lily. Dalam rangka memitigasi dampak dari pandemi Covid-19, telah diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 23/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona, yang kemudian digantikan pengaturannya dengan PMK No. 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pendemi Corona Virus Disease 2019 (PMK 44/2020).

Pertama-tama, mari kita cermati kriteria pegawai yang dapat memperoleh insentif PPh Pasal 21 yang ditanggung pemerintah sebagaimana diatur Pasal 2 ayat ayat (3) PMK 44/2020 sebagai berikut:

“(3) Pegawai dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:

a. menerima atau memperoleh penghasilan dari pemberi kerja yang:

  1. memiliki kode klasifikasi lapangan usaha sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan menteri ini;
  2. telah ditetapkan sebagai perusahaan KITE; atau
  3. telah mendapatkan izin penyelenggara kawasan berikat, izin pengusaha kawasan berikat, atau izin PDKB;

b. memiliki NPWP; dan

c. pada masa pajak yang bersangkutan menerima atau memperoleh penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur yang disetahunkan tidak lebih dari Rp200 juta.”

Namun, sebelum menggunakan kriteria di atas, kita perlu melihat definisi pegawai terlebih dahulu dari Pasal 1 yang berbunyi sebagai berikut:

“Pegawai adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja, berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja baik secara tertulis maupun tidak tertulis, untuk melaksanakan suatu pekerjaan dalam jabatan atau kegiatan tertentu dengan memperoleh imbalan yang dibayarkan berdasarkan periode tertentu, penyelesaian pekerjaan, atau ketentuan lain yang ditetapkan pemberi kerja.”

Kemudian, perlu dipahami bahwa dengan terbitnya PMK 44/2020 tidak serta merta menghilangkan pedoman dan tata cara penghitungan PPh Pasal 21 yang diatur di dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-16/PJ/2016.

Untuk itu, mari kita perhatikan bunyi Pasal 1 angka 21 dan angka aturan tersebut yang berbunyi sebagai berikut:

“21. Imbalan kepada bukan pegawai adalah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang terutang atau diberikan kepada bukan pegawai sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan penghasilan sejenis lainnya.

22. Imbalan kepada bukan pegawai yang bersifat berkesinambungan adalah imbalan kepada bukan pegawai yang dibayar atau terutang lebih dari satu kali dalam satu tahun kalender sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.”

Lebih Lanjut pada Pasal 3 huruf c angka 1 disebutkan sebagai berikut:

“c. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pemberian jasa, meliputi:

  1. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;”

Berdasarkan penjelasan yang disampaikan, diketahui Ibu Lily merupakan dokter spesialis yang bekerja di satu rumah sakit dengan kontrak kerja sebagai mitra yang mendapatkan bagi hasil dari jasa dokter yang dibayar pasien ke rumah sakit.

Dengan demikian, menurut kami, Ibu terhitung sebagai tenaga ahli yang termasuk bukan pegawai sebagaimana diatur Pasal 3 huruf c angka 1 PER-16/PJ/2016. Selain itu, kriteria pada Pasal 2 ayat (3) huruf c PMK 44/2020 yaitu penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur juga tidak dipenuhi. Bisa disimpulkan, Ibu belum dapat menerima fasilitas tersebut.

Demikian yang dapat kami sampaikan. Semoga jawaban kami dapat bermanfaat bagi Ibu.

Sebagai informasi, Kanal Kolaborasi antara Kadin Indonesia dan DDTC Fiscal Research menayangkan artikel konsultasi setiap Selasa dan Kamis guna menjawab pertanyaan terkait Covid-19 yang diajukan ke email [email protected]. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan langsung mengirimkannya ke alamat email tersebut.

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

BERITA PILIHAN