LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2020

Tiga Penyebab Rendahnya Serapan Insentif PPh Pasal 21 DTP

Redaksi DDTCNews
Jumat, 23 Oktober 2020 | 14.10 WIB
ddtc-loaderTiga Penyebab Rendahnya Serapan Insentif PPh Pasal 21 DTP

Rinasih,

Pati, Jawa Tengah

IDEALNYA, tidak seorang pun melewatkan kesempatan mendapatkan tambahan penghasilan pada saat krisis. Namun, hal ini tidak terjadi dengan insentif pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), yang merupakan program Pemullihan Ekonomi Nasional sejak April 2020.

Data Ditjen Pajak (DJP) per 21 September 2020 menyebutkan sebanyak 127.006 perusahaan telah mengajukan permohonan insentif ini. Namun, realisasinya hanya Rp1,98 triliun atau setara 5% dari total anggaran yang disediakan, yaitu Rp39,66 triliun.

Covid-19 telah memberikan dampak besar terhadap ekonomi, sosial, dan kesehatan di seluruh dunia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia terkontraksi 5,32% pada kuartal II/2020, pertumbuhan negatif pertama dalam 21 tahun terakhir. Penyebabnya adalah turunnya permintaan secara signifikan.

Untuk meminimalisir dampaknya, salah satu upaya yang dilakukan adalah mendongkrak permintaan dengan memberikan insentif PPh Pasal 21 DTP. Insentif ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan pekerja menengah ke bawah agar dapat mempertahankan tingkat konsumsi mereka.

Ketika konsumsi terjaga, produsen akan terus berproduksi, rantai pasok tetap bergerak, dan para karyawan tidak akan kehilangan pekerjaan karena pemutusan hubungan kerja (PHK). Penerima insentif ini karyawan dari 1.189 jenis usaha dengan penghasilan di bawah Rp200 juta per tahun.

Skemanya, PPh yang semula dipotong dari gaji pegawai akan ditanggung pemerintah, sehingga karyawan menerima gaji penuh. Dengan demikian, karyawan yang memiliki penghasilan Rp4,5 juta - Rp16,6 juta per bulan akan mendapatkan tambahan penghasilan hingga Rp1,4 juta per bulan.

Mengingat banyaknya sektor bisnis yang memenuhi persyaratan, seharusnya ada lebih banyak perusahaan yang membantu karyawannya untuk menikmati insentif ini. Lantas, kenapa tambahan penghasilan ini tidak banyak dimanfaatkan atau seolah kurang diminati?

Dua Pihak Berbeda
SETIDAKNYA ada tiga faktor penyebab kenapa insentif tersebut tidak banyak dimanfaatkan. Pertama, penerima manfaat dan pihak yang mengajukan insentif adalah dua pihak berbeda. Karyawan tidak dapat menikmati insentif ini, kecuali perusahaan mengajukan permohonan kepada DJP.

Akan tetapi, perusahaan tidak mendapat keuntungan dengan mengajukan permohonan insentif ini. Selain mengajukan permohonan, perusahaan juga harus menyampaikan laporan bulanan ke kantor pajak. Karena itu, ada beban administrasi tambahan bagi perusahaan.

Beban tersebut adalah sesuatu yang sangat dihindari perusahaan terutama saat sedang mengalami kesulitan usaha di masa pandemi seperti ini. Absennya keuntungan dan tambahan beban administrasi tersebut menjadi pengurang motivasi bagi perusahaan untuk mengikuti program ini.

Selain itu, perusahaan yang memanfaatkan insentif tetapi tidak memberi penjelasan pada karyawan, penghasilan tambahan itu bisa disalahartikan sebagai kenaikan gaji. Maka saat insentif berakhir, akan timbul dampak psikologis karena pendapatan karyawan turun dan memengaruhi kinerjanya.

Kedua, penurunan kondisi ekonomi. Tidak dapat disangkal pandemi Covid-19 memiliki dampak yang sangat besar terhadap perekonomian. Pada laporan kuartal II/2020, Kementerian Tenaga Kerja mengumumkan lebih dari 3,5 juta pekerja yang diberhentikan atau di-PHK akibat pandemi.

Selain itu, banyak perusahaan yang bangkrut atau memotong gaji karyawan menjadi di bawah penghasilan tidak kena pajak karena pemberlakuan work from home untuk mengurangi biaya perusahaan. Akibatnya, ditengarai banyak karyawan yang tidak lagi bisa menikmati insentif ini.

Ketiga, bisa dilihat dari pemberi insentif. Jika masyarakat tahu program ini dan mudah prosedurnya, partisipasinya mungkin akan meningkat. Menurut PMK-23/2020 dan perubahannya, pengajuan dan laporan dapat disampaikan secara online tanpa harus datang ke kantor pelayanan pajak (KPP).

Sejauh ini belum ada masalah dengan prosedur itu. Dalam publikasi, DJP sebagai penyedia fasilitas telah melakukan promosi melalui website, media sosial, dan webinar. Namun, iklan berskala nasional yang jangkauannya lebih luas masih minim. Karena itu, banyak karyawan tidak tahu program ini.

Lalu apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan partisipasi insentif ini? Pertama, pemerintah merancang perusahaan yang mengajukan insentif ini mendapat keuntungan. Misalnya, perusahaan bisa mengajukan insentif PPh perusahaan dengan syarat mengikuti insentif PPh Pasal 21 DTP.

Kedua, DJP bekerja sama dengan media untuk mempromosikan insentif, menambah iklan nasional, dan mengadakan webinar karyawan. Program ini harus dipromosikan tidak hanya ke pengusaha tetapi juga pada karyawan, sehingga mereka bisa meminta perusahaan mengikuti program ini.

Periode insentif ini akan berakhir Desember 2020. Karena itu, masih ada peluang bagi pemerintah untuk meningkatkan partisipasi program ini. Sebab, semakin banyak orang yang mendapatkan penghasilan tambahan, semakin cepat pula perekonomian akan pulih.

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.