LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2025

Menggagas Tax Happiness Index: Alarm untuk Mengukur Kepercayaan WP

Redaksi DDTCNews
Selasa, 16 September 2025 | 10.00 WIB
Menggagas Tax Happiness Index: Alarm untuk Mengukur Kepercayaan WP
Fathah Oscar,
Kota Solo, Jawa Tengah

MEMBAYAR pajak sulit sekali diasosiasikan dengan kebahagiaan. Dua hal itu seolah bertolak belakang. Namun, negara-negara Nordik seperti Finlandia dan Denmark justru membuktikan fakta sebaliknya.

Meski tarif pajak penghasilan (PPh) mereka bisa di atas 50 persen, masyarakat di negara-negara tersebut bisa tetap berbahagia (World Happiness Report, 2025). Rahasianya sederhana: masyarakat menaruh percaya dan puas terhadap kinerja pemerintahnya.

Warga di negara-negara Nordik punya keyakinan bahwa pajak yang mereka bayarkan akan dikelola secara transparan. Kemudian, pajak itu akan dikembalikan kepada mereka dalam wujud layanan publik.

Di sana, pajak dipandang bukan sebagai beban, melainkan sebagai investasi untuk kualitas hidup.

Bagaimana dengan Indonesia?

Realitas di sini berbeda. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), lebih dari 80% pendapatan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 berasal dari penerimaan pajak. Namun, faktanya angka tax ratio di Indonesia selama bertahun-tahun masih tergolong rendah, yaitu di rentang 10%-12% dari PDB.

Capaian tersebut menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan pajak di Indonesia masih minim dan jauh di bawah rata-rata negara Asia Pasifik dengan rasio sekitar 19%, maupun negara anggota OECD dengan rasio mencapai 34%.

Penulis memandang rendahnya tingkat kepatuhan pajak di Indonesia berkaitan erat dengan krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Gagasan Tax Happiness Index

Mimpi untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah bisa diwujudkan dengan mengukur tax happiness index atau indeks kebahagiaan pajak.

Indeks tersebut mengukur tingkat kepuasan publik atas sistem perpajakan dan pemanfaatan alokasi dana pajak dari pemerintah untuk masyarakat. Ketika masyarakat merasa puas atas hasil nyata dari penggunaan anggaran pajak, seperti infrastruktur publik yang layak, layanan kesehatan, pendidikan, mereka akan tumbuh rasa sukarela untuk membayar pajak. Ini yang disebut dengan kepatuhan sukarela.

Sebaliknya, ketika yang terlihat adalah korupsi, penyalahgunaan anggaran, atau proyek yang tidak menyentuh rakyat, maka 'kebahagiaan pajak' akan runtuh. Banyak masyarakat yang akhirnya memilih untuk mengurangi kewajiban pajak sebisa mungkin.

Praktik korupsi sendiri menjadi batu sandungan yang besar dalam membangun kepercayaan publik terhadap pemerintah. Transparency International menempatkan Denmark dengan skor 90/100 sebagai negara paling bersih dari kasus korupsi, sementara Indonesia hanya mendapatkan skor 37/100.

Jurang ini berpengaruh nyata terhadap moral pajak di Indonesia. Kewajiban membayar pajak di Denmark umumnya dianggap sebagai bentuk kontrak sosial antara masyarakat dengan negara.

Berbeda halnya dengan di Indonesia, pajak dianggap sebagai bentuk kewajiban yang memaksa dengan manfaat penggunaan yang belum transparan. Menteri keuangan RI periode 2016-2025, Sri Mulyani Indrawati, bahkan mengakui masih ada anggapan di tengah publik bahwa pajak adalah wujud penjajahan.

Pandangan tersebut mencerminkan rendahnya tingkat 'kebahagiaan pajak' yang alih-alih harusnya berkontribusi, akan tetapi masyarakat justru merasa dirugikan dengan adanya kewajiban membayar pajak.

Penelitian yang dilakukan oleh Şaşmaz dan Şakar (2020) juga menunjukkan bahwa pajak dan belanja publik memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat kebahagiaan di negara-negara OECD.

Selain itu, OECD (2019) juga menegaskan hal serupa, bahwa salah satu faktor kunci dari tax morale adalah kepercayaan masyarakat terhadap otoritas pajak. Artinya, makin tinggi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, makin tinggi kepatuhan sukarela masyarakat dalam membayar pajak.

Isu tersebut yang masih kerap hilang dari diskursus pajak di Indonesia.

Beberapa negara sudah mencontohkan praktik pengukuran kepuasan pajak. Contohnya, Finlandia telah rutin melakukan survei atas tingkat kepuasan publik terhadap layanan pemerintah.

Di Denmark, tingkat kepuasan atas layanan kesehatan, pendidikan, fasilitas infrastruktur, dan jaminan sosial sangat tinggi sehingga sejalan dengan kepatuhan pajak tinggi.

Indonesia mestinya bisa mulai becermin kepada negara-negara tersebut untuk meningkatkan kepatuhan pajak masyarakat. Dengan survei tax happiness index secara berkala, pemerintah dapat memetakan faktor yang mendorong kepuasan maupun yang meruntuhkannya.

Sampai saat ini, berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak negara melalui terbitnya regulasi baru, reformasi sistem administrasi, hingga skema perpajakan yang variatif. Semua aspek itu memang penting. Namun, aspek fundamental seperti tingkat kepuasan masyarakat terhadap pemanfaatan dana pajak masih terabaikan.

Padahal, salah satu kunci utama untuk meningkatkan kepatuhan pembayaran pajak didasarkan oleh trust. Tanpa rasa trust, pajak hanya dilihat sebagai pungutan paksa, namun dengan adanya trust, pajak bisa menjadi sumber rasa kontribusi bersama dari masyarakat.

Karenanya, konsep tax happiness index semestinya tidak hanya dianggap sebagai gagasan, melainkan sebagai suatu kebutuhan. Indeks tersebut bisa menjadi tolok ukur atas tingkat evektivitas pemerintah dalam memenuhi amanat konstitusi, yaitu mengalokasikan dana pajak sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat.

Ketika indeks tersebut rendah, artinya ada alarm untuk pemerintah segera berbenah. Jika indeks sudah mulai meningkat, maka bisa menjadi pertanda tingkat kepercayaan publik makin kuat.

Pada akhirnya, jika masyarakat merasa puas terhadap pemanfaatan alokasi dana pajak, makin tinggi pula tingkat kepatuhan sukarela masyarakat dalam membayar pajak secara berkelanjutan kepada negara. (sap)

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2025. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-18 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp75 juta di sini.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.