Partner Research & Training DDTC B. Bawono Kristiaji saat memberikan paparan dalam Seminar Nasional bertajuk ‘Implikasi Era Keterbukaan Informasi Keuangan Terhadap Perpajakan Indonesia’ di Universitas Pamulang, Sabtu (16/3/2019).
TANGERANG SELATAN, DDTCNews – Era kerahasian data finansial dalam skala global sudah tidak relevan lagi dengan berlakunya keterbukaan informasi keuangan. Dampak dari transparansi ini menjadi topik sentral yang dibahas dalam Seminar Nasional Akuntansi di Universitas Pamulang (Unpam).
Mengambil tema besar ‘Implikasi Era Keterbukaan Informasi Keuangan Terhadap Perpajakan Indonesia’, acara ini menghadirkan tiga narasumber kunci lintas profesi. Ketiga sosok itu adalah pengajar Departemen Akuntansi UI Dwi Martani, perwakilan dari Kanwil Ditjen Pajak (DJP) Banten Muhammad Saefudin, dan Partner Research & Training DDTC B. Bawono Kristiaji.
Acara dibuka dengan pidato dari Dayat Hidayat selaku Rektor Unpam dan dilanjutkan sambutan dari pelaksana acara yakni Kepala Prodi D3 Akuntansi Unpam Iin Rosini. Keduanya mengharapkan seminar kali ini memberikan tambahan wawasan mahasiswa terkait dinamika perpajakan saat ini terutama soal dampak keterbukaan informasi keuangan dalam ranah perpajakan.
Jalannya seminar berlangsung intensif dan dihadiri oleh 1.500 mahasiswa dari D3 jurusan Akuntansi Unpam. B. Bawono Kristiaji memaparkan topik terkait dampak keterbukaan informasi keuangan yang tidak hanya dirasakan manfaatnya dalam ranah perpajakan. Namun, bila ditarik lebih luas lagi, keterbukaan informasi dapat bermanfaat dalam banyak aspek.
“Keterbukaan infromasi keuangan itu bukan hanya berguna untuk masalah di sektor pajak, tapi juga menjawab teka teki dari kepingan-kepingan persoalan lain,” katanya di Auditorium Kampus Unpam Viktor, Sabtu (16/3/2019).
Dia menjabarkan lima aspek yang saling terkait dengan adanya keterbukaan informasi keuangan. Pertama, mempersempit praktikillicit financial flow atau aliran dana gelap keluar negeri. Berdasarkan data Global FInancial Integrity pada 2017 menyebut Indonesia dirugikan Rp200 triliun dari praktik ini. Keterbukaan informasi disebut mempunyai andil besar untuk menutup celah dari praktik tersebut.
Kedua, memutus rantai praktik penghindaran pajak. Bagian ini relevan dengan praktik perusahaan multinasional yang acap kali melakukan penghindaraan pajak dengan memanfaatkan celah aturan pajak antar negara. Ketiga, menjadi instrumen ampuh untuk membuka selubung pengendali sebenarnya atas suatu harta atau aset atau lazim disebut beneficial owner.
“Cerita beneficial owner akan sulit dibuka bila tidak ada informasi. Nah, di sinilah pentingnya pertukaran informasi suatu aset,” paparnya.
Keempat, mencegah praktik pencucian uang. Kelima, mereduksi ketimpangan dalam struktur masyarakat. Hal ini terbukti dari bocornya dokumen Panama Papers dan Paradise Papers, di mana sistem keuangan yang tertutup banyak dimanfaatkan untuk menumpuk kekayaan. Praktik ini mengecilkan beban pajak dan mengurangi kapasitas negara dalam melaksanakan distribusi anggaran.
Oleh karena itu, implikasi dari era keterbukaan informasi keuangan tidak hanya bermanfaat dalam bidang perpajakan. Dalam skala yang lebih luas, skema kerja sama dalam skala global ini dapat menjadi alat untuk mengatasi banyak hal mulai dari ekonomi hingga sistem sosial masyarakat.
Kini, tinggal kapasitas dan kompetensi negara dalam mengelola data berharga ini yang masih perlu diuji. Bila berhasil, maka niscaya akan menjadi pendorong perubahan ke arah yang lebih baik.
“Dari perpajakan tentu akan bagus untuk meningkatkan kepatuhan dan sebagainya. Kini, yang pasti dengan pertukaran informasi tidak ada tempat untuk bersembunyi dan itu harus diikuti dengan kemampuan pemerintah dalam mengiolah dan mengimplementasikan data hasil pertukaran informasi," imbuh Bawono. (kaw)