LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2025

Memosisikan Trade Remedies sebagai Alternatif Penerimaan Selain Pajak

Redaksi DDTCNews
Selasa, 02 September 2025 | 15.00 WIB
Memosisikan Trade Remedies sebagai Alternatif Penerimaan Selain Pajak
Fitria Faradila,
Kota Bogor, Jawa Barat

TAHUN ini belanja negara dijatah Rp3.621 triliun. Angkanya naik Rp300 triliun jika dibandingkan dengan belanja pada tahun lalu, yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024.

Alasannya, tentu sudah banyak yang tahu: program prioritas pemerintah yang makin banyak. Beberapa program strategis nasional (PSN) yang dicanangkan tahun lain, antara lain makan bergizi gratis (MBG), sekolah rakyat, hingga koperasi desa Merah Putih. Semuanya turut menyumbang lonjakan belanja negara dalam APBN 2025.

Demi menopang banyaknya PSN dan belanja negara secara umum, mau tidak mau diperlukan sumber pendapatan negara yang 'baru'. Sampai sekarang, pajak masih menjadi kontributor utama APBN dengan porsi sekitar 70%. Sumber penerimaan pajak terutama melalui pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN).

Sejalan dengan peningkatan belanja negara pada 2025, wajar bila ekspektasi penerimaan pajak sebagai sumber pendapatan turut naik. Namun, pemungutan pajak yang dibebankan kepada individu masyarakat merupakan kebijakan yang sensitif. Apalagi, beberapa pekan terakhir muncul resistensi rakyat terhadap pemerintah, menyusul isu kenaikan tunjangan anggota DPR.

Pajak, sejak dulu menjadi isu nasional yang kerap kali lekat dengan politik. Pemungutan pajak erat kaitannya dengan tuntutan rakyat soal keadilan.

Karenanya, penulis menilai perlu ada sumber penerimaan selain pajak yang bisa menunjang pendapatan negara. Jika sumber lain itu bisa dioptimalkan, pada akhirnya belanja negara yang melonjak bisa dipenuhi.

Alternatif Selain Pajak

Perdagangan global tengah tertekan oleh kondisi geopolitik ekonomi yang tidak menentu. Hal itu mendorong banyak negara mencari pasar tujuan ekspor yang ekonominya masih tumbuh relatif baik dan potensi pasarnya besar. Indonesia, tentu termasuk di dalamnya.

Kondisi tersebut membuka peluang peningkatan volume impor bagi Indonesia. Kenaikan impor ini perlu dimitigasi karena bisa memengaruhi kinerja perekonomian nasional. Strategi mitigasi perlu disiapkan untuk menjaga iklim usaha dan ekonomi Indonesia secara menyeluruh.

Dalam konteks kebijakan perdagangan, ada tindakan trade remedies yang bertujuan melindungi industri dalam negeri. Trade remedies mencegah ancaman kerugian serius dari praktik perdagangan yang tidak adil atau unfair trade seperti impor dumping dan subsidi, serta adanya lonjakan impor yang tidak terduga sebelumnya atau unforeseen development.

Trade remedies dapat digunakan untuk menanggulangi lonjakan impor akibat praktik perdagangan yang adil (fair trade) melalui tindakan safeguard. Kebijakan ini juga bertujuan mengatasi kerugian material akibat praktik perdagangan curang (unfair trade) seperti impor mengandung dumping melalui tindakan antidumping dan impor mengandung subsidi melalui tindakan imbalan.

Instrumen trade remedies merupakan instrumen yang diperbolehkan oleh World Trade Organization (WTO) dan merupakan instrumen legitimate yang bersifat sementara.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) 34/2011, beberapa pungutan yang tergolong dalam tindakan trade remedies, berupa bea masuk antidumping (BMAD), bea masuk imbalan (BMI), dan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP). Ketiga jenis instrumen trade remedies ini berupa bea masuk tambahan (BMT) terhadap impor.

Sesuai dengan PP 34/2011, IDN yang terdampak oleh praktik-praktik unfair trade dan lonjakan impor dapat mengajukan permohonan penyelidikan safeguard kepada Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI). Hasil penyelidikan otoritas baik KADI maupun KPPI lebih lanjut akan direkomendasikan kepada menteri perdagangan.

Selanjutnya, menteri perdagangan memiliki wewenang untuk memutuskan rekomendasi pengenaan BMAD, BMI, dan/atau BMTP dengan mempertimbangkan masukan dari kementerian/lembaga terkait. Apabila diputuskan untuk dikenakan, surat keputusan menteri perdagangan akan diteruskan kepada menteri keuangan untuk penetapan BMT tersebut.

Indonesia berada pada posisi pertama sebagai negara yang mengenakan BMTP terbanyak dengan 14 kasus dari total 81 kasus pada kurun waktu 2015 hingga 2024. Kendati demikian, posisi pengenaan BMAD oleh Indonesia masih sangat kecil dibandingkan negara WTO lainnya yakni hanya sekitar 16 kasus dari total 1.617 kasus (WTO, 2025).

Adapun hingga saat ini, Indonesia belum pernah melakukan penyelidikan subsidi. Per bulan Agustus 2025, Indonesia telah mengenakan 10 kasus safeguard dan 13 kasus antidumping terhadap beberapa produk impor meliputi tekstil dan Produk Tekstil (TPT), besi baja, bijih plastik, lysine, ubin keramik, dan evaporator (Kementerian Perdagangan, 2025).

Potensi Besar

Melihat potensinya sebagai alternatif sumber penerimaan negara sekaligus untuk menjaga iklim industri nasional, pengenaan instrumen trade remedies dapat diseriusi ke depannya.

Terlebih, inisiasi penyelidikan antidumping dan subsidi oleh Indonesia masih cenderung rendah dibandingkan negara anggota WTO lainnya. Di sisi lain, porsi pajak perdagangan internasional, termasuk bea masuk impor, terhadap realisasi pendapatan negara pada 2024 masih sangat rendah, yakni sebesar 2,67%. Dari angka tersebut, 2,05% di antaranya merupakan bea masuk impor (BPS, 2025).

Untuk meningkatkan porsi bea masuk terutama instrumen kebijakan trade remedies dalam penerimaan negara, pemerintah perlu melakukan pemetaan industri-industri mana saja yang perlu dilindungi dari serangan barang impor. Khususnya, impor yang mengandung dumping, subsidi, dan impor yang melonjak secara tiba-tiba dan tidak dapat diprediksi sebelumnya.

Apabila pemerintah menggeser cara pandangnya dengan memprioritaskan peluang penerimaan dari trade remedies, kemandirian fiskal nasional bisa lebih mudah terwujud. (sap)

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2025. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-18 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp75 juta di sini.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.